Penulis: Habibatun Nuriyyah

Editor: Sabitha Ayu Nuryani

Sumber: Dok. pribadi.

“Sudah lama aku merasa bosan seperti ini, apakah tidak ada kasus yang menarik di Berlin ini, Johnson?” ucapku. “Sepertinya, Berlin sudah berubah menjadi kota yang membosankan.”

“Aku yakin sebagian besar penduduk di sini akan menentang argumenmu, Tuan Kid.” balas Johnson sambil tersenyum.

Aku tersenyum sekilas mendengar pernyataannya, “Ya, kau benar Johnson, tidak baik jika aku mengharapkan masalah hadir di kota seindah Berlin. Tapi akan lebih baik jika aku memiliki sedikit pekerjaan untuk kulakukan.”

Dia hanya membalas dengan senyuman sekilas di bibirnya dan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Suasana yang sangat membosankan bagiku. Johnson yang berkutat dengan kertas-kertas yang ada di hadapannya. Entah apa yang ia kerjakan, padahal aku sedang menganggur saat ini. Tiba-tiba terdengar bunyi ketukan pintu dari depan. Ia adalah seorang pelayan yang ingin mengantarkan makanan untuk kami.

“Permisi, Tuan, ini makanannya dan saya menemukan surat di depan pintu untuk Tuan Kid.”

Johnson dengan sigap menghampiri pelayan, “Terima kasih,” ucap Johnson sembari mengambil surat tersebut. Inilah tugasnya, sebagai asistenku dia yang mengurus semua urusan yang bersangkutan denganku. Tidak lama kemudian, kulihat matanya berbinar setelah membaca isi surat tersebut.

“Kurasa setelah ini kau tidak akan lagi duduk termenung di kursi kesayanganmu itu, Tuan Kid.” ucap Johnson. “Ada panggilan penyelidikan untukmu di Aachen.”

Aku tersenyum mendengarnya “Siapkan semuanya! Kita akan berangkat malam ini ke Aachen,” ucapku antusias. Johnson tertawa melihat tingkahku.

Angin malam yang sangat dingin di Kota Aachen membuatku harus merapatkan jas yang kukenakan. Selama perjalanan, Johnson tidur dengan sangat nyeyak. Sebaliknya, entah mengapa aku sulit masuk ke alam bawah sadarku. Belum lama kami berjalan, terdengar suara derap langkah kaki seseorang menghampiri, “Tuan Kid!” serunya. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia sangat bergembira dengan kedatangan kami.

“Saya James Lower, seseorang yang mengirimi Anda surat tempo hari. Tentu nama saya tidak asing bagi Anda, bukan?” ujarnya.

“Maaf… saya tidak mengenal Anda sebelumnya.” jawabku. “Namun, dari penampilan Anda saya bisa menebak bahwa Anda seorang ilmuwan dan menderita penyakit asma.”

Orang itu tampak terkejut mendengar ucapanku mengenai dirinya, namun tidak dengan Johnson, baginya kejadian seperti ini bukanlah hal yang mengherankan, mengingat bahwa aku seorang detektif, bukanlah hal yang aneh jika aku dapat menganalisis seseorang. Terlihat dari jas lab yang dikenakan oleh James dan bau zat kimia dari tubuhnya, serta napas yang berbunyi setelah berlari menghampiriku.

“Anda benar, Tuan Kid.” jawab pria tersebut. “Tetapi, bukan saya yang seharusnya kauselidiki, ada sebuah ledakan yang menewaskan rekanku, saya akan menjelaskannya sembari kita menuju ke penginapan dan saya berharap Anda bisa membersihkan kasus ini,” imbuhnya.

Aku seperti melihat kekhawatiran dalam matanya. Kami pun mengikuti langkahnya menuju penginapan yang telah dipesannya untuk kami. Sebelumnya, aku meminta James untuk mengantarkan kami ke laboratorium terlebih dahulu. Selama perjalanan, dia berbicara panjang lebar mengenai tragedi yang menimpa teman kerjanya. “Saya yakin, ledakan yang terjadi di laboratorium kami bukan karena kecerobohan rekanku––Bardolf Chaddrick, ia bukan seseorang yang ceroboh dalam melakukan penelitian.” jelasnya. “Mungkin lebih jelasnya kau bisa melihat ini.”

Aku mengambil surat kabar tersebut dan membaca isinya, di sana tertulis bahwa telah terjadi ledakan di salah satu laboratorium yang menewaskan seorang ilmuwan ternama, Bardolf Chaddrick. Peristiwa tersebut berlangsung tepatnya dini hari tadi, diduga penyebabnya adalah kecelakaan kerja akibat zat kimia yang berbahaya. Aku memejamkan mataku sekejap, mencoba menenangkan pikiranku, jika polisi telah menetapkan kasus ini sebagai sebuah kecelakaan, lalu mengapa pria ini bersikukuh dengan argumennya? Pikiranku tak menentu.

Sesuai dengan pengakuan James, Bardolf adalah seorang pria pekerja keras yang berusia 52 tahun, ia memiliki seorang anak laki-laki dari pernikahannya––Carl Chaddrick. Bardolf juga seseorang yang penuh dengan rahasia, ia tidak mudah percaya dengan orang lain, ia hanya bercerita dengan James sebagai rekan kerja yang ia percayai. Satu bulan yang lalu, Bardolf bercerita kepada James bahwa hubungannya dengan Carl sedang tidak baik, Carl marah kepada Bardolf yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga menyebabkan istrinya pergi meninggalkan mereka berdua.

Satu hari sebelum ledakan terjadi, Bardolf menerima surat tawaran tugas penelitian zat kimia baru dari seseorang tak dikenal. Sebagai seorang ilmuwan, Bardolf menerima tawaran tersebut dengan antusias. Namun, dini hari ketika ia mulai melakukan penelitian, terjadi ledakan di laboratorium tersebut dan membuat Bardolf kehilangan nyawanya. James juga melihat luka lebam di wajah Bardolf saat terakhir kali bertemu dengannya. Karena hal inilah James curiga bahwa ada seseorang yang memang berniat membunuh Bardolf.

“Kau tidak apa-apa, Tuan Kid?” tanya Johnson. Sepertinya ia melihat kegusaranku sejak tadi.

“Kurasa ini kasus yang rumit, Johnson. Kita tidak menemukan petunjuk apa pun di lab tadi, tetapi ada dua hal aneh yang menggangguku. Pertama adalah James yang bersikukuh dengan argumennya dan yang kedua adalah Carl dengan kebenciannya terhadap Bardolf.” jelasku.

“Istirahatlah, Tuan Kid! Aku tak ingin fokusmu terganggu karena kau tidak tidur malam ini,” tegas Johnson.

 Johnson segera beranjak untuk pergi tidur, tapi aku ragu bila aku dapat tertidur nyenyak malam ini, terutama dengan pikiran yang terus berputar di kepalaku. Tebakanku benar, pagi hari ketika aku bercermin terlihat wajah seseorang yang pucat dengan lingkaran hitam di sekeliling mata. Johnson melihatku dengan prihatin.

“Kurasa kita harus pergi ke rumah Bardolf hari ini,” kataku. Johnson pun mengiakan ajakanku. Kami pun pergi menuju rumah Bardolf, ternyata James telah menunggu kami di sana, ia menyambut kami dengan hangat.

“Senang bertemu dengan Anda lagi, Tuan.” sapanya. “Apakah ada yang Anda cari di sini?”

“Aku ingin menyelidiki kamar Bardolf dan Carl,” jawabku.

James mengantarkan kami menuju kamar Bardolf. Layaknya kamar pada umumnya, tidak ada yang aneh, hanya terdapat beberapa tumpukan buku tentang penelitian serta foto Bardolf dan keluarganya. Aku pun mengambil surat tawaran tugas yang tergeletak di meja. Tetapi, hal itu tidak membantu apa pun. Begitu pula dengan kamar Carl, tidak ada sesuatu yang mencurigakan di sana, kecuali foto Bardolf yang telah dicoret-coret oleh Carl. Namun, hal tersebut tidak cukup menjadi bukti bahwa Carl ingin membunuh Bardolf. Aku juga tidak melihat satupun buku tentang penelitian di sana. Kurasa Carl benar-benar tidak ingin menjadi seperti ayahnya.

“Bisa kauantarkan kami ke laboratorium lagi, James?” tanyaku. “Tentu, Tuan.” jawab James.

Kami kembali berjalan menuju laboratorium. Di sana terdapat banyak polisi yang juga sedang menyelidiki kasus ini. Aku pun kembali mencari petunjuk, aku merasakan ada yang aneh dengan laboratorium ini. Aku meminta izin untuk menelusuri ruangan Bardolf. Tepat di laci milik Bardolf, Johnsom menemukan sisa bom waktu yang dibuat dari jam tangan.

“Bukankah itu jam tangan milik Carl, Tuan?” tanya Johnson kepadaku.

“Jam tangan ini memang mirip dengan yang dipakai Carl pada foto keluarganya, tapi ini bukan miliknya.” jawabku. “Kurasa aku telah menemukan petunjuk baru, Johnson.” ucapku tersenyum. Johnson sepertinya heran dengan pernyataanku. Mataku tertuju pada ruangan berjarak tiga meter dari ruangan Bardolf. Tepat seperti dugaanku, ruangan ini memang terlihat seperti gudang, namun seseorang telah memakainya, terlihat dari beberapa barang yang tersusun rapi.

“Johnson, apakah kamu membawa surat panggilanku dari James?” tanyaku. “Tentu, Tuan Kid.” jawab Johnson.

Johnson memberikan surat tersebut kepadaku. Aku tersenyum melihatnya.

“Aku telah menemukan pelakunya, Johnson.” ujarku. Johnson masih belum paham dengan pernyataanku. Aku pergi menemui polisi dan James yang menunggu kami di depan.

“Boleh aku bertanya sesuatu padamu, James?” tanyaku. James mengangguk mengiakan.

“Kemana kau pergi ketika Bardolf memulai penelitiannya?” tanyaku selidik.

“Aku pulang ke rumah untuk beristirahat, Tuan.” jawabnya.

“Benarkah? Bukankah kau pergi ke gudang belakang laboratorium ini, James?” ujarku. Wajah James terlihat pucat setelah mendengar perkataanku.

“Kau sudah merencanakan hal ini satu bulan yang lalu setelah kau mendengar istri Bardolf meninggalkan keluarganya. Kau mencintai istri Bardolf, bukan? Dan kau juga ingin menyingkirkan Carl?” ujarku yang membuat James semakin terkejut.

“Kau juga yang mengirim surat tawaran penelitian kepada Bardolf dan mencampurkan cairan berbahaya ke dalam zat kimia tersebut. Sehingga ketika Bardolf memulai mencampurkan zat lain, zat tersebut akan meledak dan membunuhnya. Tetapi, hal ini tidak sesuai dengan rencana awalmu, bukan begitu, James?” jelasku.

“Malam itu kau tidak benar-benar pulang ke rumahmu, melainkan pergi ke gudang belakang untuk memastikan cairan tersebut meledak dengan sempurna, setelah ledakan terjadi kau pergi ke ruangan Bardolf untuk menaruh bom waktu yang kau buat dengan jam tangan milik Carl dan berharap para polisi menemukannya, kau juga memanfaatkan pertengkaran Carl dan Bardolf. Sehingga terlihat seperti Carl yang membunuh Bardolf. Tapi ternyata, malam itu polisi tidak menyelidiki ruangan Bardolf dan langsung menyimpulkan bahwa kejadian ini adalah kecelakaan. Oleh karena itu, kau mengundangku untuk membantu rencanamu dan menjadikan Carl sebagai tersangka. Tapi, aku bukanlah detektif bodoh yang bisa tertipu oleh rencanamu.” ucapku panjang membuat James mati kutu.

“Carl tidak mungkin melakukan kejahatan ini karena ia tidak menyukai penelitian, jadi mustahil baginya membuat zat kimia yang berbahaya. Lagipula, bom waktu yang kaubuat tidak benar-benar meledak, karena ledakannya bisa menghabiskan laboratorium ini, termasuk gudang tempatmu bersembunyi. Itu sebabnya kau memilih membunuh Bardolf dengan ledakan zat kimia berbahaya. Dan kau juga melupakan sesuatu, ruangan ilmuwan adalah tempat yang rahasia, jadi tidak ada yang dapat masuk ke ruangan Bardolf kecuali rekan kerja yang ia percayai, dan itu adalah kau. Satu lagi bukti terakhir. Kau mengundangku terburu-buru sehingga kau lupa menulis namamu dalam undangan, hal inilah yang membuatku seolah pernah mendengar namamu, padahal kita belum pernah bertemu sama sekali. Dan gaya tulisanmu tersebut persis seperti surat tawaran milik Bardolf. Semua ini kau lakukan untuk memiliki istri Bardolf seutuhnya.” Semua tercengang mendengar penjelasanku. Termasuk Johnson.

Dengan semua kesimpulan yang aku sampaikan, polisi kemudian menetapkan James sebagai tersangka.

“Pastikan kau membuat laporan kasus ini dengan rinci, Johnson!” ujarku tersenyum. “Kurasa aku akan kembali menganggur setelah kasus ini.”

Johnson menanggapi ucapanku dengan tertawa, kami pun pergi ke penginapan dan menyelesaikan laporannya sebelum kembali ke Berlin. Kasus Selesai.