Reporter: Chintya Octavia SH

Editor: Sabitha Ayu Nuryani

Sumber: Doc. Forma.

FORMA (07/09) – Puthut EA dan Ainur Rofiq al-Amin menjadi narasumber dalam acara Diskusi Terbuka dan Webinar Program Studi (Prodi) Pemikiran Politik Islam (PPI) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF). Acara diadakan mulai pukul 09.00 hingga 11.50 WIB. Webinar yang bertajuk “Tetap Kritis di Masa Krisis” ini dilaksanakan secara online melalui Zoom Meeting dan dihadiri oleh 97 peserta.

Kunawi Basyir selaku Dekan FUF memberikan sambutan sebagai pembukaan acara. Menurutnya, tema yang diangkat pada webinar kali ini menjadi menarik untuk dianalisis dan dikritisi. Karena semakin hari Indonesia digoyahkan dan digerus dengan jargon agama sehingga suasananya menjadi berbeda dan keluar dari agama tersebut.

Acara lalu memasuki sesi pemaparan materi pertama yang diisi oleh Puthut dan dipandu oleh ketua pelaksana acara, Anas Fakhruddin. Menurut Puthut, ada empat kata kunci dalam tema acara ini, yaitu kritis, krisis, pandemi, dan kenormalan baru. Ia mengatakan bahwa pandemi yang berlangsung secara lama dapat mengubah cara manusia berpikir, bertindak, dan bersosial.

“Berbagai persoalan virus dan antivirusnya menjadi perhatian, termasuk bagaimana pandemi ini mengubah budaya manusia, sistem ekonominya, dan berpengaruh pada sistem politik di berbagai belahan dunia.” tutur kepala suku Mojok.co ini.

Ainur selaku pemateri kedua memaparkan materi yang menekankan pada perilaku masyarakat dalam menghadapi pandemi. Sejalan dengan Puthut, Ainur mengatakan bahwa pandemi turut mengubah perilaku dan sudut pandang manusia. Menurutnya, masyarakat harus diberi semangat untuk menjaga daya tahan tubuh sehingga penyakit tidak mudah masuk.

“Kalau kita kritis dalam menghadapi masalah ini, maka kita akan mendapat logika alternatif. Sehingga, dengan begitu kita akan lebih enjoy dalam menghadapi pandemi. Kita akan menciptakan budaya politik yang normal.” ujar Ainur.

Menurut keterangan Anas, Puthut dan Ainur menjadi pilihan dalam webinar kali ini karena keduanya memiliki kesamaan, yaitu keduanya aktivis, suka menulis, dan memiliki komunitas. Selain itu, keduanya juga suka berpikir yang mendalam tentang suatu hal. Anas berharap dengan diadakannya diskusi terbuka dan webinar ini dapat memberikan perspektif baru dalam melihat realitas di sekeliling dengan pendekatan yang kritis dan radikal.

“Tidak hanya sekedar ngomong dan ngetik di media sosial ataupun platform lain. Namun, melihat sesuatu secara komprehensif.” harap Anas.

Salah seorang peserta webinar dari prodi Tasawuf dan Psikoterapi (TP) mengatakan bahwa tidak ada kendala yang menghambat acara. Pemateri yang diundang juga terlihat menguasai materi. Ia menyarankan agar sosok yang menjadi moderator sebaiknya adalah mahasiswa agar komunikasi lebih interaktif.