doc. forma

FORMA (07/09)-Tahun ini menjadi tahun berbeda bagi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA). Pasalnya, terdapat Prodi (Program Pendidikan) baru di Fakultas ini, yaitu Pemikiran Politik Islam (PPI). Dimana sebelumya di Fakultas Ushuluddin sendiri pada tahun 2013 terdapat Prodi yang serupa dengan PPI hanya saja namanya yang sedikit dirubah, yaitu Filsafat Politik Islam (FPI).

Tahun 2013 menjadi tahun terakhir bagi Prodi Filsafat Politik Islam (FPI). FPI semata-mata tidak dihapuskan dari Fakultas Ushuluddin, melainkan diganti menjadi Prodi Hukum Tata Negara (HTN) Fakultasnya berpindah di Fakultas Syariah dan Hukum. “Pada tahun 2014, posisi Prodi FPI diganti dengan  HTN (Hukum Tata Negara) maka dipindahlah prodi ini ke Fakultas Syariah, meskipun dipindah akan tetapi mahasiswa angkatan terakhir tetap melanjutkan sampai selesai.” Ujar Kunawi, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Oleh karena itu, pada tahun 2014 hingga 2018 pihak Fakultas Ushuluddin tidak menerima lagi Mahasiswa FPI.

Dimunculkannya kembali PPI bertujuan agar membedakan antara Prodi Ilmu Politik (IP) yang terdapat di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) dan HTN di Fakultas Syariah. Tekanan yang ada di Prodi Ilmu Politik adalah politik praktis, sedangkan di HTN asas hukum tata negaranya. Dalam Prodi PPI, diharapkan mahasiswa mampu menjawab masalah-masalah fenomena sosial yang radikal dengan menggunakan legitimasi agama, serta menyelamatkan mahasiswa yang dulu agar prodi FPI tetap bisa digunakan walaupun berganti nama. Pungkas Kunawi.

“Bagi saya sebagai mahasiswa, kembali aktifnya Prodi PPI cukup menggembirakan. Khususnya berkaitan dengan kurikulum yang menampilkan porsi keislaman lebih dari sebelumnya.Sehingga mahasiswa PPI dapat mendalami kekayaan khazanah Ilmu Politik dalam perspektif Islam yang selama ini kurang dipahami oleh masyarakat.” Tutur Achmad Rofii, Mahasiswa Filsafat Politik Islam angkatan 2014.

“Saya sangat berniat untuk meyakinkan kepada masyarakat, bahwa politik itu sebenarnya tidak hanya memilki unsur negatif. Pada dasarnya politik itu positif. Hanya, kenapa dia terkenal negatif oleh orang-orang banyak, karena pelaku politik-politik yang ada di Indonesia melakukan politik dengan hal-hal negatif.” Ucap Faridah, Mahasiswa PPI.

Kunawi menuturkan, bahwasannya masalah baru yang muncul ketika PPI kembali ialah Akreditasi. Pihak FUF berusaha menggenjot (menekankan) ketika akreditasi mendapat (minimal) B di tahun 2020, namun hal itu cukup sulit karena selama beberapa tahun terakhir FUF tidak memiliki mahasiswa PPI. Pihak FUF juga sedang mengurus Surat izin pendirian perubahan Prodi di kantor Kemenag di Jakarta. Untuk masalah pembentukan Kaprodi, akan dibentuk pada tahun 2020 karena surat izin rampung pada akhir 2018 dan anggaran baru muncul tahun 2019. (Izza/Balya)