Reporter: M. Bryan Micola Abdi dan Lahunur Wahyu

Editor: Chintya Octavia SH

Sumber: Doc. Forma

FORMA (28/03) – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni dan Budaya (SB) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) gelar pementasan teater untuk memperingati Hari Teater Dunia (HARTEDU) 2022. Dengan menggandeng enam UKM teater di UINSA, pementasan teater mengangkat naskah yang berjudul “Orang-Orang Bawah Tanah” karya Rakhmat Giryadi. Pentas tersebut digelar pada hari Senin, 28 Maret 2022 pada pukul 17.00 – 18.00 di depan Gedung Twin Tower UINSA.

Muhammad Maulidani Qotrun Nada selaku sutradara mengungkapkan bahwa naskah yang dipilih pada pementasan kali ini mengusung tema kebebasan. Alasan pemilihan judul naskah tersebut adalah agar dosen, rektor, maupun mahasiswa dapat mengerti bahwa UKM SB butuh ruang dalam berkreasi.

“Karena bukan hanya kami yang membutuhkan kampus, namun kampus juga membutuhkan kita dan kita saling membutuhkan,” ucapnya.

Berdasarkan keterangan Dani, pementasan teater tersebut dipersiapkan selama dua minggu. Sebelum menampilkan naskah yang dipilih, para aktor mempersiapkan dirinya dengan melakukan briefing dan make up. Dalam pementasan, terdapat enam adegan bersambung yang dipentaskan oleh tiga hingga empat aktor dan ditutup dengan satu adegan monolog yang dibarengi dengan gerakan siluet. Acara kemudian diakhiri dengan foto bersama dan pengambilan video ucapan hari teater dunia.

Achmad Agil Nasarudin sebagai salah satu aktor mengatakan bahwa ia bangga dapat ikut serta dalam kolaborasi ini. Pementasan tersebut menjadi pengalaman pertamanya memerankan beberapa tokoh dari satu naskah. Dalam satu tokoh tersebut juga dimainkan oleh beberapa aktor. Agil mengungkapkan kesulitan yang ia temui adalah ketika menjadi beberapa tokoh serta menyamakan karakter di aktor-aktor sebelumnya.

Ahmad Rias Al-Fayed, salah satu penonton pementasan, berpendapat bahwa konsep acara yang diusung cukup unik. Menurutnya, jika diamati dengan saksama, dalam pementasan tersebut terdapat pesan tentang penderitaan rakyat yang tidak bebas seperti dulu lagi. Namun, ia menyayangkan ide penggabungan enam adegan ternyata membuatnya bingung terhadap alur cerita pementasan.

“Sedikit membingungkan karena menjadikan satu naskah dengan enam adegan yang tentu saja tidak mudah dalam menjalankannya,” ujar Rias.