Penulis: Achmad Fauzi Nasyiruddin
Editor: Sabitha Ayu Nuryani

Sumber: Dok. Forma.

 

Kemarin, 26 Februari, Komisi Pemilihan Umum Raya Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Kopurwa UINSA) sudah mengeluarkan pengumuman salah satu calon Presiden dan Wakil Presiden UINSA, yakni Mas Aleho dan Tretan P.U. Kabarnya, dua orang ini merupakan pasangan dengan kandidat yang begitu adidaya untuk melanjutkan sebagai dalangnya penjoki sistem kampus bagian eksekutif. Akan tetapi, maksud dalam tulisan ini sama sekali tidak menyampaikan pola taktik ataupun program kerja yang berkaitan dengan kepemerintahan kampus yang menuju baru tersebut. Sebab bagi saya itu tidaklah penting, mau siapa pun presidennya, dari partai, fakultas, dan organisasi mana pun, didudukung oleh siapa pun, UKT tetap mahal, mahasiswa tetaplah mahasiswa, dan dia masih bersamanya.

Tulisan ini bermaksud memberi semacam usulan, alih-alih mengatakan memberi wejangan perihal pelantikannya nanti. Saya sebagai mahasiswa biasa-biasa saja ingin sekali menyaksikan pelantikannya orang nomor satu di kampus itu membawa kesan yang eksesif. Kesan yang humoris. Kesan yang akan diingat sepanjang hayat. Alasannya sederhana, biar tidak monoton.

Untuk mempersingkat tulisan, langsung saja saya sampaikan usulannya. Pertama, pelantikannya secara offline, utamanya dilakukan secara outdoor, bukan indoor. Tentunya juga mengamalkan prokes kesehatan. Cuaca Kota Surabaya itu seperti simulasi di neraka, apalagi di dalam ruangan tertutup selama beberapa jam dan pake jas, besar kemungkinannya boros listrik karena pakai AC yang harus bersuhu dingin dan juga kemungkinan lainnya, kasihan pada orang-orang yang ditunjuk menjadi paspamres harus pasang kuda-kuda tempur dan siaga 1 dengan membawa tisu magic untuk menyeka keringat leher dan wajah petinggi kampus. Pelantikan yang secara outdoor itu akan memberikan keuntungan, semisal jas bisa dihindari dan diganti dengan hem batik atau hem fanel, kecuali kalau memang petinggi kampus itu memang, sebut saja, internasionalis pribumi.

Selanjutnya, pada sesi pelantikan itu akan dikelilingi sexy dancer dan sumpah jabatannya dinaungi oleh payungnya umbrella girl. Bukanlah sebuah aib, saya, bahkan pembaca tulisan ini sudah terlalu banyak menyaksikan pelantikannya orang-orang penting dilakukan secara tertutup dan begitu formal-ketat. Sesekali ya mbok jangan formal-formal tho… dibikin santai seperti di pantai gitu loh.

Ini memang acara penting, tapi tidaklah suatu dosa dan kesalahan bila dilakukan agak sedikit mbeling dan sinting. Juga, kemeriahannya mbak-mbak umberella girl tersebut memang sangat identik dengan balapan, walaupun ini sebuah pelantikan bukan balapan dan tidak ada kemungkinan diselenggarakan di Stasiun Balapan Solo. Akan tetapi, tumpah ruahnya kaum umberella girl dalam acara pelantikannya orang nomor satu di kampus adalah perlambang bahwa kampus ini siap ngebut tancap gas bersaing dengan kampus-kampus lain, termasuk dalam mencetak mahasiswa-mahasiswa yang kritis, inovatif, peduli sosial dan lingkungan, juga berakhlakul karimah.

Bisa dibayangkan bersama-sama betapa istimewanya acara pelantikan tersebut. Dan lihatlah, saya tidak sedang menuntut adanya sidang istimewa untuk penurunan presiden. Justru sebaliknya, saya mendambakan adanya sidang istimewa dalam pelantikannya. Apakah salah jika saya mendambakan hal istimewa tersebut? Bukankah sejak kecil kita semua, anak-anak di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, sudah diajarkan untuk tidak puas dengan hal-hal yang biasa-biasa saja. Semisal, setiap hari Minggu kita diajak Ibu Soed untuk turut ayah ke kota naik delman istimewa. Ingat, delman yang istimewa, entah yang istimewa itu delmannya atau kita duduk di muka samping Pak Kusir, pokoknya yang istimewa, bukan yang biasa-biasa saja.

Lagipula, seluruh kebosanan sudah membentur, membentur, membentur batas maksimal tanpa membentuk. Saya dan kita semua sudah jenuh dengan adanya umbrella girl hanya di ritus balapan saja. Dan juga, betapa santainya acara pelantikan itu. Santai-santai dalam menghindari suatu problem, namanya beristirahat untuk berkembang. Tapi kalau santai-santai untuk kepentingan lebih maju, bagaimana, Bestie?

Segala bentuk energi dan materi kita sudah benar-benar terkuras untuk seremonial pelantikan. Tak heran jika energi dan materi serius tersebut lantas habis, sehingga pekerjaan sehari-hari yang berkaitan dengan kampus yang seharusnya dikerjakan dengan serius justru dikerjakan dengan cengengesan.