Gedung Twin-Tower UINSA

Oleh: Baharuddin

Sebagai mahasiswa UINSA, saya agak terkejut saat pertama kali melihat di story wa teman-teman saya yang berstatus aktivis mengenai melonjaknya uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa tahun ajaran 2018-2019 yang melonjak berkali-kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya, ada saja caption dalam setiap story WA itu, mulai dari umpatan, kasihan akan mahasiswa baru hingga beberapa caption lucu yang isinya adalah menghina para pemangku kebijakan yang telah menetapkan UKT tahun ini naik begitu drastis.

Namun disisi lain, sebelum saya mengikuti perkembangan kasus naiknya UKT mahasiswa ini,  saya sempat membaca salah satu majalah yang di terbitkan oleh LPM Ara Aita mengenai sejarah berdirinya kampus UINSA ini. Dimana KH. Romli sebagai salah satu tokoh saksi berdirinya kampus Uinsa ini, beliau mengatakan,”awal mula berdirinya kampus ketika keresahan beberapa ulama terhadap pendidikan pemuda dari kalangan pondok pesantren untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Kalau kita mengacu pada perkatan KH. Romli diatas tentunya apa yang terjadi di Uinsa kali ini sangatlah tidak sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita awal berdirinya kampus ini. dengan UKT yang sebegitu mahalnya, saya kira hanya segelintir santri yang bisa membayarnya, atau jangan-jangan kampus Uinsa kali ini sudah tidak ramah lagi kepada santri. Perubahan sistem yang begitu pesat ini saya kira bermula dari berubahnya nama kampus ini yang dulunya adalah IAIN Sunan Ampel menjadi UIN Sunan ampel surabaya, dimana kampus benar-benar bertransformasi dengan menambah prodi-prodi yang tidak hanya berkutat pada bidang ke-agama-an namun sudah membahas ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ke-dunia-an, bahkan ada rencana akan menambah prodi kedoteran dalam beberapa tahun mendatang.

Akibat dari kebijakan naiknya UKT ini, hari selasa tanggal 22 mei 2019,  Aliansi Organisasi Internal (ORGINT) melakukan aksi tolak UKT mahal dan galang 100 tanda tangan yang bertepatan dengan seleksi ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTKIN) sebagai bentuk protes dari mahasiswa yang merasa terdholimi dengan naiknya UKT ini.

Menurut salah satu sahabat yang juga aktivis di UINSA ketika membahas mengenai jahatnya Uinsa dan ketidakramahannya akhir-akhir ini, ia mengatakan bahwa kampus dalam menetapkan kebijakan naiknya UKT ini benar-benar kelewat batas, ia menyatakan bahwa dia dan sahabat-sahabatnya akan terus melakukan aksi agar kebijakan perihal kenaikan UKT ini bisa ditarik kembali, bahkan kalau perlu dia siap pergi ke KEMENAG untuk mengusut kasus ini sampai tuntas kalau perlu melakukan banding.

Memang benar,  saya tidak terkena imbas akan peraturan naiknya UKT ini, namun sebagai sesama mahasiwa tentunya saya masih punya rasa kasihan akan kondisi adik-adik saya yang akan kuliah di UINSA namun gagal karena terhalang dengan biaya kuliah yang sangat besar. Peraturan naiknya UKT ini adalah peraturan yang sangat kontroversial saat ini yang sangat mungkin menyulut emosi mahasiswa lebih besar lagi jika peraturan ini tidak segera di cabut. Lagi pula para pemangku kebijakan kampus seolah menutup diri akan keluhan mahasiswanya sendiri.

Bukankah kampus adalah institusi Negara yang sifatnya publik. Jika pihak kampus memang berniat baik dalam menyetujui penetapan kebijakan naiknya UKT ini yang katanya ber-skala nasional, maka alangkah lebih baiknya hal ini di komunikasikan dengan mahasiswa agar mereka bisa tahu alasannya, kemudian dana yang melimpah itu mengalir kemana saja dan seterusnya. Saya yakin, jika hal ini tidak segera di lakukan akan menyulut emosi mahasiswa lebih besar lagi sebagai contoh ketika beberapa waktu yang lalu demi mendapatkan informasi saja mahasiswa uinsa harus mengajukan ke komisi informasi (KI) jawa timur.

Ada guyonan dari salah satu teman saat membahas masalah naiknya UKT di UINSA ini bahwa kampus saat ini bukanlah lembaga pendidikan, melainkan perusahaan, bedanya dengan perusahaan yang pada umumnya adalah justru kita yang menggaji para atasan kita bukan mereka yang menggaji kita sebagai orang yang secara struktur berada di atas kita. lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa naiknya UKT ini sangat bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 dimana negara seharusnya bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa, lahhhh jika biaya pendidikan terlalu mahal, kira-kira mahasiswa lebih khusyuk memikirkann pelajaran apa lebih khusyuk memikirkan bagaimana agar kuliahnya tetap bisa dilanjutkan di semester depan? Apa pemangku kebijakan yang menetapkan naiknya UKT tidak memikirkan masalah ini, bahwa semangat pendidikan adalah mencerdaskan, bukan menjadikan lembaga pendidikan sebagai perusahaan elite yang tidak ramah pada masyarakat pinggiran.