Penulis: Abdullah Dzaky

Editor: Habib Muzaki

 

Kemalasan dalam diri manusia adalah sebuah keniscayaan. Kemalasan sudah mengantarkan begitu banyak manusia kepada kegagalan bahkan kehancuran. Entah itu disadari maupun tidak.

Lalu mengapa kemalasan itu tak kunjung hilang? Salah satunya sebabnya adalah doping yang menyuburkan kemalasan di dalam diri individu. Doping itu adalah zona nyaman atau confort zone. Zona nyamanlah yang menopang kuat istana kemalasan tetap berdiri kokoh. Zona nyaman yang selalu membuat kita stagnan dalam sebuah aktivitas yang melenakan aktivitas positif.

Aktivitas zona nyaman yang membuat individu tidak dapat maju. Bahkan, seseorang bisa berada dalam zona nyaman tanpa disadari zona nyaman tersebut berada di ujung jurang. Artinya, seseorang dalam zona nyaman ini bisa mengantarkannya jatuh dalam jurang tersebut (kegagalan atau kehancuran bagi dirinya).

Seperti seseorang yang setiap hari hanya scroll Tiktok atau sosmed lainnya. Membuang waktu berjam-jam hanya melihat konten yang manfaatnya sangat sedikit dan mereka nyaman akan hal itu. Padahal bisa saja mereka belajar, melakukan aktivitas yang positif atau setidaknya yang bermanfaat bagi dirinya.

Anak kecil yang disuruh belajar oleh orang tuanya tapi mereka enggan melakukannya. Mereka lebih suka bermain karena mereka nyaman dengan itu. Dan, itu terbawa ketika mereka masuk perguruan tinggi.

Ketika diberikan tugas oleh dosen, mereka lebih suka untuk menunda-nunda dan mengerjakannya ketika deadline sampai ke mereka. Bahkan ada yang sampai tidak mengerjakannya. Mereka lebih nyaman menggunakan waktu luangnya untuk bermain dengan teman mereka atau jika sendiri dan lebih suka menonton sosmed maupun film.

Jika melihat realitas dalam dunia perkuliahan, waktu luang untuk belajar dan membaca begitu banyak. Hanya tinggal kemauan, mau atau tidak untuk mengisi waktu luang itu.

Banyak mahasiswa baru (maba) yang mengeluh karena materinya susah dan merasa berat ketika mengerjakan tugas. Apalagi ketika menyalahkan dosen yang mengajarkan materi mata kuliah. Seakan-akan mereka hanya bisa menyalahkan.

Salah satu contoh dalam realitas ini ketika dalam pembelajaran mata kuliah, dosen tiba-tiba tidak bisa mengajar sampai akhir, padahal waktu pembelajaran masih tersisa setengah atau satu jam lagi.

Agar tidak terjadi kekosongan dalam jam pembelajarannya, dosen tersebut memberikan tugas kepada mahasiswanya. Jika menggunakan akal sehat, mahasiswa tersebut harusnya melanjutkan mengerjakan tugas yang telah diberikan. Sehingga bisa menyelesaikan tugas sebelum batas pengumpulan tugas berakhir. Mereka memiliki sangat banyak waktu luang untuk membaca buku atau belajar tentang materi yang diajarkan kepada mereka.

Namun realitanya, sebagian besar mahasiswa menunda mengerjakan tugas tersebut dan lebih memilih melakukan beberapa hal yang unfaedah.

Menunda sebuah pekerjaan itulah sebuah konsekuensi dari kemalasan yang memiliki otoritas dalam diri mahasiswa tersebut. Karena mereka terjebak dalam zona nyaman. Mereka lebih nyaman nonton film, nongki hingga berjam-jam sampai lupa waktu.

Hingga pada akhir batas pengumpulan tugas, mereka baru mengerjakan dan ketika tugas sulit, mereka menyalahkan dosen yang terlalu berlebihan dalam memberikan tugas. Mereka tidak sadar yang mengantarkan mereka sampai ke titik tersebut adalah dirinya sendiri.

Namun, ada sebagian yang tidak bisa dinafikan utuh kesalahan mahawsiswa tersebut. Ada mahasiswa yang mau belajar ketika dosen itu menerangkan hingga akhir pembelajaran. Gairah belajarnya tetap ada ketika dosen tersebut memantau mahasiswanya. Artinya, ketika dosen meninggalkan pembelajaran dan hanya menyisakan tugas untuk mahasiswanya, itu sebuah kesalahan.

Inilah realita, banyak yang terperangkap dalam zona nyaman sehingga kemalasan yang sudah ada dalam diri individu bisa tumbuh subur. Konsekuensi akan hal itu membuat individu tersebut terperosok ke dalam jurang kegagalan.

Meskipun demikian, sebenarnya ada dua obat untuk menghilangkan doping confort zone ini, yaitu dengan mencoba untuk tidak mengomsumsi doping tersebut. Mereka harus memaksakan diri mereka keluar zona nyaman sehingga kemalasan dalam diri mereka surut.

Harus ada tekad untuk meruntuhkan istana kemalasan dalam diri. Niat yang dilanjutkan dengan implementasi agar niat itu tidak hanya terbendung dalam pikiran.

Lalu yang kedua, bangun motivasi dalam diri sebagai alarm ketika kita mulai mengkonsumsi doping confort zone. Intinya adalah sebuah motivasi yang membuat api semangat kembali berkobar.

Dan, yang terakhir dorongan doa, karena semua apa yang kita inginkan, tidak terlepas dari bantuan Tuhan agar keinginan yang kita doakan terwujud.