Sumber Google

Saat ini, kemungkinan besar umat beragama Islam, khususnya di Indonesia pasti merasakan kesedihan dalam momentum Idul Fitri tahun ini. Dalam konteks kesehatan, pandemi Covid-19 saat ini belumlah usai, justru semakin rumit seiring dengan semakin banyaknya pasien yang terindikasi virus ini. Dilansir dari Surya.co.id (26/5) Surabaya sendiri kasus positif Covid-19 sudah mencapai angka 2095 jiwa dengan rincian 1.730 dalam perawatan, 188 sembuh dan 177 meninggal dunia.

Secara tiba-tiba, pandemi Covid-19 memaksa seluruh umat Muslim di dunia untuk tetap di rumah saja dan bersilaturahmi secara daring dengan sanak saudaranya yang berada jauh dari mereka tak terkecuali di Jawa Timur. Kebijakan ini khususnya diterapkan di Kota Surabaya, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo yang telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebelumnya seperti yang diumumkan oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa beberapa waktu yang lalu.

Melalui teknologi (komputer, gadget atau media sosial) semua orang dari berbagai lapisan strata sosial apapun dapat menjalin hubungan dengan siapapun yang dikehendaki dan berapapun jumlahnya. Menurut Turkle manusia adalah makhluk kesepian yang akhirnya menjadikan teknologi sebagai pelarian untuk bisa membinasakan kesepiannya itu. Di momentum lebaran ini, pelarian terhadap media sosial kembali terjadi. Silaturahmi dilakukan secara online dengan bertatap muka lewat media sosial masing-masing.

Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jawa Timur mengemukakan bahwa menghindari kerumunan adalah bagian dari ikhtiar manusia dalam menghadapi pandemi ini. Ikhtiar yang dimaksud di sini adalah dengan tetap melakukan sosial distancing dan menggunakan masker ketika keluar dari rumah di masa lebaran ini. Lebaran dan silaturahmi online yang terjadi saat ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Di situasi pandemi ini dapat menjadi peluang untuk dapat merenung dan menunda aktivitas untuk bertemu dan silaturahmi seperti yang dipaparkan oleh Gubernur Jawa Timur itu.

Dengan adanya kebijakan physical distancing yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak beberapa pecan yang lalu ini, bukan berarti silaturahmi tersebut dilarang. Hanya saja metode silaturahminya yang akan diubah. Dari yang semula saling berjabat tangan dan bertatap muka, sekarang diganti dengan silaturahmi virtual melalui aplikasi teleconference seperti Zoom, WhatsApp, Line dan aplikasi yang lainnya, sementara lebaran online dulu. Begitulah kata yang disampaikan Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jatim saat ini.

Lebaran yang biasanya diramaikan dengan meriahnya kembang api dan kegiatan-kegiatan unik juga berkumpul bersama sanak saudara yang hanya dapat bertemu setahun sekali, kali ini berbeda karena adanya Covid-19. Tradisi mudik yang biasanya selalu dilaksanakan, kini harus ditunda demi keselamatan keluarga di kampung halaman. Pemerintah menegaskan tradisi mudik ditiadakan untuk mencegah meluasnya penyebaran wabah ini.

Hikmah lain dari adanya virus Corona ini adalah hangatnya kebersamaan yang mungkin biasanya disibukkan dengan pekerjaan kantor dan lembur yang tak menyisakan waktu untuk sekedar kumpul-kumpul bersama keluarga. Tuhan juga mengajak kita bersama terutama bangsa Indonesia untuk merenung dan menjaga keseimbangan alam yang semakin tua dan rusak berantakan. Ketika abad 19 bumi ini begitu indah dengan segala keunikan dan keragaman juga persatuan baik dari segi budaya, agama, bahasa maupun tradisi-tradisi lokalnya seperti yang tercamtum dalam pancasila sila ke tiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia”.

Di masa pandemi ini semua orang dari lapisan strata sosial manapun berada dalam posisi yang sama dan berusaha mencari titik terang yang sama yakni bagaimana memenangkan perang melawan Corona yang menjadi musuh bagi seluruh penduduk dunia saat ini. Jika dilihat ke belakang, maka hal ini serupa dengan masa perang dunia dahulu. Hanya saja saat ini manusia dihadapkan pada virus mematikan yang mengintai setiap nyawa tak peduli dengan berapa usianya.

Tradisi lebaran seperti bersalam-salaman, berkunjung ke rumah sanak saudara dan berkumpul menikmati indahnya kebersamaan dengan keluarga besar yang biasanya hanya dapat berkumpul dalam momentum hari raya idul fitri, kini tak bisa digelar seperti tahun-tahun sebelumnya sesuai anjuran pemerintah. Dalam suasana sepi dan sunyi karena penerapam PSBB yang dilakukan pemerintah ini, dari segi ketauhidan manusia diajak untuk memperhatikan alam terutama alam bumi pertiwi Indonesia yang semakin hari semakin rusak karena ulah manusia sendiri. Saat ini yang menjadi fokus pemerintah adalah bagaimana cara menuntaskan pandemi ini secepatnya dan memperbaiki serta membangun pembali perekonomian juga meningkatkan kualitas pendidikan terutama di Indonesia yang semkain kacau karena wabah ini.

Titik Damayanti