Reporter: Siti Miftakuz Zaqiyah

Editor: Habib Muzaki

 

FORMA (22/10) – Program Studi (Prodi) Studi Agama-Agama (SAA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mengadakan Seminar Bedah Buku: Peningkatan Kompetensi Mahasiswa pada kamis, 21 Oktober 2021. Adapun buku yang dibedah adalah Satu Tuhan Banyak Agama karya Media Zainul Bahri. Acara ini diadakan secara daring melalui Zoom Meetings pukul 09.00 – 11.55 WIB dengan total peserta mencapai 242 orang.

Kegiatan ini turut menghadirkan Media Zainul Bahri sebagai penulis buku, Franz Magnis Suseno selaku Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakara Jakarta, dan Budhy Munawar Rachman yang juga adalah Dosen Filsafat Islam STF Driyakara.

Dekan FUF, Kunawi Basyir dalam sambutannya mengapresiasi buku yang dibedah pada kesempatan kali ini, “Tema buku ini menarik sekali untuk dibaca agamawan terutama kita, Prodi SAA. Bukan hanya wajib bagi muslim, tapi wajib dibaca oleh semua agama”.

Menurutnya, apapun agamanya memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan keindahan dan perdamaian serta kejayaan bagi masyarakat.

Media Zainul Bahri memberikan semacam diskusi pengantar. Ia menjelaskan bahwa buku ini merupakan studi murni teologi muslim yang hidup pada abad ke-13 dan 14 yaitu Ibnu Arabi, Jalaludin Rumi dan al-Jili.

“Mereka punya pandangan yang tak biasa pada saat itu bahwa agama-agama memiliki Tuhan yang Maha Esa. Perbedaan di antara agama-agama diikat oleh kesatuan transedental agama-agama yang kemudian dikembangkan menjaadi filsafat perenial,” ujarnya.

Pembicara pertama, Franz Magnis Suseno mengutarakan buku ini memiliki ciri khas, yaitu merefleksikan kembali teologi dengan membedakan agama eksoteris dan esoterik yang berakar dalam pengalaman tiga sufi.

Budhy Munawar Rachman selaku pembicara kedua menambahkan bahwa pondasi teologi Islam untuk memahami istilah “Satu Tuhan Banyak Agama” ada di dalam al-Quran. Adalah Gus Dur yang pernah memberikan saran untuk mengembangkan toleransi itu. Islam punya dasar dari kitab suci yaitu lakum dinukum waliyadin yang artinya bagimu agamamu bagiku agamaku.

“Ayat ini menjadi basis toleransi banyak agama tapi ada makna lain, yaitu sebenarnya ada indikasi terkait satu Tuhan. Kemudian Cak Nur mengkritik Gus Dur bahwa ayatnya bukan itu, tapi wa ilahukum ilahun wahidun yang artinya Tuhan kamu sebenarnya Tuhan yang satu juga,” tambahnya.

Soesiana Silver, Dosen Universitas Dr. Soetomo yang juga dari komunitas Agama Baha’i turut memberi tanggapan bahwa Tuhan sebagai Realitas yang tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipahami, diyakini telah selalu ingat pada semua bangsa di dunia. Rahmat-Nya yang meliputi seluruh dunia, seluruh alam, diungkapkan dengan jalan mengirimkan para utusan-Nya yang diberi tugas untuk memberikan stimulus moral dan rohani agar manusia dapat bekerjasama dan maju.

“Inilah daya dorong bagi pembangunan peradaban, setiap manusia diciptakan untuk melanjutkan peradaban yg terus berkembang,” tambahnya.

Salah satu peserta, Dedik  Setiawan, merasa puas dengan penjelasan narasumber. ”Seminar ini sangat menambah wawasan. Untuk kalangan akademisi mungkin sudah biasa untuk membahas terkait ketuhanan, tapi untuk kalangan awam buku ini termasuk berani,” tambah mahasiswa SAA semester 5 ini.