Oleh: Fadya

Aku terbangun dari tidurku yang nyenyak ketika mamaku memanggil ku dengan keras. “Feliciaaa!”

Aku pun menjawab, “Iya, Maaa, ini udah bangun.”

Aku bergegas memasuki kamar mandi dan berpakaian rapi untuk masuk sekolah. Kebetulan saat itu motorku lagi di bengkel jadi mau tidak mau harus jalan kaki, sedangkan perjalanan menuju sekolah memakan waktu 30 menit jika memakai motor, dan satu jam lebih jika jalan kaki. Aku berlari karena tertinggal bus menuju sekolah. Ya, waktu tinggal 15 menit lagi sebelum gerbang sekolah ditutup dan aku masih di perjalanan dan yakin tidak akan terlambat karena lokasiku sudah lumayan dekat, namun aku melihat nenek-nenek yang tengah membawa belanjaan berat. Kutinggalkan dia karena tak ingin terlambat, namun aku merasa iba dan aku menoleh ke arah belakang dan melihat nenek itu meletakkan barang bawaannya sambil mengusap keringatnya. Aku pun merasa iba dan memutuskan untuk kembali membantunya.

“Nek, mau ke mana?” tanyaku yang membuat nenek itu terkejut.

“Mau pulang, Cu.”

“Memangnya Nenek dari mana? Kenapa membawa barang seberat ini sendiri?” tanyaku yang kemudian dijawab senyuman, “Nenek dari pasar, belanja yang banyak, nenek tidak bisa belanja setiap pagi karena itu akan melelahkan ditambah nenek tak punya banyak uang untuk menaiki angkot.”

“Nenek punya cucu?” tanyaku, dan nenek itu menggeleng. “A nak?” Nenek itu tetap menggeleng. Aku pun menghela napas dan hendak mengeluarkan uang dari dompet agar nenek itu bisa diantar alat transportasi lainnya, namun saat ku cek tas dan kantongku, aku sadar bahwa dompetku tertinggal di rumah karena terburu-buru. Apa yang harus ku pilih? Sedangkan hari ini adalah hari terakhir pendaftaran beasiswa luar negeri. Nenek itu kembali mengangkat barang-barangnya yang kemudian ku bantu.

“Di mana rumah Nenek?” tanyaku.

“Jauh, Cu, kamu pergi ke sekolah saja nenek tidak apa-apa.” Dan akhirnya aku pun memutuskan untuk membantu nenek itu pulang meskipun kehilangan kesempatan terakhirku untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri.

Di perjalanan, aku berjalan sambil mendengarkan lagu Spring Day dari BTS dan berharap bisa bertemu dengannya di suatu hari nanti. Tanpa ku sadari, nenek itu terus memerhatikan ku dan tersenyum.

“Masih jauh, ya, Nek?” tanya ku sambil membawa keranjang yang berisi buah dan sayur yang lumayan berat.

Setelah perjalanan panjang, akhirnya sampai di rumah nenek itu dan mempersilakan aku masuk dan memberikan ku secangkir teh. Aku melamunkan kejadian hari ini karena baru pertama kali aku bolos sekolah dalam hidupku dan nenek itu menyodorkan beberapa toples yang berisi biskuit dan kacang-kacangan. Aku menghela napas panjang.

“Maafkan Nenek, ya, Cu, karena Nenek kamu jadi tidak bisa masuk sekolah,” ujar nenek dengan sedih kemudian aku pun tersenyum. “Tidak apa-apa kok, Nek,” jawab ku santai meskipun sebenarnya gelisah.

“Kalau boleh, sekali lagi Nenek ingin minta tolong padamu. Boleh?” tanya nenek itu tersenyum ramah.

“Boleh, Nek, apa?”

“Tolong tuliskan tiga keinginanmu di buku ini?”  ujar nenek sambil menyodorkan buku usang berwarna coklat. Aku pun heran, kemudian ku tuliskan tiga keinginanku  yang paling aku harapkan dalam hidup ini dan menyerahkan kembali buku itu. Tiba-tiba ada cahaya putih yang menyilaukan mataku dan aku pun terbangun dari tidurku.

“Oh, hanya mimpi,” ucapku sambil menggelengkan kepala dan mengucek mataku. “Tapi, ruangan apa ini? Kenapa aku ada di sini?”

Mamaku langsung memelukku dengan erat sambil menangis. “Tidak apa-apa, Mama di sini, Sayang. Kamu jangan khawatir!”

“Apa yang terjadi, Ma?” tanya ku bingung.

“Kamu kecelakaan, Sayang, saat membantu seorang nenek menyeberang jalan dan wajahmu… wajahmu…” Mama tidak meneruskan perkataannya yang akhirnya membuatku mengerti dan lemas.

“Aku tahu… Tolong ambilkan aku cermin, Suster.” Kata ku pasrah dan ku lihat wajahku penuh perban. “Apa ini artinya aku tidak memiliki wajahku kembali?” tanyaku pada mama.

“Mama akan carikan dokter operasi wajah terbaik, Sayang, Mama akan lakukan apapun untukmu!” jawab mama meyakinkanku.

“Aku masih belum mengerti apa yang terjadi, kepalak urasanya sakit sekali, sepertinya aku melupakan sesuatu tapi apa itu?”

(BERSAMBUNG…)