DOk. FORMA

Oleh:Samol

Mahasiswa Akhlak Tasawwuf dan Psikoterapi

 

Beberapa minggu lalu, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Solidaritas Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, mengangkat isu tentang Prodi tersembunyi, yang menjadi topik utamanya adalah Tasawuf & Psikoterapi (TAPSITERA) Fakultas Ushuluddin & Filsafat.

Memang perlu diakui, khusus di UINSA, Prodi ini baru terlahir tiga tahun yang lalu. Umur yang masih begitu muda untuk bersaing dalam ruang kompetesi yang ketat. Namun dengan sebuah langkah yang cukup keras, serta peluang yang begitu luas, akhirnya TAPSITERA yang saat ini masih mempersiapkan akreditasinya sudah mampu berjalan dengan sangat cepat.

Dari awal lahirnya hingga menginjak dewasa ini, ia memiliki nama pertama sebagai Akhlak Tasawuf, kemudian diganti menjadi Ilmu Tasawuf, dan saat ini resmi sebagai Tasawuf dan Psikoterapi. Dalam perjalanannya, sepertinya ia tengah berlari untuk menampakkan jati dirinya ke panggung publik.

Pada 18 April kemaren, Tapsitera mengadakan Studium Jeneral dengan tema “Terapi dzikir untuk Kesehatan Fisik dan Mental”. Dan selang beberapa waktu, tepatnya pada 9 mei kemaren, ia menggelar acara yang sama dengan tema “The Miracle of Vibration”.

Pasalnya, ia menemukan keberhasilannya yang begitu drastis. Sebagaimana dikatakan Muhid selaku Dekan Fakultas Ushuluddin & Filsafat, bahwa untuk tahun ini peminat Prodi Tapsitera dikatakan terbesar di Ushuluddin setelah Ilmu Alquran dan Tafsir. Hal itu dilihat dari pendaftar jalur SBMPTN, yang memilih TAPSITERA baik sebagai pilihan pertama ataupun kedua dapat diestimasi kurang lebih 700 mahasiswa. Sedangkan untuk jalur ini hanya memberikan pagu 50 mahasiswa. Karena masih ada jalur UMPTKIN dan Mandiri. Dengan demikian, keberadaan prodi Tapsitera sekalipun dikatakan tersembunyi tidak membuat sunyi dan sepi peminat.

Keberhasilan ini tentu tidak terlepas dari latar belakang lahirnya TAPSITERA itu sendiri, bahwa hal ini merupakan salah satu usaha untuk berperan dalam mengatasi problem efek samping dari lajunya modernitas. Dengan membenarkan apa yang dikatakan oleh William James sekitar 1904-an yang lalu, tentang akan makin menguatnya kecenderungan spiritualitas manusia modern.

 Hal itu dikarenakan – meminjam istilahnya Gille Kepel – bahwa sekularisme telah menimbulkan perasaan kecewa yang mengakibatkan fregmentasi masyarakat, dan melemahnya kohesi sosial. Sehingga banyak istilah yang menggambarkan keadaan ini, misalnya spiritual phatologi, spiritual illness, fregmentasi psikologi-spiritual, dan banyak istilah lainnya. Tidak heran kiranya jika sejak awal 1980-an hingga kini buku tasawuf masih dan sangat digandrungi oleh masyarakat.

Dalam konteks inilah, kita mengetahui bahwa begitu lekatnya tasawuf dengan dinamika kehidupan modern. Inilah kenapa Tapsitera begitu penting untuk dilahirkan, dihidupkan, serta dikembangkan. Prodi Tapsitera (sarjana tasawuf) diharapkan paling tidak sedikit memberikan jawaban atas problem alienasi manusia modern dan krisis spiritual yang membelenggu dewasa ini.

Wallahua’lam bi al-shawab..