Reporter : Dennia Shinnenauky Niza, Thoriq Syauqillah

Editor : Moh. Faiqul Waffa

Forma (04/02) – Pemilihan Raya (PEMIRA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) mengalami gejolak setelah Partai Revolusi Mahasiswa (PRM) mengunggah postingan di Instagram resminya pada Sabtu, 1 Februari 2025, dengan tagar #MosiTidakPercaya. Unggahan tersebut menyoroti dugaan kecurangan dan ketidaktransparanan dalam pelaksanaan PEMIRA 2025.

Sesuai postingan tersebut, PRM menyatakan bahwa proses PEMIRA telah dikendalikan oleh kelompok tertentu demi kepentingan tertentu, mengorbankan independensi serta keberagaman suara mahasiswa. “Transparansi telah lenyap dan keputusan menjadi milik kelompok tertentu,” tulis mereka, menekankan bahwa pemilihan ini tidak mencerminkan demokrasi yang sejati.

Ketua PRM, Muhammad Krisna, dalam wawancara menegaskan bahwa meskipun awal pemilihan terlihat baik, banyak masalah muncul selama pemungutan suara.

“Proses pemungutan suara itu kurang terstruktur dan tidak ada kesepakatan yang jelas,” ujarnya. PRM juga mencatat kurangnya transparansi dalam hasil pemungutan suara, di mana suara mereka tidak ditampilkan secara jelas.

Menanggapi protes ini, KOPURWADI selaku penyelenggara turut memberikan tanggapan. Ketua KOPURWADI, Muhammad Balyan Rofiqi menyatakan kebingungan terhadap tuduhan yang dilontarkan PRM. “Transparansi itu tergantung pada bagaimana orang melihatnya. Kami sudah berusaha memberikan data, tetapi masalahnya adalah data pribadi kandidat tidak bisa dibagikan sembarangan,” jelasnya.

Sementara itu, Partai Solidaritas Mahasiswa (PSM) juga menyatakan dukungan terhadap pernyataan PRM. Ketua PSM mengungkapkan bahwa terdapat cacat dalam pengawasan dan sosialisasi teknis selama pemilihan. “Kami meminta adanya pelantikan ini sementara ditunda sampai evaluasi dilakukan,” tegasnya.

Tidak hanya itu, salah satu mahasiswa FUF juga memberikan pandangan skeptis terhadap hasil pemilihan. Mahasiswa dari Prodi Tasawuf Psikoterapi, inisial AD, mengungkapkan keraguan terhadap transparansi pemilihan. Menurutnya, sistem pemilihan online memiliki potensi manipulasi yang tinggi.

“Hasil pemilihan kemarin menurut saya memang kurang transparansi dan juga sangat mudah untuk dimanipulasi karena pemilihannya dilaksanakan secara online” ujarnya.

Gerakan #MosiTidakPercaya ini tampaknya telah mengundang perhatian luas di kalangan mahasiswa, menciptakan diskusi mengenai keadilan dan transparansi dalam proses demokrasi kampus. PRM berharap agar KOPURWADI melakukan evaluasi dan memperbaiki proses pemilihan di masa mendatang, meskipun KOPURWADI menegaskan bahwa mereka telah berusaha untuk transparan.

Dengan situasi ini, PRM mengusulkan agar PEMIRA di masa mendatang dilakukan secara luring dan didahului dengan sosialisasi yang lebih luas demi menjaga kepercayaan mahasiswa terhadap proses demokrasi di kampus.