Sumber: CNN Indonesia

Penulis: Zamzam Qodri

Editor: Habib Muzaki

Akhir-akhir ini muncul berita yang mengejutkan sekaligus dapat membuat tertawa meskipun tak sampai terbahak-bahak. Jika kita mencermatinya kelucuannya, pemerintah khususnya Presiden meminta masyarakat untuk aktif menyampaikan kritik dan saran kepada pemerintah. Alasannya kritik dan saran tersebut dapat membantu pemerintah dalam membangun bangsa agar lebih terarah dan lebih baik.

Setidaknya ada salah satu atau dua tokoh dari pemerintah yang dapat memperkuat hal ini, sebut saja bapak Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia dan Pramono Anung, seorang politikus atau tokoh pemerintah yang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet Indonesia pada Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sejak 12 Agustus 2015. CNN mengabarkan bahwa Pak Jokowi meminta masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah. Ia pun meminta pemerintah meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Jokowi ingin pelayanan publik semakin baik di masa mendatang. Dia berharap seluruh pihak ikut ambil bagian dalam mewujudkannya.

“Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan atau potensi maladministrasi, dan pelayanan publik harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan,” kata Jokowi saat berpidato di Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).

Lalu CNN Indonesia juga menyebutkan perkataan Pramono Anung yang mengatakan pemerintah membutuhkan kritik yang pedas dan keras.

“Kita memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun dengan lebih terarah dan lebih benar,” kata Pramono dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional 2021, dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa (9/2/2021).

Tetapi jika dilihat dari kebijakan pemerintah sebelumnya, yaitu terkait dengan pembubaran ormas Islam yang dikatakan cukup besar bernama Front Pembela Islam (FPI) dengan Imam besarnya, Habib Rizieq Syihab. Tentunya hal ini bertolak belakang dengan auman pemerintah yang bisa disebut dengan “minta kritik” tersebut di atas. Apa maksud pemerintah “minta kritik pedas” jika pengkritik pedas tersebut dibubarkan? Siapa yang berani bersuara lantang dengan menyebutkan kecacatan pemerintah dengan sebutan, “Pemerintah atau rezim dzalim” selain FPI?  Bagaimana bisa FPI dibubarkan sedangkan ia meminta partisipasi masyarakat untuk mengkritik? Tentu jika dilihat sebelah mata atau dinilai dengan pemahaman awam, yang terbesit di benak adalah Pemerintah hanya cari muka di hadapan masyarakat. Tujuannya adalah agar disegani karena mereka (baca: pemerintah) seakan-akan dapat bersikap demokratis. Padahal mereka sudah memingsankan demokrasi.

Jika dianalogikan pada konteks acara mantenan atau yang sejenisnya. Seroang musisi diberi mikrofon dan diperintahkan untuk menyanyi dengan keras, tujuannya agar pendengar dapat mendengarkan dengan jelas suara emasnya. Tetapi tanpa menghidupkan sound system-nya. Bagaimana kata hadirin? Sebagian dari mereka pasti ada yang berkata, “Sound system-nya murah” atau, ” Sound system-nya -nya gak profesional” atau bahkan, “Orang ini gak cocok mengurus sound system,” dengan nada berbisik sambil menyantap hidangan. Ada juga yang menertawakan musisinya dan respon yang lain sebagainya.

Lalu apa yang dirasakan tuan rumah? Pasti kecewa. Mereka membayar semuanya agar acara mereka terlihat asyik dan meriah, tapi yang mereka peroleh justru suara merdu musisi tak terdengar dan tak bisa membuat acara mereka meriah, hanya gara-gara tukang sound system tidak mau menghidupkan sound system-nya dengan alasan suara musisi yang keras dapat merusak sound system-nya.

Persoalannya sama dengan pemerintah yang tak mau ada suara lantang kritikan pedas dari FPI untuk mereka, karena suara lantang FPI akan menyebabkan sistem dan rencana yang dirancang oleh pemerintah itu rusak alias gagal. Lucu bukan? Seperti konteks acara mantenan tadi, respon masyarakat ada yang beranggapan bahwa pejabat anu tidak profesional atau pemerintah fulan tidak cocok mengurus pemerintahan atau bahkan menertawakan kebijakan-kebijakannya dan respon yang lain sebagainya.

Tulisan ini pun adalah bentuk respon terhadap kebijakan dan sikap pemerintah dalam mengurus sistem kepemerintahannya. Mungkin ada yang menganggap tulisan ini sebagai kritikan serius terhadap pemerintah. Ada juga yang berasumsi bahwa tulisan ini adalah sikap penertawaan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Dan, mungkin ada juga yang berpendapat bahwa tulisan ini terwujud dengan lazim dan tidak bisa dianggap sebagai sikap distrak terhadap pemerintah, karena memiliki rasionalitas bahwa pemerintah sendiri yang mengatakan bahwa mereka butuh kritik untuk menjadikan bangsa lebih terarah dan lebih baik.