Penulis : Laudya Bella Anggraini

Editor : Akmelia Rabbani

Kesadaran masyarakat dalam memperoleh kesetaraan hak untuk berkembang dan berkontribusi tanpa memandang gender rupanya telah mencuri perhatian yang tinggi. Istilah emansipasi di Indonesia telah diperkenalkan oleh pejuang wanita yaitu R.A. Kartini yang kemudian menyebar dan kembali mendapat perhatian akhir-akhir ini. Usaha pembebasan perempuan dari segala perbudakan yang selama ini mengancam hak dan kebebasan mereka, nyatanya terus berkembang dan telah mendapat banyak dukungan. Emansipasi yang telah dibawa oleh R.A. Kartini selama ini mungkin telah tertutupi sehingga masyarakat masih sangat memainkan budaya patriarki, utamanya pada masyarakat dengan kurangnya latar belakang pendidikan.

Beruntungnya, pada zaman yang modern ini, lebih banyak perempuan dengan keberaniannya menyuarakan hak yang mampu mengajak saudara sesama perempuan lainnya untuk menuntut apa yang menjadi hak mereka hingga mulai hilangnya perbudakan terhadap perempuan. Apalagi pada era digital saat ini, dimana teknologi informasi telah berkembang pesat sehingga dapat mudah dijangkau dan juga diakses banyak orang kapan pun dan dimana pun mereka berada. Nampaknya hal itu telah menjadi modal utama dalam perjuangan para wanita diluar sana untuk menyuarakan hak-hak mereka.

Semangat tinggi dalam jiwa perempuan untuk menuntut hak mereka yang selama ini masih terkubur menuju kesetaraan dimana mulai lunturnya nilai nilai patriarki menimbulkan banyak sekali perdebatan antar gender. Dalam hal ini, pastinya yang akan banyak memulai perdebatan adalah kaum laki-laki yang merasa dirinya mempunyai segala kuasa diatas perempuan. Mulai banyaknya perempuan mandiri yang dengan sendirinya mampu mengerjakan segalanya, bahkan menutup peran laki-laki dalam hidupnya ternyata memunculkan berbagai respon negatif dari sebagian golongan, bahkan juga pertentangan antar sesama perempuan. Hingga muncullah suatu pernyataan bahwa ‘emansipasi dibawa oleh seorang perempuan dan juga diperangi oleh perempuan. Contonya dapat dilihat secara langsung dari berbagai media sosial yang sering digunakan masyarakat saat ini, banyaknya perempuan mandiri yang secara sengaja mengajak perempuan lain agar mulai melepas diri dari ketergantungan pada laki-laki telah mendapat berbagai macam reaksi, ada yang menganggap hal tersebut merupakan sebuah pembebasan dari sebuah perbudakan, namun kelompok lain ada juga yang telah menganggap hal tersebut sebagai sebuah bentuk durhaka, karena sudah tertanam dalam jiwa mereka bahwasanya sejatinya seorang perempuan hanya berada dalam kasur, sumur, dan juga dapur.

Kenyataannya, nyawa seorang perempuan itu ada pada pendidikan dan karir, dimana semakin tinggi pendidikan dan juga karir seorang perempuan, maka semakin ber-power perempuan tersebut. Namun, meskipun semakin banyak perempuan yang mengejar keduanya, masih saja menempel dalam diri mereka embel-embel sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut sebenarnya tidaklah mendapat tentangan cukup besar bagi perempuan, tetapi sebagian perempuan yang mengejar karir tinggi mungkin akan mendapat sebuah lontaran pertanyaan dimana berisi dua opsi antara menjadi ibu rumah tangga dan karirnya. Bukan sebuah masalah besar bagi perempuan untuk menjawab hal tersebut, karena pada dasarnya perempuan merupakan seorang multiperan dimana kedua opsi dapat dijalankan seiringan. Hal ini dapat dibuktikan ketika seorang istri yang ditinggal oleh suaminya, ia pasti akan mampu menjalankan peran suaminya sebagai penafkah keluarga serta tidak meninggalkan peran keibuannya sebagai ibu rumah tangga.

Kembali lagi, pada era yang serba digital seperti saat ini, kemudahan perempuan dalam memperjuangkan emansipasi patut dijadikan sebagai sebuah kesempatan emas untuk terus bersuara dan juga berkontribusi dalam berbagai aspek. Sehingga tidak akan ada lagi penindasan terhadap perempuan karena terus dibungkam. Hal ini juga menunjukkan kualitas diri perempuan yang sebenarnya  mampu berpikir lebih tinggi setelah sekian lama diam.

Rupanya, setelah sekian lama dibungkam, banyak perempuan yang menyuarakan kesengsaraan yang telah dialami selama ini akibat budaya patriarki. Pasti akan ada rasa trauma, entah itu muncul pada diri seorang korban atau juga turun pada jiwa seorang anak yang kemudian enggan untuk menikah. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada sebuah tren yang banyak diikuti oleh sejumlah korban patriarki yaitu ‘marry is scary’ pada laman seperti tik tok. Rasa takut yang mendalam hingga menyakiti mental seorang anak setelah nelihat budaya tak manusiawi terhadap perempuan yang selama ini masih dilakukan. Bahkan banyak perempuan modern yang lebih memilih hidup sendiri tanpa seorang pasangan. Tidak kaget lagi jika sebagian besar seorang perempuan sampai hari ini lebih memilih mengejar karir terlebih dahulu dari pada langsung menginjak dunia pernikahan. Mungkin dengan ini, setidaknya mereka akan mempunyai bekal kedepannya menghadapi masalah tak terduga tanpa harus bergantung pada orang lain, utamanya seorang laki-laki.

Hidup pada zaman modern, menjadi seorang perempuan haruslah mempunyai keberanian dalam bermimpi dan berjuang. Pada akhirnya, emansipasi tidaklah hanya menguntungkan kaum perempuan saja, namun juga masyarakat secara keseluruhan. Ketika perempuan diberi kesempatan dan ruang yang setara, maka sedikit besar harapan akan menciptakan perubahan yang membawa sebuah kemajuan. Seorang perempuan yang terdidik dan mempunyai bekal yang cukup akan melahirkan sebuah generasi yang cerdas. Realita ini dapat dilihat karena perempuan yang nantinya akan menjadi sekolah pertama bagi seorang anak. Jika ibu memberikan pendidikan awal yang cukup, maka akan dapat terjamin pendidikan anaknya.

Melihat emansipasi yang semakin berkembang, tetapi tetap saja terdapat tantangan yang masih saja berlaku, contohnya meskipun kesetaraan gender antara laki laki dan perempuan dalam dunia kerja mulai diberlakukan, hal yang harus dihadapi yaitu adanya diskriminasi. Dalam media sosial, contoh lain yang dapat dilihat yaitu adanya pelecehan digital terhadap perempuan yang masih sangat sering ditemui dan sulit diatasi hingga saat ini. Oleh karena itu, pembebasan atas perempuan atau emansipasi pada masa modern haruslah dibarengi dengan perlindungan hukum yang adil.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *