Sumber : google
Oleh Iva Choirunnisa

Menurut UU RI no. 4 tahun 1949, anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21 tahun ditentukan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan social, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia tersebut.
Membahas tentang anak – anak, pasti seringkali diidentikkan dengan karakter polos, lucu, dan memggemaskan yang masih belum tahu apa apa, serta belum bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk, juga mana yang benar dan mana yang salah. Anak – anak adalah cikal bakal penerus keluarga, dan merupakan asset negara sehingga harus dididik dan dirawat dengan baik dan benar agar kelak bisa memiliki karakter yang baik dan tidak memberikan dampak buruk di kemudian hari.
Pada zaman millenium, anak – anak dihadapkan pada berbagai macam tantangan global, salah satunya adalah perkembangan teknologi. Sudah tak asing lagi bagi kita, melihat sekumpulan anak dengan ponsel di genggamannya. Belum afdol kalau belum punya ponsel, begitulah kira kira tanggapan mereka. Fenomena ini terjadi tak lepas karena pengaruh lingkungan, mulai dari tayangan televisi yang mempromosikan ponsel pintar, sekolah yang jauh sehingga membutuhkan ponsel untuk berkomunikasi dengan orang tua, tayangan sinetron yang memperlihatkan kegiatan berponsel ria, sampai para orang tua yang mengizinkan anaknya untuk memiliki ponsel pintar.
Para orang dewasa yang sibuk memainkan ponselnya juga berkontribusi pada anak untuk semakin ingin memiliki ponsel. Sudah banyak kejadian di sekitar dimana para orang tua lalai dalam mengurus anak – anaknya hanya karena sibuk berchit chat ria, memposting kegiatan pada social media, bernostalgia dengan teman lama via WA dan lain sebagainya, sehingga hal tersebut secara tidak langsung memberi tekanan psikologis bagi anak – anak seperti perasaan diabaikan dan peraaan kurang kasih sayang. Hubungan orang tua dan anak pun semakin jauh dan dampaknya anak – anak akan mencari perhatian lain melalui ponsel via social media. Padahal, seperti yang kita ketahui, tidak semua hal di social media adalah hal positif, banyak pula hal hal negative yang mengancam anak – anak seperti penculikan, penipuan, bahkan adanya kasus grup chat komunitas LGBT yang baru baru ini ramai diberitakan. Selain itu, hadirnya ponsel ditengah kehidupan anak – anak, juga berdampak pada produktivitas, mobilitas, dan kehidupan social anak – anak itu sendiri.
Anak – anak yang sering berkutat dengan ponselnya, akan mengalami kelambatan dalam bergerak, sehingga timbullah karakter mager yang secara tidak langsung tertanamkan sehingga semakin banyaklah wabah obesitas yang menyerang anak – anak. Anak – anak yang lebih suka menghabiskan waktunya untuk bermain ponsel, akan mengurangi waktu belajarnya sehingga produktivitasnya pun berkurang, juga mengurangi intensitas interaksinya secara langsung dengan teman sebayanya sehingga kecakapan bergaul dalam dunia nyata pun berkurang.
Dilansir dari laman Republika.co. id, sebuah penelitian menyebutkan, anak – anak yang berhasil mengurangi penggunaan gawai akan meningkat dari segi kemampuan otak daripada yang tidak. Selain itu, menurut majalah TIME dari laman sumber.com, anak – anak yang menggunakan gawai, bakal beresiko mengalami keterlambatan dalam mengekspresilan komunikasi verbal alias speech delay.
Tak pelak, hal tersebut semakin membuat kita mengerutkan kening, dimana sebenarnya peran orang dewasa dalam membangun komunikasi yang baik dengan anak – anak mengenai penggunaan ponsel. Seharusnya, orang dewasa memberi pengertian bagi anak tentang ponsel, batas penggunaannya, mana yang baik dan buruk tentang ponsel dan segala isinya. Pemerintah pun sebaiknya turut andil, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang bahaya ponsel untuk anak usia dini, dan lain lain.

Dilansir dari laman www.health.detik.com ada 5 cara yang bisa dipraktekkan orang dewasa untuk mengurangi kecanduan gawai pada anak anak, diantaranya :
Berhenti terus menerus menggunakan ponsel

Orang tua pasti khawatir jika anak-anak atau remaja tidak bisa melakukan kegiatan penting–seperti belajar atau membaca– dengan benar karena terganggu oleh ponsel. Padahal, anak menjadi kecanduan ponsel karena sering melihat orang tua memainkan ponsel.

Jika ingin anak terbebas dari kecanduang ponsel maka terlebih dahulu orang tua harus membebaskan diri mereka dari ponsel. Gunakan ponsel dengan seimbang dan waspadai jika anak mulai ‘sakau’ jika dijauhkan dari ponsel.

2. Menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak

Anak-anak selalu belajar dari orangtua mereka. Jika orang tua tak pernah mengalihkan perhatian dari layar gadget, anak akan mengira bahwa terus menerus terpaku pada layar gadget adalah kebiasaan yang dapat diterima. Jika ingin anak terlepas dari kecanduan ponsel, cobalah untuk menyingkirkan ponsel ketika sedang makan bersama atau ketika sedang bersama anak-anak.

3. Mendorong anak untuk aktif di berbagai kegiatan

Dorong anak untuk mengembangkan hobi yang tidak membutuhkan telepon seluler, ponsel pintar, iPAd, atau gadget sejenis. Solusi terbaik untuk mengatasi anak yang kecanduan ponsel adalah dengan mengikutsertakan mereka ke dalam kegiatan positif seperti klub berenang, bulu tangkis, tenis, bela diri, golf, senam irama, atau menari. Pastikan juga untuk membawa serta anak-anak jika ada kegiatan masyarakat yang sedang dilangsungkan.

4. Membuat batasan waktu

Game pada ponsel memiliki daya tarik tersendiri untuk anak. Jadi, biarkan anak memainkannya sekesekali. Tetapi, anak harus diingatkan mengenai batasan waktu bermain game. Sebab tanpa pembatasan waktu dan pengaturan yang ketat, anak bisa menjadi pecandu ponsel.

Trik mudah untuk mencegah kecanduan itu adalah dengan memberikan batasan waktu bermain game dan memasang alarm sebelum anak memainkan game-game itu. Berikan peringatan secara berkala ketika waktu bermain hampir habis, misal sepuluh atau lima belas menit sebelum waktu habis. Jika waktu bermain game telah habis, beri anak sedikit jeda untuk menyimpan permainan.

5. Tidak memberikan ponsel saat anak masih terlalu kecil

Cara terbaik untuk mengatasi kecanduan ponsel pada anak ialah dengan tidak memberikan mereka ponsel pribadi sebelum mencapai usia 16 tahun. Pada usia itu, anak lebih matang dan telah mengatahui sisi positif atau negatif dari ponsel. Pada usia itu anak telah memiliki bekal yang cukup dan lebih siap untuk menjelajahi keajaiban teknologi.