Sumber: Googgle

 

Tepat beberapa hari lalu kita memperingati sebuah hari yang dikultuskan untuk pancasila sebagai sebuah hal yang Wonderfull Ideology. Pancasila yang dirumuskan pada 1 Juni 1945 oleh para foundhing father dan akhirnya disahkan pada tanggal 22 Juni 1945, mengalami ujian berat pada saat itu. Dikisahkan orang nomer satu Indonesia melakukan sebuah manuver politik yang sangat elegan, menggabungkan spirit kebangsaan-sosialisme-komunisme, dan keagamaan menjadi sebuah kesatuan yang dinamakan Nasakom (Nasionalis, Agamis, Komunis). Bung Karno menjadikan jargon tersebut untuk menghimpun kesatuan yang saat itu paham komunis juga tumbuh subur di tanah Indonesia ini. Lepas dari manuver politik yang dilakukan oleh Bung Karno, Nasakom sangat besar urgensinya untuk politik Indonesia di kanca internasional. Sudah tidak menjadi rahasia umum lagi, bahwasannya hampir suplai persenjataan militer didatangkan dari Uni Soviet, yang notabene menjadi rival dari Amerika yang saat itu menjadi negara super power dan rumah dari liberalisme.

Terlepas dari itu semua, maraknya komunisme di Indonesia ini akhirnya melahirkan petaka. Perang dingin antaran Uni Soviet dan Amerika, akhirnya harus sampai ke tanah Indonesia ini. Soekarno yang dianggap pro Uni Soviet pun harus rela dijadikan kambing hitam atas permasalahan pelik yang mewarnai sejarah Indonesia pada era ’65. Insiden PKI menjadi petaka besar atas keterpihakan Soekarno terhadap komunisme. Saat itu PKI (Partai Komunis Indonesia) yang menjadi fraksi besar di Indonesia harus dihabisi, lantaran tuduhan-tuduhan yang disematkan atas dirinya atas upaya kudeta terhadap negara.

Meskipun bila kita tela’ah kembali insiden 30 September 1965, bukanlah murni kesalahan PKI. Bila kita runut dalam sejarahnya, PKI melakukan aksi tersebut lantaran mendapat kabar bahwasannya ada upaya kudeta atau pelengseran Presiden Soekarno oleh dewan jenderal. Dewan jenderal sendiri menurut pandangan orang-orang PKI terdiri dari para jenderal angkatan darat yang notabene Pro terhadap Amerika. Saat itu langkah PKI untuk menculik seluruh jenderal angatan darat, untuk nantinya dihadapkan kepada Baginda Presiden Soekarno. Namun Na’as saat upaya penculikan tersebut tidak berjalan dengan mulus. Hal ini terbukti atas terbunuhnya 3 jenderal saat upaya penculikan dari rumahnya. Saat itu para punggawa PKI bingung, lantaran bagaimana caranya untuk menghadapkan beberapa jenderal yang telah tertembak tersebut. Akhirnya kemelut itu diakhiri dengan eksekusi seluruh jenderal di lokasi lubang buaya. (Kompas.com Seputar G30S PKI, Sejarah Yang Kita Kenal Fakta atau Rekayasa)

Banyak versi memang tentang cerita PKI ini, terlepas dari puluhan versi atas pelaku sejarah yang ada pada masa itu. Penulis hanya ingin menarik refleksi atas kejadian suram yang telah melanda Indonesia. Setelah peralihan tampuk kepresidenan Soekarno ke Soeharto. Ada yang janggal saat penetapan Hari Kesaktian Pancasila tepat setelah insiden suram 30 September 1965. Seolah-olah pemerintah ingin mencarikan kambing hitam atas pelumatan komunisme menggunakan ideologi negara NKRI berupa pancasila.

Penulis membaca ada proses legitimasi ideologi dengan cara melakukan deskriminasi terhadap paham komunisme. Pola-pola demikian ini tidak relevan dalam konsep bernegara. Seharusnya pancasila bukan dijadikan alat superioritas, melainkan sebuah asas-asas yang mendasari seluruh aktivitas kehidupan manusia Indonesia. Bila pancasila terus menerus dijadikan sebagai cambuk untuk memukul apapun yang mengganggunya, maka akan ada upaya kristalisasi nilai-nilai pancasila. Akhirnya nanti akan menyeret pancasila bukan lagi sebagai ideologi dan cita-cita luhur, melainkan sebagai pion yang disiapkan untuk melibas siapapun yang berada di depannya.

Bila demikian pantaslah Wiliam Shakespare berkata “Seorang bodoh selalu berpikir ia bijak, tetapi seorang bijak tahu bahwa dirinya adalah seorang bodoh.” Seharusnya para pemangku kebijakan tidak sepantasnya memeringati setelah hari sejarah suram bangsa Indonesia, menjadi Hari Kesaktian Pancasila yang notabene menjadi nilai luhur bangsa Indonesia. Lantas bila seperti ini, benarkah harus ada alasan untuk menjujung tinggi nilai-nilai pancasila dengan pengorbanan insiden G-30 S PKI?. Semoga garuda tidak selapar ini dalam mencari mangsa yang ia terkam untuk mengisi nutrisi tubuhnya

 

Penulis: Akary

Penyunting: Riza