Reporter : Muhammad Chaidar

Editor : Dwi Rachma Aulia

Forma (11/10) – Gedung Twin Tower Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya nampak begitu sibuk. Beberapa orang terlihat berlalu lalang melalui mulut pintu utama. Para mahasiswa Ushuluddin dan Filsafat memacu langkah menuju ruang Amphitheater pada Rabu, (09/10) pukul 08.30 WIB. Prodi Pemikiran Politik Islam mengadakan kuliah umum dengan bertajuk Inspiring Thought, Empowering Action: Kepemimpinan Pemuda dalam Membangun Ekosistem Keberagaman Yang Moderat.

Bukan hanya sekedar kuliah umum biasa, Prodi Pemikiran Politik Islam (PPI) berhasil menghadirkan dua narasumber hebat. Asrorun Niam sebagai narasumber pertama yang tak lain adalah Deputi I Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga. Begitu juga narasumber kedua, Margareth Aliyah yang merupakan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Kepemimpinan Dan Moderasi Beragama

“Kalau bukan karena pak wali (Ainur Rofiq: red) saya tidak mungkin mau datang.” begitu ucap Asrorun sambil menunjuk pria dengan batik dan peci di depannya.

Barisan depan tampak duduk Abdul Kadir Riyadi, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat didampingi Ainur Rafiq yang telah disebutkan oleh narasumber. 

Pembicara pertama adalah Asrorun Niam dengan pembahasan terkait leadership dan moderasi beragama. Dalam pembahasannya, ia menyinggung terkait program pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan kepemimpinan pemuda. Muncul dalam power pointnya enam program yang kemudian ia jabarkan secara singkat. 

Pada pertengahan pembahasan, ia memberi tantangan kepada audiens yang hadir. Ketua bidang fatwa MUI tersebut mencari siapa yang memiliki prestasi di bidang apapun untuk mengangkat tangan. 

Amphitheater nampak hening hingga Hengki Fernando, mahasiswa semester tiga dari PPI mengangkat tangan. Ia mengaku pernah mendapatkan medali perak pada perlombaan stand up comedy dalam ajang Pekan Olahraga Dan Seni Antar Pondok Pesantren Nasional IX tahun 2022. Hal tak disangka berikutnya adalah narasumber memintanya untuk maju perform secara spontan.

“Coba kamu maju dan stand up comedy, bikin satu studio tertawa. Nanti minta 5 juta ke Mas Iqbal.” ucapnya.

Hengki Fernando terlihat maju dengan berani, Ia mulai berkelakar dan bercerita pengalaman kuliahnya di Prodi Pemikiran Politik Islam UINSA yang membuat seisi ruangan tergelak. Selain Hengki, terdapat Yusuf Surya Kusuma yang maju dengan unjuk bakatnya dalam khitobah Bahasa Arab. Suaranya lantang mengikuti rima yang padu dalam pidatonya. Ada pula mahasiswi yang mengaku pernah menjuarai bidang tolak peluru semasa SMA.

Yusuf Surya nampak berpidato unjuk bakat di atas panggung (Photo by Forma)

Selanjutnya Asrorun Niam juga menekankan kepada mahasiswa untuk menggali potensi dengan mengikuti seluruh program yang disediakan oleh kampus maupun pemerintah. Mahasiswa harus aktif mencari potensi diri dan berusaha mencari solusi setiap permasalahan. 

Ia juga menyoroti permasalahan hari ini, bahwasannya sangat banyak mahasiswa yang tidak melanjutkan pendidikan karena terkendala pada biaya.

“Saya itu heran, kalau hari ini ada orang yang tidak melanjutkan pendidikan karena kesulitan mencari biaya. Di saat yang sama, banyak perusahaan atau lembaga-lembaga yang kesulitan mencari penerima beasiswa.” ucapnya.

Srikandi UIN Sunan Ampel Surabaya

Narasumber kedua, Margareth Aliyatul Maimunah yang pernah mengambil program sarjana di UIN Sunan Ampel Surabaya membuka dengan kelakar. Sebelum masuk pembahasan terlebih dahulu dia mengajak audiens bernostalgia masuk dalam percakapannya dengan Laili Bariroh yang tak lain adalah rekannya di IPPNU UINSA beberapa tahun silam. 

“Dulu waktu saya masih disini, namanya masih IAIN. Sekarang jadi UINSA, pangling banyak yang berubah gedungnya.” ucap Margareth.

Pada pembahasan kedua kali ini, cicit Bisri Syansuri tersebut berfokus pada penguatan peran perempuan. Ia banyak menceritakan pengalamannya terkait dinamika yang harus dihadapi dalam kepemimpinan. Baginya perempuan juga mampu berperan dalam keseharian. 

Para pemirsa tampak memperhatikan dengan seksama. Seperti mendapat sosok inspirasi, srikandi lain pun muncul dengan beberapa pertanyaan terkait isu gender di daerahnya.

Alda Marisa, anak rantau dari Medan menyampaikan kegelisahannya terkait pola asuh yang keras di medan. Nadanya meninggi mengikuti emosi yang terikat dalam kegusarannya. Ia mengutarakan bahwa isu gender di Medan secara umum juga terkhusus di keluarganya masih cukup memprihatinkan. 

“Apa bekal yang bisa saya bawa untuk pulang ke kampung halaman dalam menghadapi permasalahan ini?” tanyanya pada Margareth.

Alda Marisa menyuarakan kegelisahannya terkait gender (Photo by Forma)

Selain itu Sylvia Rahma, aktivis IPPNU dari Bangkalan menyuarakan hal yang sama. Ia menyoroti bagaimana lingkungan tinggalnya masih cenderung memiliki pemahaman terkait gender yang memprihatinkan. Dalam menghadapi itu ia telah lama membangun jaringan pelajar Bangkalan sebagai upaya menghadapi isu gender. Respon tersebut mendapat apresiasi penuh dari Margareth. Ia menjelaskan bahwa aktivis harus punya kemampuan influence untuk memahamkan masyarakat sekitar terkait keadilan.

Ushuluddin dan Harapan 

Abdul Kadir banyak menekankan pentingnya mengambil inspirasi dari orang-orang yang telah terbukti berjaya dengan segudang pengalamannya. Selain itu, ia juga menyoroti bahwa tujuan dari semua kegiatan perkuliahan adalah terbentuknya sikap cinta terhadap ilmu. Dengan begitu, mahasiswa akan mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki.

“Filosofi saya kan begini, kita kuliah itu bukan hanya untuk mencari ilmu tapi juga untuk menanamkan cinta ilmu. Kita menghadiri seminar itu bukan hanya untuk menambah wawasan, tapi juga untuk mencari inspirasi. Jadi yang pualing penting itu sikap.” ujar Abdul Kadir, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat ketika wawancara di ruang tamu Gedung Twin Tower. 

Suaranya yang tenang menekankan harapannya pada mahasiswa Ushuluddin dan Filsafat untuk bisa belajar dari orang-orang yang sudah sukses dan memiliki pengalaman yang luar biasa. Pihak dekanat juga akan mempelajari terkait program yang disampaikan oleh Asrorun Niam. Ia juga berupaya membangun kemitraan dengan kedua narasumber. Kepada Margareth mungkin akan ditawarkan program Qolbun Salim sebagai tempat untuk terapi permasalahan psikologis.

Senyumnya yang khas begitu ramah menyapa. Setelah selesai wawancara ia segera menuju gedung fakultas untuk lanjut menyantap makan siang bersama para tamu.