Penulis: Layli Nurul
Editor: Habib Muzaki
Di suatu waktu ketika senja mulai muncul, terdengar suara isak tangis seorang gadis dalam perjalanan pulang ke rumah. Suara tangisan itu terasa begitu menyakitkan dan hanya ia tahan dalam kendaraan yang ia tumpangi tuk melewati setiap gang dan lika-liku perasaannya saat itu.
Salsa yang saat itu sangat hancur pulang ke rumah dengan wajah sangat suram dan sedih. Seketika sampai di rumahnya, Salsa melihat ada dua mobil yang tak asing lagi seperti biasanya. Namun, perbedaannya hanya tidak ada suara kegaduhan lagi.
“Salsa pulang…” ucap Salsa sembari berjalan menuju tangga untuk ke kamarnya, namun terhenti oleh ayahnya yang tiba-tiba menarik dan menamparnya. PLAKK!!
“Kau! Tak kusangka kau seorang perundung! Percuma kami membesarkanmu selama ini, a-aku sangat menyesal mempunyai anak sepertimu!” sentak ayahnya dengan sangat marah dan akan memukul lagi gadis malang tersebut, namun terhenti.
“Sudah! Dia putrimu, darah dagingmu, dia juga satu-satunya anak kita, jangan kau memukulnya lagi!” sahut ibunya Salsa dengan bibir gemetar menahan tangis dan menahan tangan yang akan memukul putri kesayangannya itu.
“Lepas! Ini kesalahanmu karena terlalu memanjakannya. Kau tau anak seperti dia itu harus dididik dengan keras agar tidak seperti ini lagi.” bentak ayahnya dengan sangat marah.
“CUKUP!! Cukup, apa kalian tahu apa yang selama ini aku rasakan dan aku alami? Apa kalian tahu peristiwa-peristiwa apa yang selama ini menimpaku sejak aku SMP? Apa kalian tahu betapa menyakitkannya hidup dalam rumah yang tidak ada keharmonisan sama sekali? Dan… apa kalian tidak bisa sedikit saja percaya padaku? Apa kalian tahu apa yang aku rasakan ketika seluruh dunia tidak percaya padaku dan…hiks…dan kalian pun juga tidak mempercayaiku? Ha? Apa kalian tahu ba-bagaimana perasaanku? Apa kalian tahu?” ucap Salsa dengan tangisannya yang begitu menyayat hati, seolah-olah semua derita yang dia alami dia keluarkan semuanya melalui tangisan tersebut.
“Sa-salsa… Haa~aaa.” ucap ayahnya sembari menghela nafas dan duduk terdiam bersama ibunya yang sadar akan kelakuan mereka tidak pernah sekalipun menyempatkan waktu untuk putrinya. Lalu, pembantu yang merupakan orang yang selalu ada untuk Salsa pun menghampiri Salsa dan memeluknya. Salsapun menangis sangat keras, lalu seketika melepaskan pelukan dari bibinya itu dan berlari pergi dari tempat itu.
“Salsaaaaaaa.” Teriak ayahnya yang mencoba mengejarnya namun tak sampai.
***
Di bawah langit yang mulai gelap Salsa berlari menerjang angin yang menusuk seluruh tubuhnya sembari angin itu membawa tangisan Salsa. Seperti biasanya, dia pergi ke danau dan menangis dengan tersedu-sedu.
“Huwaaaaaaa! Aku lelah! A-ku! Ke-kenapa! Ke-kenapa hidupku seperti ini!? KENAPA!?” teriak Salsa tengah menangis melampiaskan segalanya pada angin yang seolah tidak mau mengerti dan menjawab pertanyaannya.
“Salsa? Kamu Salsa Anastasya kan?” ucap seseorang dari belakangnya.
“Ka-kamu?” ucap Salsa yang terkejut sembari mengusap tangisannya.
***
Dalam suasana langit yang sedikit demi sedikit melahap sinar mentari, Salsa dan Nadira duduk ditepi danau. Salsa yang biasanya tidak pernah menceritakan apapun yang selama ini menimpa dan menyakiti hatinya. Seketika Salsa dengan sedikit menangis menceritakan semuanya pada Nadira.
“Sal, kamu tahu kan ini adalah tempat pertama kita bertemu? Salsa dari kisahmu, kamu pasti sangat terluka.” ujar Nadira dengan menatap lembut Salsa, “Tapi Sal, hidup itu tidak ada yang berjalan dengan lurus, semua kehidupan di dunia ini telah diatur, dan setiap hal yang kita alami itu sudah ditentukan sesuai dengan kemampuan kita dalam mengahadapinya. Salsa, di dunia ini ada banyak orang yang bahkan memiliki kehidupan lebih buruk daripada kamu.” ucap Nadira.
“Ta-tapi apa aku salah jika aku hanya ingin terlihat baik-baik saja dan memiliki teman? Memang aku salah karena aku seorang perundung dan melampiaskan semuanya di jalan yang salah. Ta-tapi apa aku salah jika aku hanya ingin dimengerti? A-aku lelah.” ucap Salsa dengan sedikit menangis.
“Tidak, kamu tidak salah kok Sal. Tapi, kamu tahu nggak bagaimana perasaan orang-orang yang berusaha mengerti dirimu?” ucap Nadira dengan menatap Salsa lagi. “Hei lihatlah, senja mulai menghilang.” ucap Nadira sambil menunjuk langit dan Salsa pun ikut menapat langit.
“Sal, pernahkah kamu berpikir tentang seperti apa hari yang kamu lewati setiap kamu berjalan ke rumahmu? Pasti ada hal menyenangkan dan menyedihkan bahkan yang memberatkan hatimu kan? Apapun yang terjadi kamu juga tidak menceritakannya pada siapapun dengan tujuan agar mereka atau orang-orang di sekitarmu tidak khawatir. Lalu setiap rasa sakit itu kamu tutupi dengan senyumanmu atau dengan sikap dinginmu itu, dan terkadang kamu berbohong terhadap beberapa hal yang mengingatkanmu pada rasa sakitmu itu. Hubungan antar manusia itu memang merepotkan, tapi apakah kita yang merupakan makhluk lemah tidak membutuhkan seseorang? Sal, jangan semuanya kamu pendam dalam hatimu ya? Sal coba deh kamu sedikit terbuka, dan coba kamu bercermin, kamu istimewa, kamu bisa melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh beberapa orang seperti aku. Kamu bisa sekolah, punya banyak teman, dll. Tapi aku, aku nggak bisa merasakan itu semua Sal, hidupku nggak lama lagi karena penyakitku ini, hidupku tidak sampai hari kelulusanmu nanti. Sal, coba deh kamu syukuri apapun yang terjadi dan berusaha selalu menjadi orang baik. Dan coba pahami dirimu sendiri itu seperti apa, agar kamu bisa menjadi dirimu sendiri.” ucap Nadira yang menatap Salsa sambil tersenyum tulus. Dan, Salsa yang menatapnya pun tersentuh sembari meneteskan air mata harunya.
“Hey lihat! Senja telah menghilang dan langit hitam berubah menjadi gelap yang dihiasi titik garis yang terbentuk dari bintang-bintang. Begitu indahnya bukan? Jangan pernah berhenti berusaha dan berharap untuk menjadikan setiap hari adalah hari yang menyenangkan. Jika hari ini berjalan buruk, maka percayalah besok adalah hari yang baik.” ucap Nadira dengan senyumnya itu dan Salsa hanya bisa menatapnya.
“Terima kasih.” ucap Salsa pada Nadira. Dan, Nadira yang mendengar itu membalasnya dengan senyuman.
***
Setelah banyak hal yang terjadi dihari itu dan atas nasehat dari Nadira, Salsa berubah menjadi gadis yang ceria dan baik hati seperti dulu. Kamar dan rumah yang begitu suram tanpa warna, sekarang seolah dipenuhi dengan beribu warna dan terasa hangat. Suasana keluarga sekarang juga mulai membaik, tak ada pertengkaran dari kedua orang tua Salsa, walaupun Salsa sekarang tidak sekolah, tetapi dia tidak menyerah dalam hidup dan tetap berusaha meraih apapun impiannya. Di balik jendela kamar Salsa yang tengah merenung dan tersenyum bahagia…
“Tok tok tok,” suara pintu diketuk. “Non, ini ada bingkisan dari seseorang Bibi taruh depan pintu ya, Bibi masih ada kerjaan lain soalnya.” ucap pembantunya di balik pintu.
Lalu Salsapun membuka bingkisn itu. Dalam bingkisan tersebut terdapat lukisan sekolahan dan suasana sekolah yang menyenangkan serta terdapat Salsa didalam lukisan itu. Salsapun terharu dan membuka surat yang ada dalam bingkisa itu.
Halo Salsa! Apa kabarmu? Semoga hari ini berjalan dengan baik. Aku Adela teman sekelasmu yang kamu sebut sebagai gadis kacamata. Sal sebelumnya maaf yaa aku mengirim bingkisan ini, aku cuma ingin kamu dapat mengenang peristiwa baik yang ada di sekolah. Dan, maaf juga aku tidak bisa ikut investigasi saat kamu ada masalah, jika aku bisa pasti kamu akan baik-baik saja, maaf ya. Dan, sekarang Yura sama Lisa sudah mendapatkan balasan yang setimpal. Tapi kenapa kamu tidak mau kembali ke sekolah? Apa kamu marah sama kami? Maaf ya.
Mmm, sudahlah yang berlalu biarlah berlalu. Sal semoga kamu berhasil dalam ujian besok. Dan sebenarnya apapun yang kamu lakukan padaku dulu, aku tahu bahwa kamu pasti mempunyai alas an yang tidak bisa diungkapkan, jadi kamu jangan merasa sendirian lagi. Karena ada aku yang akan selalu mau berteman denganmu.
Tertanda,
Gadis Kacamata.
Salsa terharu membaca surat dari Adela yang ternyata selama ini tidak pernah marah padanya atas sikap dan apapun yang pernah Salsa lakukan padanya.
***
Hari kelulusan pun tiba, Salsa memang tidak sekolah, tapi dia ikut ujian paket C, sehingga dia tetap mempunyai ijazah. Semua juga telah membaik dan berjalan dengan sangat baik. Namun dihari kelulusan itu dia mendapatkan surat terakhir dari Nadira yang dititipkan pada kakak laki-lakinya Nadira untuk diberikan pada Salsa di tepi danau, karena mereka sudah berjanji untuk datang ke tepi danau saat hari kelulusan Salsa, namun Salsa tahu Nadira tak akan datang, tapi dia yakin bisa melihat sosok Nadira di danau itu.
Salsa ketika menerima surat itu diberitahu kakak Nadira bahwa Nadira telah tiada tepat sehari sebelum pengumuman kelulusan Salsa. Dan, Salsa hanya bisa mencoba menahan air matanya. Setelah kakak Nadira pergi, Salsa membaca isi surat itu sembari menangis.
“Nadira, terima kasih, terima kasih karena telah menasehatiku. Dan, kamu tahu, sekarang hidupku memang benar-benar membaik, tak ada pertengkaran lagi di rumah, aku juga menjadi lebih bersyukur dan aku memiliki teman yang benar-benar peduli sekarang selain kamu. Terima kasih Nadira Faranisa.” ucap Salsa dengan tersenyum sambil menatap langit senja.