
Reporter : Dwi Rachma Aulia
Editor : Muhammad Akbar Darajat Restu Putra
FORMA (21/06) – Matahari mulai angslup ketika banyak pria bergondrong mengerubungi jembatan sungai yang terletak di Tenggilis Kauman Gang Buntu, Kecamatan Tenggilis Mejoyo (26/10/2023). Mereka nampak mengukur kedalaman sungai yang akan disisir.
Tepat saat teromper ditiupkan, mereka menceburkan diri ke sungai dengan bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek beralaskan sepatu pantofel. Mereka berjibaku membersihkan beragam sampah dan limbah yang berjibun dalam sungai itu.
Mereka adalah para seniman yang bergiat di Jati Tenggilis Project, Sanggar Seni Teater 2-puluh, Teater Sabda, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Seni Rupa Sekolah Tinggi Kesenian Wilmatikta (STKW). Dalam hal ini, mereka mengadakan kegiatan Sisir Sayang Sungai dengan tema ”Buka Pintu Belakang” untuk memperingati Hari Sungai Sedunia yang jatuh pada tanggal 24 September kemarin.
Novi Arianto, lelaki berumur 41 tahun yang menjadi Ketua Jati Tenggilis Project mengaku bahwa sebelumnya komunitasnya menyelenggarakan acara yang berhubungan dengan kesenian saja, khususnya teater dan musik.
Namun, kali ini komunitasnya mencoba untuk mengadaptasikan kesenian dengan isu lingkungan. Oleh karenanya, beberapa organisasi seniman kemudian digandeng untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut.
“Kami mencoba mendekatkan seni pada lingkungan. Jadi pada dasarnya nanti kita kan kembali kepada masyarakat”. Ungkapnya.
Tujuan dari kegiatan tersebut bukan hanya untuk memperingati hari sungai sedunia belaka. Novi bersama komunitasnya menyadari bahwa kondisi sungai di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Beragam limbah dan sampah mengapung di sungai yang akhirnya menyebabkan pencemaran.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Directur Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) disebutkan bahwa memang 93 persen air sungai telah mengalami pencemaran yang disebabkan oleh mikroplastik dan limbah sampah lainnya.
Tak heran bila kemudian World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 20 persen air sungai masih layak konsumsi, sedangkan 80 persen lainnya sudah tak layak konsumsi.
Pada dasarnya, pencemaran sungai yang terjadi disebabkan oleh penambangan emas dan perkebunan sawit sebagaimana terjadi di wilayah Kalimantan, Papua dan Sulawesi. Sementara di Jawa lebih karena limbah yang berasal dari aktivitas industri. Dalam hal ini, limbah sungai yang dijadikan objek penyisiran oleh mereka sedikit-banyak berasal dari industri tahu dan tempe.

Setelah menyisir sungai hingga bersih, mereka kemudian mencancang garis polisi di seluruh sungai. Ini sebagai bentuk peringatan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah lagi di sungai.
Mereka kemudian mengaso sejenak dengan makan tumpeng bersama-sama. Sehabis itu, acara kemudian dilanjutkan dengan pergelaran teater di atas sungai yang dimainkan oleh satu orang bernama Slamet. Ia adalah seniman yang berasal dari STKW.
Ia membuka adegan dengan berdiri di atas bayang kayu sambil membawa cangkul. Ia hanya bergeming tanpa mengeluarkan sepatah kata sedikitpun. Adegan ini menyimbolkan keresahan masyarakat bawah terhadap kondisi sungai sekarang.
Adegan kemudian dilanjutkan dengan mencuci baju. Dalam hal ini, ia ingin menampilkan nostalgia sungai di masa lalu, di mana bisa dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas hidup masyarakat. Sembari itu, ia juga melepaskan ikan ke dalam sungai yang menunjukkan bagaimana makhluk hidup itu dulunya dapat berenang dengan tenang di sungai.
Karena itu, ketika masuk adegan penyalaan flare yang juga merupakan adegan pamungkas, ia memprovokasi penonton untuk berjuang mengembalikan kondisi sungai ke masa lalu. Kobaran api yang menjulang ke atas adalah bentuk ekspresi bahwa kerusakan sungai mesti dilawan.
“Kita tidak membersihkan sungai yang hanya membersihkan tapi kita mencoba mengubah sungai menjadi ruang pertunjukan dan menjadi ruang dalam kehidupan”. Tegas Novi
Muhammad Aji Setyawan, Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Semester 5 yang juga Ketua Teater 2-Puluh berharap bahwa pertunjukkan teater tersebut dapat menjadi pengingat bagi masyarakat untuk menjaga sungai. Ia juga mengatakan bahwa sungai merupakan salah satu lingkungan yang berada di sekitar kita, sehingga patut untuk dirawat.
“Lingkungan pada hari ini tidak baik-baik saja. Karena itu, perlu diciptakan kesadaran akan lingkungan pada teman-teman karena lingkungan bagian dari kita”. Ungkap Aji
Karena itu, Fransiska Putri Setiawati (27), salah satu pendiri Jati Tenggilis Project menegaskan bahwa kegiatan tersebut melibatkan seluruh masyarakat yang ada di sekitar sungai Tenggilis Kauman. Hal ini dilakukan guna menciptakan kesadaran bagi masyarakat agar tidak lagi membuang sampah ke sungai.
“Memang pengen ngasih kesadaran buat warga kalau misalkan buang sampah ke sungai itu enggak boleh”, ucapnya
Ia pun mengatakan bahwa kegiatan tersebut rencananya akan diselenggarakan annually atau tahunan. Artinya, kegiatan tersebut akan diadakan setiap ada hajatan Hari Sungai Sedunia.
“Ini lebih ke langkah pertama kita, mohon doa restunya dari temen-temen semua, karena pengennya sampai tahunan doain aja”. Pungkasnya.