doc.google

 

Agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan), dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar manusia, serta lingkungannya. Ada banyak agama di dunia, di Indonesia sendiri ada enam Agama yang diakui, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Khonhucu. Dan ada lima  tempat  peribadatan, yaitu Masjid, Gereja, Vihara, Pura, dan Klenteng. Salah satu tempat peribadatan adalah Pura (tempat peribadatan umat pemeluk agama Hindu). Pura sendiri banyak terdapat di berbagai kota atau daerah, salah satunya Pura Jala Siddhi Amertha yang terletak di Jl. Juanda, Semambung, Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Fungsi pura adalah sebagai tempat sembahyang bagi umat pemeluk agama Hindu, namun tidak hanya memiliki fungsi sebagai tempat sembahyang saja, pura juga sering dipakai sebagai sosial budaya, mereka sering mengadakan acara-acara budaya seperti tari-tarian, gamelan, dan lain sebagainya. Pada Pura terdapat beberapa candi sebagai simbol yang memiliki arti tersendiri.  Pertama, Candi Bentar, candi ini adalah gerbang membelah dua, yang artinya  sebelum kita memasuki pura, pikiran kita masih tidak terarah, atau masih memikirkan hal lain selain beribadah, seperti tugas, keuangan atau hal yang lainya. Maka, candi bentar ini melambangkan bahwa pikiran-pikiran masih membelah dua, antara pikiran baik, dan pikiran buruk. Kedua, Candi Gelung atau Puri Agung, candi ini terapat didalam pura, candi ini melambangkan bahwa pikiran yang masih membelah dua akan menyatu, pikiran tersebut hanya mengarah kepada Tuhan.

Dalam Agama Hindu terdapat beberapa konsep, yaitu filsafat, etika, dan upacara. Meurut mereka, Filsafat dan upacara tidak dapat dicampur adukkan dengan pemeluk agama lain. Tetapi, etika itu diperlukan, dan dapat disambugkan dengan pemeluk agama lain saling menghormati, saling mnyayangi, saling memahami, saing gotong royong ketika kegiatan sosial, dengan adanya etika tersbut maka, akan terjalin kerukunan antar umat beragama.

Ada beberapa bentuk toleransi dalam Agama Hindu. Yang pertama, “Bhineka Tunggal Ika”, yang artinya berbeda tetapi tetap satu. Kedua, “Tat Twam Asi”, yang artinya aku adalah kamu, kamu adalah aku. Ketiga, “Wasudewa Kutumbaka”, yang artinya kita semua ini sesungguhnya bersaudara. Keempat, “Trihita Karana”, yang artinya tiga penyebab kebahagiaan. Kelima, “ Tri Kaya Parisudha”, yang artinya tiga perilaku suci. Keenam, “Catur Paramitha”, yang artinya empat sikap mulia dalam pelayanan. Ketujuh, “Panca Satya”, yang artinya lima sikap setia dan janji suci. Kedelapan, “Ahimasa”, yang artinya tidak saling menyakiti sesama makhluk. Kitab Suci dalam Agama Hindu ada dua, yaitu Weda Sruti, kitab tersebut bagi mereka adalah wahyu. Dan Weda Smerti, kitab ini ditulis oleh para Maharsi karena kitab sebelumnya terlalu sulit, sehingga para Maharsi membuat kitab yang mudah diplajari yang disebut dengan Smerti.

Didalam Agama Hindu ada beberapa aturan ketika akan memasuki Pura, diantaranya, Ketika memasuki pura di haruskan untuk memakai seunten (ikat indriya), yang artinya pengikat pikiran dan hati. Bagi perempuan yang sedang haid tidak boleh memasuki pura, jika sudah memasuki pura dan sudah memakai seunten maka pikiran harus tertuju hanya kepada ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak boleh memikirkan hal diluar itu. Ada juga Kober, kober adalah simbol bahwa manusia yang memasuki pura tidak boleh sombong.

Tradisi upacara agama Hindu, biasanya didampingi dengan adanya upakara, upakara sendiri adalah sesaji. Bahan yang digunakan untuk sesaji adalah semua jenis daun, bunga, buah, air, dan api. Dalam Agama hindu, mereka dominan menggunakan warna kuning, karena kuning itu, melambangkan suci dan berwibawa, sama halnya dengan warna putih yang melambangkan kesucian. Ibadah dalam Agama Hindu itu, melalui tangga dewa. Yang dimaksud dengan tangga dewa adalah jika mereka beribadah, mereka akan memulai dari yang paling bawah, yaitu dimulai dari menyembah para dewa terlebih dahulu, kemudian yang terakhir mereka menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Jika diamati secera menyeluruh, sebenarnya tradisi yang ada dalam Agama Islam sendiri, terutama Islam Jawa, banyak yang bersumber dari Agama Hindu dan Budha, karena dalam sejarah nenek moyang terdahulu mayoritas beragama Hindu dan Budha, dalam proses masuknya Islam ke Jawa, para ulama mendatangi masyarakat dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Seperti, Doa selamatan kematian 7, 40, 100, dan 1000 hari kematian, yang biasanya digelar ritual keagamaan dengan menyelenggarakan selamatan/kenduri kematian berupa doa-doa, tahlilan, dan yasinan. Sebenarnya tradisi tersebut bermula dari keyakinan Hindu bahwa roh leluhur harus dihormati karena bisa menjadi dewa terdekat dari manusia yang biasanya diadakan selamatan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu. Namun para ulama Islam mengubah tradisi Hindu dengan memasukkan ajaran-ajaran islam ke dalam tradisi tersebut, yang semula selamatan itu dengan menggunakan sesaji, dan menyembah roh leluhur, berubah menjadi membaca doa-doa islam, tahlil, dan yasinan. Dan masih ada beberapa tradisi lain dalam Islam Jawa yang dulunya berasal dari tradisi Hindu, seperti adanya Kenduri dan upacara untuk wanita hamil ( Telonan, Mitoni, dan Tingkepan). Oleh karena itu, sebenarnya tradisi-tradisi dalam Islam Jawa masih mempunyai keterkaitan dengan tradisi Agama Hindu.

 

 

(Imanila Amandasari)