Penulis: Layli Nurul
Editor: Sabitha Ayu Nuryani
Bugh! Terdengar suara kegaduhan di balik ruangan yang begitu dingin dan kotor untuk dijadikan sebagai tempat berbincang.
“Arrggghhhhhh… Apa salahku!? Ke-kenapa kalian selalu seperti ini terhadapku? Ki-kita kan teman? Hiks… hiks… hiks…” teriak Salsa dengan suara isaknya yang terasa begitu menyakitkan.
“Apa? Teman? HAHAHAHAHAHA… Lihatlah, kalian dengar itu?” ucap ketua dalam geng tersebut. Seluruh anggota geng hanya tertawa mendengar perkataan gadis itu. Lalu gelak tawa yang jahat itu kemudian terhentikan oleh ketua geng yang menjambak rambut gadis tersebut dengan kuatnya.
“Hey! Yaaa… Gue akui lu kaya, tapi lu itu terlihat begitu menyedihkan dan lu itu nggak sebanding dengan kita. Terus lu tanya kenapa kita selalu seperti ini? Ya tentunya karena kita ingin bermain-main dengan lu, supaya lu nggak kesepian. HAHAHAHA, dan lu bilang kita teman? Heh, ngaca dong, ngaca!” sentak ketua geng itu dengan tawa kejam dan senyum yang menyeringai.
Lalu ketua geng tersebut melepaskan jambakan itu dan mendorongnya dengan kuat sampai terbentur tembok, dan gadis tersebut hanya menangis sambil menundukkan kepala dan duduk di lantai yang begitu dingin dan kotor.
“Ayo kita tinggalkan dia.” ucap ketua geng dengan mengajak anggotanya untuk pergi dari tempat yang kumuh itu. Setelah mereka semua pergi dari ruangan yang biasa disebut sebagai toilet itu, Salsa bergumam, “Hiks… hiks… hiks… Jika jadi kuat dan jahat mampu membuatku tidak tertindas lagi, hiks… maka aku akan menjadi gadis seperti itu… Lihatlah! Aku Salsa Anastasya tidak akan pernah lagi menjadi lemah seperti ini.” Tangannya mengepal seperti menyimpan beribu dendam pada seseorang dengan tangisan serta tawa yang sedikit jahat.
***
Suasana dingin dari kamar begitu suram, tak ada cahaya ataupun warna dalam kamar tersebut. Terdapat seorang gadis yang begitu cantik dan manis tengah tertidur di atas ranjang yang terasa menyiksa, lalu…
“Hahhh…” ucapnya, dalam keadaan tersentak dari tidur seperti seseorang yang telah mengalami mimpi buruk. “Huuh, mimpi itu lagi, masa laluku, ehhh, sesak sekali dadaku, ohh astaga.” gumamnya dengan ekspresi syok dan menepuk-nepuk dadanya.
“Salsa… Lu Salsa Anastasya, lu nggak boleh lemah, jangan hanya karena mimpi ini lu jadi mengingat masa kelam lu dulu. Huuh, lu harus segera bersiap ke sekolah, karena ini tahun kedua lu di SMA. Biarlah masa SMP lu jadi kenangan, dan lu pastinya rindu dong dengan teman-teman SMA lu, terutama dengan dia. Gadis kacamata yang sangat imut.” gumam Salsa lagi dengan senyum menyeringai. Lalu Salsa pun turun dari kamarnya dan bergegas berangkat sekolah.
“Non, ini HP-nya tertinggal di atas meja.” ucap seorang pembantu yang ada di rumah tersebut.
“Oh, oke, Bi, terima kasih. Salsa berangkat dulu.” ucap Salsa dengan dinginnya.
“Baik, Non, hati-hati di jalan dan jangan mengebut.” ucap pembantu tersebut dengan senyum hangatnya. Salsa pun langsung keluar tanpa membalas senyum dari sang bibi dan bergegas masuk ke dalam mobilnya untuk pergi ke sekolah. Sementara itu…
Nona Salsa, Nona memang telah berubah, andai saja Nona mau menjadi diri Nona yang sebenarnya dan lebih bisa mengekspresikan perasaan Nona, ucap pembantu tersebut dalam hati.
***
Suasana sekolah terasa begitu menyenangkan. Terlihat banyak anak yang tengah berlari ke sana ke mari dengan gelak tawa yang membahagiakan. Senyuman, canda, dan tawa ini tersebar di seluruh sekolah. Namun, mungkin tidak semua tersebar sampai pelosok sekolahan. Terlihat seorang gadis yang sangat imut dan manis tengah duduk melukis di teras depan kelasnya tentang betapa indahnya suasana saat sekolah. Dia bernama Adela, salah satu kandidat pelukis terbaik di sekolahnya. Lalu dari jarak yang tak begitu jauh terlihat dua orang gadis tengah berjalan dan mencoba menghampiri Adela. Namun, tiba-tiba…
“Woy… Eh, ada si culun.” ucap seseorang yang sengaja menyenggol bahu Adela dengan kuat dan langsung duduk di sebelahnya.
“Eh, lihat, dia ngelukis lagi dong, hahahaha, lihat deh, Lis!” ucap salah seorang temannya yang sedang berdiri dan menyahut lukisan itu, lalu diberikan pada temannya yang tengah duduk di sebelah Adela itu.
“Wowowowwo, gambar sekolah, sombong, yaaa. Mentang-mentang dipilih jadi kandidat pelukis terbaik aja, tiap hari ngelukis… HAHAHAHA.” gerutunya dengan melempar buku gambar yang ia pegang tadi ke muka Adela, dan berdiri meninggalkannya. Adela hanya diam dan memungut buku gambar yang robek-robek karena lemparan tadi. Dan seperti yang terlihat, dua gadis tadi adalah Lisa dan Yura yang merupakan perundung di sekolah tersebut.
***
Setelah perjalanan beberapa menit, akhirnya Salsa sampai dan segera turun dari mobilnya. Dari kejauhan, terlihat kedua temannya yang melihat Salsa tiba di parkiran dan langsung menghampirinya.
“Ohh, haloo.” ucap mereka dengan kompaknya.
“Eii, Lisa, Yura. Kaget gue, gimana kabar kalian ni?” tanya Salsa.
“Baik banget dong, ya kan, Yur?” jawab Lisa.
“Iya, baik banget dong, Lis, dan lu?” sahut Yura.
“Gue juga baik, yuk sambil jalan.” jawab Salsa dengan menggandeng kedua temannya itu.
Mereka pun berjalan di lorong-lorong sekolah sambil berbincang-bincang ringan.
“Eh, Sal, tadi pas kita mau jalan ke parkiran kita liat Adela, itu si culun yang biasa lu sebut gadis kacamata, hahahaha.” ucap Yura.
“Ooo, dia, terus kalian apain dia? Gue harap kalian melakukan hal yang baik pada gadis tersebut.” sahut Salsa.
“Ooo, tentu saja dong, kita tadi ngajak dia ngobrol dikit, sambil lihat dia gambar, terus kita ambil gambarannya dan kita puji kalo gambarannya itu … sangat konyol, hahahaha, terus gue lempar tu gambaran tersebut ke mukanya langsung, hahahaha.” sahut Lisa.
“Hmmm, kalian … luar biasaaa! HAHAHAHAHA, andai gue ada di sana, pasti lebih seru nanti.” gerutu Salsa.
Mereka pun tertawa bersama-sama. Ya, mereka adalah geng perundung yang paling ditakuti di sekolah. Tak ada satupun yang berani melawan mereka, bahkan para guru pun lelah dan kewalahan menghadapi mereka.
“Eh, gimana kalau nanti setelah pulang sekolah, dia kita bawa ke tempat itu, terus kita lakuin hal yang biasanya kita lakuin pada dia, hahahaha.” ucap Yura dengan senyum menyeringainya.
“Ayokk!” jawab Salsa dan Lisa dengan penuh semangat.
Seperti biasanya, sekolah terutama kelas yang dihuni oleh gengnya Salsa yakni kelas 11 B terasa bagaikan neraka. Tidak ada satupun anak yang tidak mereka kerjai atau mereka rundung. Kecuali ketua kelas yang dingin tersebut. Hari-hari di sekolah yang harusnya menyenangkan dan penuh kenangan manis, berubah menjadi kenangan buruk yang tentunya dapat menyebabkan trauma pada seseorang. Setiap harinya bahkan setiap detiknya mereka-mereka yang berurusan dengan geng Salsa tidak akan pernah merasakan hari-hari damai di sekolah.
Seperti halnya kejadian yang mereka lakukan setiap pulang sekolah pada Adela, merundungnya di toilet yang kumuh bahkan meyiramnya dengan air yang diisi di bak sampah toilet tersebut. Begitu menyedihkan dan menakutkan jika dibayangkan. Namun, Salsa sebagai ketua geng, apakah dia memang orang yang benar-benar jahat dan tak punya hati?
***
Sepulang sekolah, seperti biasanya Salsa pulang larut malam untuk bersenang-senang dengan temannya terlebih dahulu, dan tentunya mereka selalu membawa baju ganti. Begitulah kehidupan gadis nakal SMA yang dikenal sebagai perundung di sekolahnya. Lalu, sesampainya Salsa di rumahnya, ia melihat dua mobil tak asing di rumahnya dan suara kegaduhan yang terdengar sampai luar rumah, dan Salsa pun masuk ke dalam rumahnya tersebut.
“Salsa pulang…” ucap Salsa sembari berjalan menuju kamarnya.
“Kau! Anak nakal! Dari mana saja kau jam segini baru pulang?! Masih pakai rok sekolah pula! Kapan kau berubah! Dasar anak tak tau diuntung!” ucap sesosok laki-laki yakni ayahnya Salsa yang dulunya sangat dia banggakan, namun sekarang tidak lagi.
“Kamu! Mau mengalihkan topik?! Kamu yang seharusnya aku tanya! Kamu dari mana?! Kenapa ada bekas bibir di kerah pakaianmu itu?! HA! KENAPA?!” teriak seorang wanita dengan tangis yang menyakitkan yakni ibunya Salsa. PLAKK! Tangan kuat itu menampar pipi seorang istri yang lemah. Lalu wanita itu pun terjatuh sambil memegang pipinya yang merah bekas tamparan suaminya itu.
“Kamu!!! Menamparku?! Tega kamu!!” teriaknya dengan bibir yang gemetar.
“Sudahlah! Lebih baik aku keluar!” sentak sang ayah dengan marahnya dan meninggalkan permasalahan tanpa menyelesaikannya dulu.
“Kamu mau ke mana HA?!” teriak sang ibu dengan tangisan yang tak dapat mengejar suaminya itu. Dan Salsa, dia hanya diam tanpa menangis ataupun kasihan terhadap ibu maupun ayahnya. Lalu Salsa langsung menuju kamarnya, membersihkan diri dan tidur. Begitulah kehidupannya selama ini, dan itulah salah satu alasan yang membuat warna yang indah hilang dalam kehidupannya. Namun, apakah warna yang dulu selalu menemani hari-harinya tidak akan pernah kembali?
***
Esoknya, di pagi hari, dia pergi jalan-jalan sembari menghirup embun pagi yang perlahan menerpa tubuhnya. Dan seperti biasanya, dia menuju ke suatu tempat yang sering ia kunjungi, yakni danau tersembunyi, hanya Salsa yang sering mengunjungi danau tersebut. Tempat itulah yang menjadi satu-satunya tempat dia merenung dan menenangkan pikiran. Ketika dia tengah duduk bersandar di bawah pohon sambil menutup mata dan menikmati semilir angin yang perlahan menerpa tubuhnya itu, terdengar suara dari alunan pianika yang begitu tenang. Namun seketika, ia tersadar bahwa ada orang lain selain dia di tepi danau itu. Salsa pun langsung membuka mata dan ia melihat ada seorang gadis dengan mengenakan dress putih yang indah, sehingga terlihat bagai bidadari. Dalam hatinya, Siapa dia? Ketika alunan dari pianika itu telah selesai, tiba-tiba…
“Arrgghhhh… Serangga! Serangga!” teriak Salsa dengan histerisnya.
“Hahahaha.” ucap gadis itu dengan tawa lirihnya melihat sikap Salsa.
“Hei, kau! Kenapa kau tertawa? Jangan tertawa. Ish!” sahut salsa dengan sedikit galak dan tetap menahan rasa malunya.
“Hmmm, aku Nadira Faranisa, kamu?” sahutnya dengan senyum manis dan hangatnya.
“Gu-gue Salsa Anastasya.” ucap Salsa dengan rasa yang sedikit gugup.
Begitulah pertemuan pertama antara Salsa dengan Nadira.
***
Di suatu tempat dengan suasana kelas yang ramai saat jam setelah istirahat, terdapat seorang gadis yang tengah duduk terdiam merenung di bangkunya, sembari disinar cahaya dari luar jendela yang menerpa wajah cantik gadis tersebut. Lalu…
“Hayo! Mikirin apa tu? Sampai ngelamun kayak gitu, hmm hmm.” ucap Yura dengan sedikit menggodanya.
“We… we… Salsa, lu kenapa hayo, mikirin cowok, ya? Huuu… hayoo.” tambah Lisa dengan sedikit menggodanya.
“Ish! Sembarangan, gue tu lagi berhalusinasi, lagi gabut aja, makanya gue berhalusinai, hehehehe.” sahut Salsa.
“Jawaban yang sangat tidak logis, Bung. Hmmm, serah dah.” sahut Lisa.
Namun, dalam hati Salsa, dia memikirkan gadis yang bernama Nadira itu. Dia penasaran atas sikap gadis itu yang tak pernah marah ataupun takut dalam merespons Salsa yang tampak galak itu.
“Lu nggak takut atau terluka sama gue, ha?!” sentak Salsa dengan ketusnya.
“Mmmm, biasa aja sii… Jadi, apa kamu mau berteman denganku?” ucap Nadira dengan senyumannya itu. Tanggapan Nadira dalam merespons Salsa inilah yang membuatnya memiliki kesan berbeda dalam hati Salsa.
***
Setiap pulang sekolah biasanya Salsa bermain dengan temannya, namun sekarang dia seringkali menolak ajakan temannya tersebut. Dia selalu beralasan ada hal lain yang sangat penting harus ia kerjakan, yaitu menemui Nadira. Karena pertemuan pertama yang sangat berkesan itu, seolah Nadira tau apa yang dipikirkan dan dirasakan Salsa padahal dia tidak mengatakan apa pun, hal itu membuat Salsa penasaran dan merasa ingin lebih tahu lagi tentang gadis tersebut. Begitulah perasaan seorang gadis yang selama ini mendambakan kasih sayang, rasa perhatian, dan pengertian seseorang terhadapnya.
Hingga akhirnya selama beberapa bulan sampai tahun ketiga SMA, dia tidak pernah lagi bertemu gadis tersebut. Entah kemana gadis tersebut tidak pernah lagi terlihat di danau itu, atau dia memang jarang ke tempat itu karena suatu hal, atau dia memang tidak pernah ke danau itu namun tanpa sengaja menemukannya di hari itu dan ketika melihat Salsa dia jadi tidak ingin pergi ke sana lagi. Hanya itu yang terus berputar-putar di dalam pikiran Salsa dan membuat temannya pun penasaran.
“Oii, lu kenapa? Banyak pikiran amat? Beban hidup lu banyak banget ya?” tanya Yura.
“Sembarangan! Yaa, lagi banyak pikiran aja sii.” jawab Salsa.
“Ooo, karena ortu lu kah? Udah, gue kan pernah bilang, nggak usah peduliin, kita seneng-seneng aja, terus kita ngerundung anak-anak, dan jangan lupa rokok, lu kan nggak pernah ngerokok sama kita, yukk ngerokok nanti pulang sekolahh, hmm hmm.” ucap Lisa.
“Hmm, nggak dulu deh, gess, gue mau langsung pulang aja.” jawab Salsa.
“Ooo gitu, lu berubah, Sal! Lu kenapa sii!? Lu kenapa jadi kek gini, ha!? Lu udah nggak pernah lagi gabung sama kita, tiap hari cowok-cowok yang kita godain selalu nanyain lu, dan lu sok-sokan jual mahal nggak mau disentuh bahkan sekarang dah nggak mau lagi gabung sama kita, ngerugiin banget si lu! Ooo, atau lu emang dah nggak kek dulu lagi, perundung yang kejam, lu jadi mental tikus ya sekarang, ha!? Sia-sia kita masukin lu dalam geng kita dan jadiin lu ketuanya. Dasar cewek culun!” sentak Yura ketusnya.
“Maksud lu apaan, ha?!” jawab Salsa yang awalnya duduk di bangkunya menjadi berdiri sembari memukul mejanya. “Berani lu bicara kek gitu sama gue, ha!? Kalo nggak tau apa-apa tu diam aja, nggak usah nyocot!” sentak Salsa.
“Weee, slow aja, Sal, lagian yang dibilang Yura tu bener, lu dah berubah dan lu emang jadi beban di geng kita! Terus lu tadi bilang kalo kita nggak tau apa-apa, kita tau, lu cewek culun kan? Lu bermuka dua! Lu aslinya bukan cewek perundung dan lu pura-pura jadi cewek perundung, lu kira kita nggak tau, ha!?” sahut Lisa dengan ketusnya.
“Terus apa lagi yang kalian tau, ha!? Dan ngapain kalian temenan sama gue, ha!? Jadiin gu-gue ketua geng kalian pula.” tanya Salsa dengan bibir yang bergetar menahan tangis.
“Kita tau itu aja sii, kan emang itu aja, dan juga lu inget kejadian di toilet pas lu SMP dulu, hahahaha, lu tau mereka-mereka masuk penjara gara-gara lu, dasar cewek culun!” jawab Yura dengan ketusnya sembari mendorong Salsa hingga terjatuh ke lantai.
“Dan lu tanya kenapa kita temenan sama lu? Heeeiii! Sadar, Mbak! Kita nggak pernah bener-bener temenan sama lu! Kita cuma manfaatin lu yang kaya dan cantik ini buat bersenang-senang. Udah berkali-kali kita coba ngerusak lu, tapi lunya tetep kekeuh nggak gampang dirusak!” sahut Lisa dengan menunjuk-nunjuk ke dahi Salsa.
“Kalian! Br*ngs*k! Kalian manfaatin gue selama ini!? Dan kalian bohong! Gu-gue nggak seperti yang kalian maksud, da-dasar pembohong!” ucap Salsa dengan bibir yang gemetar.
“Hahahaha, kita bohong? Lu nggak tau kita siapa?” sahut Yura dengan senyum sinisnya.
“Kita itu, saudara dekatnya Audi, Clara, dan Sinta, HAHAHAHA.” ucap Lisa dengan senyum menyeringai.
“A-apa!?” ucap Salsa yang sangat terkejut.
“Terkejut kan lu, HAHAHAHAHA!” ucap Lisa dan Yura.
“KALIANN!!” sentak Salsa yang marah dan langsung melawan mereka. Seketika kelas yang tadinya baik-baik saja menjadi sangat gaduh dan pada akhirnya mereka bertiga berakhir di ruang kepala sekolah, sebab guru BK sudah kewalahan mengurus mereka. Dengan permasalahan besar ini, Salsa tidak begitu terluka parah tetapi Yura dan Lisa terluka sangat parah. Hal itu membuat kepala sekolah sangat geram dan mencoba tenang untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa juga mereka dicap sebagai perundung, karena dengan kejadian itu semua terungkap, guru-guru yang awalnya tidak tahu bahwa mereka adalah perundung menjadi mengetahuinya.
Pembelaan pertama dari Yura dan Lisa, mereka memanipulasi fakta tentang Salsa, mereka mengatakan Salsa yang mengajak mereka jadi perundung, dan kejadian hari ini juga Salsa yang mulai karena mereka berdua tidak mau menuruti Salsa. Kesimpulan pembelaan mereka, Salsalah perundung sebenarnya.
“BOHONG!! Kalian bohong! Tidak begitu, Pak.” ucap Salsa dengan bibir bergetar menahan tangis.
“Baik, apa kalian ada bukti untuk memperkuat pembelaan kalian bertiga ini?” tanya kepala sekolah.
“Bu-bukti?” ucap Salsa yang syok karena tidak memiliki bukti, padahal Salsalah yang berkata jujur.
“Ini, Pak, kami ada bukti bahwa Salsa sedang berada di klub malam yang kami foto, dan dia dikelilingi banyak cowok-cowok dan di meja ini juga ada miras yang sangat banyak.” jawab Lisa sambil menyerahkan handphone-nya.
“Iya, Pak, di sini kami mau membawa Salsa pulang tapi Salsa menolaknya, Pak, malah kami diajak bersenang-senang, tapi kami menolaknya.” ujar Yura dengan muka memelasnya.
“A-apa?” ujar Salsa yang benar-benar merasa dibohongi.
“Lalu kenapa kalian tidak dari awal melaporkannya?” tanya kepala sekolah.
“Ka-karena kami takut sama Salsa, sebelum kami mau melaporkan, Salsa tahu duluan, Pak, dan kami diancam, ka-kami takut. Huhuhu.” jawab Yura dengan berpura-pura menangis.
“BOHONG!! Tidakk! Tidak seperti itu, Pak, saya tidak seperti itu, bahkan saya tidak tahu mengenai bukti itu, Pak.” ucap Salsa yang tengah putus asa.
“Lalu, apa kamu punya bukti?” tanya kepala sekolah.
“Bu-bukti? Sa-saya ti-tidak punya, Pak.” jawab Salsa dengan bibir gemetar.
“Bapak dengar kan? Salsa tidak punya bukti dan menuduh kami, sedangkan kami punya buktinya, kamu jahat sekali, Sal, menuduh kami… Huhuhhu.” sahut Lisa dengan menangis pura-pura.
“Kalian!” Salsa yang nyaris menampar Lisa pun dihentikan oleh kepala sekolah. Dan hukumannya telah ditentukan dengan menginvestigasi seluruh teman sekelas mereka bertiga kecuali Adela, karena dia sedang berada di ruang pelatihan melukis saat investigasi dilakukan. Untuk hukuman Yura dan Lisa hanya skors selama 2 minggu, dan Salsa dikeluarkan dari sekolah.
“Pak, ini tidak adil!” ucap Salsa dengan menangis.
“Sudahlah, Salsa, apa yang kamu tanam itulah yang akan kamu tuai.” ujar kepala sekolah sembari berjalan meninggalkan Salsa. Lalu, Yura dan Lisa hanya mengejeknya. Begitulah kehidupan Salsa sekarang menjadi benar-benar hancur, lantas apakah semua ini akan berakhir begitu saja?
TO BE CONTINUED