Penulis: Nafa’ Kamaliyah

 

Di antara tumpukan buku dan kopi basi

Tersimpan cerita retak di dalamnya

Tentang ayah yang memikul upah harian

Tentang ibu yang menanak asa di tungku bangku

Dan tentang kami belajar mengeja mimpi dengan mata nyalang

 

Pada bentala nan gulita ini,

Ku baca sebuah buku filsafat yang tak sempat menatap langit sore

Aku mengerti teori keadilan,

Namun aku lupa akan sesuatu

Sesuatu yang membuatku berlari lalu tersesat dalam diriku sendiri

 

Ku dengarkan suara dosen seperti mantra yang terekam digital

Berulang-ulang mencatat namun tak benar-benar hadir

Kadang aku berfikir “Apa belajar itu hanya soal bertahan dari semester ke semester?”

Atau memang pada dasarnya begini, belajar namun tak hidup?

Dengan tubuh yang lupa cara untuk bermimpi

 

Tumpukkan buku yang berbicara tentang revolusi

Terselipkan ingatan kecil tentang materi

Dosen bilang “kalian pemuda harapan”

Tapi malam-malam kami gelap tanpa daya

Dan kopi instan yang menggantikan bubur dan bahagia

 

Kampus ini punya gedung yang tinggi

Dan juga wifi yang secepat kilat

Tapi suara mahasiswa masih tenggelam oleh dering absen dan tumpukan birokrasi.

Kami terus belajar meski sering lupa

Apa yang sebenarnya kami cari selain lulus, dan sedikit lega

 

Kelas kami begitu sunyi,

Hanya papan tulis dan kursi kosong

Tapi kepala kami gaduh oleh tagihan semester dan deadline yang menumpuk

Aku tak begitu tahu mana yang lebih penting

Antara nilai sempurna atau tidur yang cucuk untuk esok pagi

 

Di ujung sandyakala

Universitas berdiri di remang senja tanpa suara

Kursinya menangis pelan, meja merintih kesakitan

Dan atapnya meratap debu

Lalu kami bersandar pada doa dan asa

 

Diantara tumpukan jurnal

Ada sebuah asa yang tumbuh layaknya lumut

Melekat dalam dada dan puing-puing mimpi

Universitas benar-benar melepas kami dengan dada yang penuh agni

Dan enigma baru bernama hidup

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *