Penulis: Putri Avrilia Utami Wiyono

Editor: M. Akbar Darojat Restu Putra

Setelah dilakukan pemilihan umum ketua Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Tasawuf dan Psikoterapi (TP) pada tanggal 20 April lalu, sebagian mahasiswa merasa kecewa dengan hasil pemilihan tersebut. Hal tersebut tentu tak luput dari beberapa kesalahan yang sudah terjadi seperti salahnya informasi jam saat pemungutan suara yang menyebabkan banyaknya mahasiswa TP tidak sempat memberikan hak suaranya.

Informasi yang dibagikan melalui akun official Instagram Komisi Pemilihan Umum (KPU) TP 2023 menjelaskan tenggat pemilihan hingga pukul 15.00 WIB, sedangkan informasi mengenai batas waktu pemungutan suara yang dikirimkan di grup WhatsApp masing-masing angkatan justru tertulis sampai pukul 21.00 WIB. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya mahasiswa TP mengira waktu pemilihan masih lama yang menyebabkan sebagian mahasiswa terpaksa golput (golongan putih).

Saya juga pernah mendengar dari beberapa mahasiswa tentang isu-isu adanya manipulasi suara dari pemilihan HMP tersebut. Hal ini agaknya masih simpang-siur dan menimbulkan tanda tanya besar bagi sebagian mahasiswa TP. Ditambah lagi dari pihak KPU TP sendiri sangat sulit untuk dihubungi guna memberikan informasi terkait.

Beberapa mahasiswa TP menyebutkan bahwa kondisi HMP TP saat ini sangat amburadul, ruwet, dan tidak karuan. Hal ini terlihat dari oprec (open recruitment) HMP TP yang berantakan dikarenakan kekurangan sumber daya manusia (SDM), sebab banyak pengurus HMP tahun lalu yang tidak lagi ikut andil dalam kepengurusan tahun ini. Tidak ikut sertanya sebagian pengurus HMP TP periode sebelumnya juga menjadi salah satu bentuk rasa kekecewaan terhadap tidak transparansinya hasil pemilihan kepada para mahasiswa.

Sementara itu, oprec yang berantakan juga disebabkan oleh kesalahan informasi, yang menyebabkan banyaknya mahasiswa TP angkatan 2022 menyampaikan protes. Untuk kedua kalinya, kesalahan informasi dapat menyebabkan kerusakan fatal. Sebab, informasi yang diberikan terkait nomor dari salah satu contact person (CP) yang tertera dalam pamflet oprec HMP TP tahun 2023 terjadi kesalahan dan berujung menimbulkan kritikan dari para mahasiswa.

Di samping itu, penelitian yang saya lakukan menyebutkan bahwa jumlah anggota HMP TP angkatan 2021 yang ikut tahun lalu berjumlah 28 orang. Namun, untuk kepengurusan tahun ini hanya lima orang saja. Anggota HMP tahun lalu banyak yang tidak ikut dalam perekrutan tahun ini karena banyak dari mereka mengaku bahwa ketika melihat kondisi HMP TP saat ini tidak memiliki arah yang jelas dan dianggap telah disisipi kepentingan. Entah kepentingan seperti apa yang dimaksud, tapi karena itu mereka merasa HMP TP tidak se-independen dulu.

Masalah internal itulah yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu. Namun, dari pihak HMP TP malah membuka oprec anggota yang bisa dibilang mendadak dan kurang persiapan. Agaknya HMP TP lebih baik menyelesaikan problem yang ada di internal terlebih dahulu. HMP TP bisa mengkomunikasikan perihal itu kepada pihak DEMA fakultas apabila pelaksanaan oprec dianggap sudah mendekati tenggat.

HMP TP tahun ini juga dianggap sudah melanggar AD/ART HMP TP tentang tim formatur. Dari kesaksian yang saya wawancarai, sesuai dengan peraturan Mubes (Musyawarah Besar) kemarin, ada kebijakan bahwa tim formatur yang sah adalah ketua terpilih, wakil terpilih dan ketua serta wakil dari periode sebelumnya. Sayangnya, kepengurusan kabinet HMP TP saat ini tidak melibatkan ketua dan wakil periode sebelumnya.

Dari pemaparan permasalahan-permasalahan di atas dapat dipahami bahwa kesalahan dalam memberikan informasi adalah hal yang riskan. Pihak KPU maupun panitia oprec sendiri mengaku pure adanya ketidaksengajaan dalam proses pembagian informasi. Namun yang perlu dipertanyakan adalah mengapa mereka tidak melakukan pengecekan kembali atau melakukan tindakan untuk menanggulangi ketidaksengajaan itu?

Karena itu, bertepatan dengan pengumuman hasil oprec HMP TP 2023, sebagian mahasiswa dari tiga angkatan (angkatan 2020, 2021, dan 2022) membuat petisi atas dasar kekecewaan mereka terhadap prosedur pemilihan tahun ini. Saya juga sempat mewawancarai beberapa mahasiswa prodi yang setuju dengan adanya petisi itu, karena ia dapat menjadi wadah aspirasi mahasiswa yang kecewa atas dasar pemilihan yang dirasa kurang sesuai prosedur yang ada. Dari petisi itu pula diharapkan kelak ada sebuah musyawarah atau klarifikasi atas kesalahan di dalam pemilihan ketua HMP tersebut.

“Boleh, secara kan dengan petisi itu dapat menyuarakan aspirasi kita pada pihak fakultas guna memperbaiki hmp tahun ini.”

Dari mereka yang mengajukan petisi ingin adanya tindak lanjut dari pihak fakultas. Petisi ini pun ditujukan oleh Kepala Prodi TP, dan Wakil Dekan 3 FUF (Fakultas Ushuluddin dan Filsafat). Pada hari Senin tanggal 15 Mei 2023, perwakilan setiap angkatan 2020, 2021, dan 2022 mengajukan petisi kepada petinggi fakultas. Namun, mereka masih menunggu tindak lanjut dari pihak fakultas meski sudah delapan hari semenjak pengajuan petisi. Mereka mengaku kurangnya bukti untuk menunjukkan bahwa pemilihan tahun ini benar-benar ada kejanggalan, sedangkan dari pihak KPU HMP TP sendiri tidak ada itikad baik untuk memberikan informasi yang ada.

Walau sudah mengetahui kemungkinan untuk menang dalam perihal petisi adalah kecil, mereka tetap maju dengan anggapan bahwa lebih baik menyampaikan aspirasi dibanding dengan diam terbungkam. Di sini mereka masih peduli akan rumah mereka sendiri yaitu Prodi Tasawuf dan Psikoterapi. Mereka hendak menyelesaikan bersama-sama problem yang menghinggapi rumah mereka.

Cukup demikian tulisan ini, tujuan dari saya hanya ingin berpendapat terkait dengan persoalan yang sedang hangat di prodi TP belakangan ini. Tidak ada unsur menyinggung dari pihak manapun. Saya hanya ingin mempertanyakan proses dan prosedur pemilihan tahun ini.

Harapan setelah para mahasiswa membaca tulisan saya, semoga tidak terjadi pecah belah di antara mahasiswa TP. Tulisan saya hanya bertujuan untuk membangun pola pikir baru yang independen, merdeka dan bebas tanpa pendoktrinan dalam hal apapun untuk seluruh mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi. Mungkin dari peristiwa kali ini bisa menjadi pelajaran untuk kita semua agar hal seperti ini tidak terjadi lagi di masa yang akan mendatang.