Mahasiswa merupakan asset bangsa yang sanggup mengubah wajah bangsa ini menjadi lebih baik. Alaminya seorang manusia tercipta pasti akan berfikir. Proses berfikir merupakan suatu hal yang natural, lumrah dan berada dalam lingkaran fitrah manusia yang hidup.
Saat kita berfikir, seringkali apa yang kita fikirkan itu tidak terarah dan tidak jarang emosional atau terkesan egois. Ini lah yang menjadi problem utama, mengapa seorang manusia tidak bisa berfikir baik dan akan berdampak pada kehidupannya.
Mengapa Mahasiswa? Mengapa mahasiswa harus mempunyai sikap kritis, peka, peduli, dan haus akan informasi dan pengetahuan?. Jawaban dari pertanyaan ini merupakan jiwa atau ruh yang harus disadari dan dimiliki oleh setiap mahasiswa dalam setiap aktivitas yang dilakukan serta sebagai dorongan dan motivasi untuk terus memberikan kontribusi untuk kejayaan bangsa dan negara.
Pertama, mahasiswa sebagai bagian dari regenerasi mempunyai peran dan fungsi yang sangat mulia dalam tataran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Sejarah telah membuktikan bahwa mahasiswa berperan besar dalam membangkitkan semangat kemajuan di bangsa ini.
Peran dan fungsi tersebut antara lain: mahasiswa adalah “iron stocks” atau gudang calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka ditempa dan dididik di perguruan tinggi untuk menjadi seorang calon pemimpin bangsa yang memang nantinya layak mengisi pos-pos tertentu baik sektor pemerintah maupun swasta.
Karena itu, calon pemimpin bangsa tidak hanya sekedar membekali diri dengan kecerdasan pikiran melainkan dengan kecerdasan spiritual agar menjadi pemimpin yang kuat menahan godaan dunia dan jernih dalam berpikir dan bertindak. Mahasiswa adalah “agent of social control”, yaitu pengontrol sekaligus pengevaluasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat (sosial). Selain itu, mahasiswa juga disebut dengan“agent of changes” atau kaum intelektual.
Seseorang yang memiliki kemampuan dan keterampilan tertentu, mempunyai persepsi holistic, artinya mereka mampu melihat, menafsirkan, dan menyimpulkan gejala sosial secara utuh menyeluruh dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Mereka mampu berpikir kritis, kreatif, spekulatif, deduktif, dialektik, dan mereka selalu berpikir kearah perubahan.
Kedua, mahasiswa adalah bagian terbesar dari civitas akademika perguruan tinggi, dimana setiap perguruan tinggi di Indonesia mempunyai tri dharma perguruan tinggi sebagai dasar perguruan tinggi begerak yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Ketiga nilai tersebut juga harus menjadi ruh atau jiwa setiap mahasiswa dalam melakukan setiap aktivitasnya, yaitu mahasiswa harus mempunyai kemampuan mendidik, meneliti, serta mengabdikan diri kepada masyarakat. Begitulah lingkaran peran mahasiswa yang sesungguhnya. Mahasiswa yang hanya mementingkan nilai dan kuliah dikelas tanpa peduli kepada kondisi masyarakat, maka ia belum layak disebut mahasiswa sejati. Mahasiswa yang hanya pandai beretorika di organisasi mahasiswa kampus tanpa pernah menggunakan retorika dan kemampuannya dalam fungsi pengabdian masyarakat, maka sebenarnya mahasiswa itu hanya layak disebut mahasiswa bermulut besar. Seorang yang berfikir kritis akan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang penting dengan baik, dan akan berfikir secara jelas dan tepat. Selain itu, dapat menggunakan ide barunya untuk membuat penyelesaian masalah secara efektif.
Pertanyaannya, bagaimana cara kita membedakan orang yang berfikir kritis dengan orang yang hanya sekedar nyinyir ?. Beberapa hal yang perlu diketahui, orang yang berfikir kritis itu: 1) Akan mampu membuat simpulan dan solusi yang jelas dan relevan terhadap kondisi yang dihadapi, berfikir terbuka dan memiliki asumsi, implikasi dan konsekuensi yang logis. 2) Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks. Dengan disebutkannya ciri orang yang berfikir kritis, maka kita akan lebih mudah untuk menyikapi ataupun menanggapi pendapat yang bermula dari fikiranseseorang. Sekarang ini sedang marak berita tak jelas kebenarannya yang didukung dengan pernyataan yang berdalih “kritis”.
Parahnya lagi, dengan asumsi mahasiswa dituntut harus berfikir kritis, sering kali mahasiswa menyalahartikan tuntutan tersebut. Faktanya banyak sekali mahasiswa yang menyuarakan pendapat sampahnya yang tidak berisi yang sesungguhnya mereka sendiri tidak paham dengan apa yang mereka suarakan.
Ada 2 macam mahasiswa, pertama mahasiswa yang kritis berintelektual seperti ciri yang disebutkan tadi. Mahasiswa yang sangat menyenangkan saat mereka menghujat bahkan terkesan menyalahkan namun dengan menawarkan solusi untuk ketidaksesuaian. Kedua adalah mahasiswa yang bodoh dan sok-sokan berbicara hanya bermodal keberanian saja tanpa dibekali dengan pemikiran matang sebelumnya.
Di Indonesia ini semakin banyak mahasiswa yang seperti itu menamakan mereka mahasiswa kritis yang sebenarnya mereka hanya sekumpulan kaleng kosong yang tidak berguna. Mereka bisa sangat ramai akan hal – hal yang terkadang kurang berguna tapi didalam otak mereka sendiri, sebenarnya hanyalah otak kosong yang dipaksakan karena mereka berasumsi “mahasiswa dituntut berfikir kritis”. Jenis mahasiswa yang kedua bisa disebut mahasiswa anarkis bukan kritis. Mengapa demikian? Karena dengan tidak mampunyai seorang mahasiswa untuk mengontrol emosi dirinya sendiri dan mengambil tindakan tanpa pikir panjang maka sudah bisa disimpulkan itu mahasiswa anarkis.
Lalu mahasiswa idealnya harus bagaimana? Mungkin itu menjadi salah satu pertanyaan yang ada dibenak kalian. Jawabannya adalah, jadilah mahasiswa yang kritis tetapi apatis dan tidak anarkis. Kritis terhadap kehidupan sosial, apatis terhadap anarkis dan agresif terhadap inovasi yang dapat membentuk perkembangan masa yang bermanfaat bagi dunia. (Azizah)