Penulis: Luluk Farida

Editor: Sabitha Ayu Nuryani

Sumber: Dok. pribadi.

 

Apa yang terlintas ketika kita telah diberi amanah oleh orang lain? Pasti susah bukan? Ya, itu yang Rida rasakan saat ini. Di mana ketika sebuah amanah telah berada di ujung pundak dan siap dilakukan.

Amanah memang mudah diucapkan tapi yang susah adalah kepercayaan orang itu kepada dirimu. Tiga kata yang selalu bersanding: bersama, amanah, dan tanggung jawab. Banyak orang ketika sudah dihadapkan dengan ketiga kata ini tidak bisa seimbang. Hanya bisa melakukan amanah namun tanggung jawabnya hilang. Begitu pun sebaliknya, dia tidak menghiraukan amanah, tapi tanggung jawab ia lakukan semuanya demi satu visi dan misi.

“Siapkah kalian menjadi anggota dari organisasi ini?” kata seseorang.

“Siap, Kak!!!” jawab mereka serentak.

“Baiklah. Ketika kita telah masuk ke dalam sebuah forum ataupun organisasi, kita adalah keluarga jadi harus saling membantu satu sama lain, menjadi satu visi dan misi, harus siap dengan tanggung jawab masing-masing,” ujarnya, “bukan hanya tentang sebuah perbedaan pendapat ataupun ego masing-masing, tapi gimana caranya sebuah keluarga harus saling menerima, harus saling membantu, dan menjadi satu!!” lanjutnya.

Rida tersadar dari lamunan ingatannya pada satu tahun yang lalu. Ya, masa di mana ia mengikuti diklat organisasi dan berperang dengan ego, keluarga, serta teman sendiri. Ketika ia harus memilih salah satu, di suatu situasi. Susah? Sudah jelas bukan main, di sini bukan hanya aku yang merasakan, tetapi seluruh teman-temanku pun sama.

“Ada masanya semua menjadi pemimpin, termasuk memimpin dirimu sendiri untuk membentuk masa depanmu.” ucap pembina. “Mengikuti organisasi memang terkesan membosankan bagi sebagian orang, tapi apakah ada yang menyadari jika kita mengikuti organisasi selain mendapatkan teman baru atau relasi, kita tahu tentang cara menjadi leadership yang benar untuk kita semua, bertanggung jawab atas amanah yang telah diberikan serta menyelesaikan tugas dengan baik dan sesuai prosedur yang sudah tertera.”

Ustadz Munir menambahkan, “Kita di sini, bukan melatih fisik kalian, tapi kita juga melatih iman serta mental kalian, siap dengan amanah yang bakal terus terbawa sampai esok tua.” lanjutnya.

Mereka pun beradu argumen dengan yang lain serta berdiskusi untuk kelanjutan acaranya ini untuk menemukan solusi yang pas terhadap masalah yang ada. Mereka melanjutkan aktivitas untuk acara diklat ke depannya. Menyiapkan peralatan yang akan dibawa, mempersiapkan tugas yang lain serta menghubungi adik kelas yang siap mengikuti acara. Rida dan teman-temannya melihat beberapa kekurangan yang harus dipenuhi. Setelah mereka selesai dengan urusannya, Rida menyuruh seluruh temannya untuk pulang agar tubuhnya tidak terlalu kelelahan. Mereka pun akhirnya bersiap untuk pulang karena beberapa hari lagi acara akan dimulai.

Ketika sampai di rumah, Rida memarkirkan motornya ke dalam rumah dan melepas sepatunya lalu masuk ke dalam rumah

“Kok baru pulang, dari mana aja? Pulang sekolah itu sebenarnya jam berapa? Keluyuran ke mana kamu?” tanya ayah.

“Ada keperluan di sekolah yah, jadi Rida pulang terlambat.” kata Rida.

“Kamu masih ikut-ikutan organisasi itu? Sudah berapa kali Ayah bilang, stop ikut itu!! Fokus dengan sekolahmu!!” bentak ayah.

Setelah pertengkaran singkat dengan sang ayah, Rida pun berlari ke kamarnya, dan menangisi kejadian ini. Plis, jangan lagi… batin Rida menguatkan. Ayahnya sangat tidak setuju ketika dia mengikuti organisasi karena alasan nilai lagi. Rida memang pernah mengikuti hampir lima ekskul pada masa SMP-nya, entah apa alasan yang kuat untuk melakukan kesibukan itu, Rida pun menangis hingga tertidur.

Rida terbangun tengah malam dan teringat akan tugas praktiknya yang belum ia kerjakan, apalagi dalam beberapa bulan lagi ia harus magang atau biasa disebut PKL. Ia melanjutkan tugasnya hingga pukul 03.00, badannya yang mulai terasa lelah akhirnya harus beristirahat dan ia ketiduran.

***

Pagi harinya, Rida bersiap untuk berangkat sekolah seperti biasa. Salat Subuh lalu dilanjutkan dengan mempersiapkan buku-buku dan peralatan praktiknya. Setelah itu, Rida mulai memanaskan motor kesayangannya dan mulai berangkat, tak lupa ia mampir berpamitan kepada sang ibunda yang kebetulan memiliki toko kelontong. Dan ia berangkat ke sekolah untuk melanjutkan rutinitasnya.

Sesampainya di sekolah, dia masuk ke dalam kelas, dan mulai menyiapkan alat untuk tugas mata pelajarannya. Rida bersekolah di SMK jurusan Tata Busana. Dia sedikit melamun sebelum bel berbunyi. Setelah ini, apalagi yang harus kulakukan? batinnya. Lalu temannya menyadarkan dia dari lamunannya. Dia pun menanyakan kondisi Rida karena Nadia melihat Rida seperti orang yang bingung, kelelahan, serta kurang semangat. Ternyata benar sesuai dugaan Nadia, Rida terlalu lelah bukan hanya fisik tapi secara batin dan mentalnya juga. Sekuat apa tubuh Rida menanggung semua ini, mulai dari organisasi, strict parent, pertemanan, dan kadang soal cinta, pikir Nadia.

Tak lama bel berbunyi, dan guru pun masuk dan kelas pun dimulai. Nadia kembali ke tempat duduknya dan Rida pun melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda semalam dan gurunya pun menjelaskan beberapa tugas yang harus ditarget untuk hari ini. Setelah beberapa jam kemudian, bel istirahat pun berbunyi.

“Baik, untuk yang mau istirahat silakan istirahat, makan di luar kelas atau di kantin jangan ada satupun yang makan di kelas karena kita harus tetap menjaga kebersihan sesuai standar praktik hari ini, untuk yang mau melanjutkan silakan melanjutkan, ibu tinggal dulu ke kantor.” kata Bu Sari.

“Iya, Bu.” kata mereka.

Rida pun mengajak teman sebangkunya untuk ke kantin dan hanya kedua temannya yang bisa karena salah satu temannya harus mengejar target yang sudah ditentukan oleh gurunya itu.

Mereka pun ke kantin dan memesan makanan serta minuman yang mereka inginkan. Dan mereka kembali ke joglo dekat kelas untuk makan bersama. Rida pun memasuki kelas dan menyodorkan nasi yang telah ia beli tadi kepada Aida.

Dan mereka berempat pun makan bersama di joglo depan kelas mereka. Setelah mereka menyelesaikan aktivitas, mereka pun kembali ke dalam kelas dan bersantai sambil menunggu bel sekolah. Rida yang bermain dengan ponselnya pun melihat ada notif WhatsApp dari teman organisasinya, mengatakan jika Febri ingin mengajukan proposal bersamanya kepada pembina. Akhirnya, ia pun menyetujuinya untuk ikut karena memang sudah tanggung jawab dia sebagai ketua. Rida pun menemui Febri di depan teras masjid untuk mengajukan proposal acara mereka. Sesampainya Rida di ruangan kantor guru, dia pun memberikan proposalnya kepada pembina.

“Assalamu’alaikum, Ustadz, ini proposalnya, bisa Ustadz cek lagi.” kata Rida.

“Wa’alaikumussalam, okey saya cek dulu.” ucap ustadz sambil mengecek proposal revisi yang entah sudah keberapa kalinya.

“Ini sudah bagus, nanti saya ajukan ke Bu Isti untuk meminta tanda tangan beliau.” lanjut ustadz.

“Alhamdulillah, baik, Ustadz. Saya kembali ke kelas terlebih dahulu, Ustadz. Assalamu’alaikum, Ustadz.” kata Rida dan Febri berbarengan.

“Wa’alaikumussalam,” kata ustadz.

Febri dan Rida pun keluar dari ruang guru itu. Rida pun mengingatkan Febri untuk mengabari teman-teman lainnya agar berkumpul saat sebelum pulang sekolah nanti.

Ketika perjalanan menuju kelasnya, Rida sedikit melamun saat di mana dia entah sudah keberapa kalinya merevisi proposal yang ia dan teman-temannya kerjakan, dan akhirnya membuahkan hasil bagi dia dan teman-temannya.

Rida pun kembali ke kelasnya dengan suasana hati yang lega karena sedikit bebannya sudah berkurang. Dia lihat gurunya sudah datang, dia pun mengetuk pintu kelasnya untuk meminta izin masuk. Gurunya pun memberikan izin tetapi ada satu perintah yang harus Rida lakukan. Rida kembali mendapat masalah dengan gurunya karena terlambat, dan gurunya pun menyuruhnya masuk ke dalam ruangan guru dengan membawa hasil praktik yang sudah ia kerjakan. Masalah apalagi yang akan menimpa diriku? batinnya.

To be continued