sumber: Google

Mahasiswa Zaman now sungguh aneh. Mengapa di bilang aneh, karna mahasiswa zaman now yang di tanyakan habis kuliah mau apa? kerja di mana? karena pertanyaannya itu bahkan jarang yang mempertanyakan, jarang yang Tanya  materinya apa, saya harus menguasai apa pokoknya kuliah yang penting absen. Kalau pengen nilai yang bagus ya duduk paling depan biar dosen kenal pasti lulus begitulah yang di interpretasikan oleh salah satu dosen filsafat UINSUKA Yogyakarta. Karna pada eksistensinya mahasiswa zaman now memang begitu. Bahkan di era zaman now banyak tergolong Mahasiswa Hedonis dan juga mahasiswa  K3(Kampus,Kos dan kampung).

Siapa yang tidak tahu istilah “zaman Now” apa lagi di era milenial ini,pasti tidak asing dengan istilan itu…….

Karena saat-saat ini netizen sering sekali menggunakan kata “kids zaman now“, kali ini bukan lagi membahas tentang “kids zaman now” melainkan akan membahas tentang mahasiswa zaman now.

apa itu mahasiswa…?. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas ,institute atau akademik.Tetapi ada eksistensinya artinya tidak sesempit itu,di sebuah perguruan tinggi hanyalah syarat administratif menjadi mahasiswa, tetapi menjadi mahasiswa mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar administratif itu sendiri.Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak,ekspektasi dan tanggung jawab yang di emban oleh mahasiswa sangatlah besar.

Menurut Knopfemacher (dalam suwono, 1978) mahasiswa merupakan insan – insan calon sarjana yang terlibat dalam suatu instansi perguruan tinggi, dididik serta diharapkan menjadi calon – calon intelektual. Mahasiswa memang menjadi ujung tombak dari suatu bangsa, semakin baik kualitas mahasiswa di suatu bangsa, maka semakin baik pula bangsa tersebut.

Tapi kenapa mahasiwa zaman now tidak sesuai dengan arti dari sebuah kata mahasiswa. Itulah yang menjadi permasalahan saat ini. Kalau kita melihat perbedaan mahasiswa zaman dulu dan mahasiswa zaman now banyak perbedaan di antara keduanya.

Zaman dulu, yang menjadi senjata ketika kuliah adalah buku dan pulpen. Belum ada teknologi yang super canggih seperti sekarang. Sehingga mau tidak mau ketika belajar di kelas harus memperhatikan sungguh-sungguh dan mencatat semua materi dengan menggunakan senjata mereka, karena jika tertinggal materi sedikit saja tidak akan bisa menjawab ketika kuis atau ujian nanti. Mahasiswa zaman dulu sering dicap sebagai orang sakti karena mempunyai pengetahuan tingkat tinggi.

Zaman now, yang menjadi senjata mereka adalah gadget. Tidak salah jika mahasiswa saat ini juga menggunakan teknologi yang super canggih ini. Bahkan mahasiswa zaman sekarang kalau ke kampus yang dibutuhkan hanya wifi. Karena dimanjakan oleh teknologi yang canggih ini, jika dosen memberi catatan di papan kelas, mahasiswa tidak perlu repot-repot untuk mencatat. Yang mereka lakukan hanya tinggal foto tulisan tersebut.

Mahasiswa zaman now, mayoritas banyak yang apatis, kenapa di bilang apatis?. Karna sudah banyak observasiasi dan anggapan bahwa mahasiswa apatis terhadap lingkungan, sosial dan budaya. Seharusnya mahasiswa menjadi tolok ukur penyalur aspirasi rakyat, pengharapan masyarakat di kala rakyat merasa di sewenang-wenangi oleh pemerintahan yang tidak adil. Ketika rakyat merasa tertindas dengan ulah para pejabat tinggi yang membuat mereka sengsara, maka mahasiswa selalu dalam barisan terdepan yang siap menggempur pemerintahan yang sewenang-wenang. Jika ekspektasi semua pihak sudah sedemikian tinggi pada mahasiswa, adakah mahasiswa itu sendiri sudah siap dan tergerak untuk menerima tongkat estafet tersebut?

Kalau memang siap untuk menerima tongkat estafet tersebut mengapa masih banyak yang apatis. Kalau memang benar demikian, bukannya mahasiswa tidak sesua dengan tri darma perguruan tinggi. Dari sinilah mari kita buang rasa apatis kita, karna pada eksistensinya, kita selaku mahasiswa di anjurkan menumbuhkan rasa solidaritas seperti yang di katakan oleh, salah satu sastrawan termukaka di Indonesia.

Kita sepatutnya mengingat pesan alm. W.S. Rendra bahwa, ”Mahasiswa sebagai generasi muda yang ideal adalah yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat, kemudian berbakti pada masyarakat”. Hal itu sangatlah mungkin sebab mahasiswa pada khususnya dan pemuda pada umumnya adalah pribadi-pribadi yang penuh vitalitas dan dinamis. Yang jujur mengungkapkan apa yang dirasa benar serta mau belajar dari segala macam sumber secara terbuka. Jika tugas dan tantangan mahasiswa sudah sedemikian berat, masih adakah kini mahasiswa yang tengah asyik bersantai-santai, acuh tak acuh pada masalah sekitar, berkerumun tanpa tujuan, apalagi sampai teracuni hedonisme yang luar biasa. Generasi apatis dan tidak produktif semacam itu bukanlah cerminan mahasiswa yang sesungguhnya. Maka, mari bergerak mahasiswa Indonesia!

(farel)