
Doc.forma
Agama, sesuatu yang sangat sensitive untuk diperdebatkan dan sangat “Pamali” untuk dibincangkan pemahamannya. Manusia punya pemahaman yang berbeda tentang agama. Ada yang memaknai, semua yang bersumber dari Wahyu adalah benar dan jika melanggar adalah berdosa. Ada pula yang memaknai, hukum dalam teks-teks keagamaan bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman, dan masih banyak pemahaman lainnya.
Di sini, saya sedikit geram dengan sikap “Etnosentrisme” yang mana mereka menganggap bahwa pemahamannya adalah yang paling benar lantas menyalahkan orang lain. Pemahaman seperti inilah yang menimbulkan sikap saling mengkafirkan yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan perpecahan. Padahal berdosa atau berpahala adalah hak prerogatif dari Tuhan itu sendiri. Tak ada yang tahu.
Kasus yang dewasa ini terjadi adalah fenomena hijrah yang menggiring anak-anak muda untuk “Memperbaiki diri”. Sebenarnya makna Hijrah perlu digaris bawahi karena sedikit terlupakan. Hijrah berarti memperbaiki yang telah baik menjadi lebih baik lagi, bukannya berpindah dari kejelekan menuju kebaikan. Saya kira, pemaknaan kata “Hijrah” sering disalahgunakan. Hal tersebut dapat kita lihat dari perubahan penampilan seorang wanita yang baru berhijrah, yang dulunya mengenakan pakaian terbuka dan kemudian kini bercadar. Sebenarnya hal tersebut lebih condong pada perbuatan “Taubat” bukan “Hijrah”. Fenomena ini terdengar begitu menyejukkan namun dalam waktu yang bersamaan bisa menjadi hal yang begitu menyakitkan karena sikap yang terkesan “Merendahkan” golongan yang belum berhijrah. Tapi meskipun tidak semua, hal itu sering dilakukan.
Mungkin banyak dari kita yang sering sekali menjumpai postingan akun-akun “Hijrah” yang menyalahkan suatu perkara, misal saja perkara yang masih hangat tentang pidato Grace Natali dengan menyoroti beberapa kalimatnya yang menyinggung soal “Syariat”.
Ujaran ketidaksetujuan banyak sekali disebar sehingga membuat orang-orang yang tidak tahu substansinyapun menjadi “Taqlid” dengan pendapat akun-akun tersebut.
Mungkin beberapa dari kita pernah mendengar mengenai Hadis tentang seorang wanita pezina yang mendapat ampunan hanya karena menolong seekor anjing yang kehausan dan diberikan balasan Surga oleh Allah SWT atau kisah seorang yang ahli ibadah namun diakhir hidupnya ia dimasukkan ke dalam Neraka oleh Allah SWT hanya karena membiarkan kucingnya mati kelaparan.
Di sini yang saya pertanyakan adalah, sudah se-benar dan se-beriman apakah kita hingga bisa menyalahkan orang lain yang berbeda pemahaman dengan kita?
Dalam negeri yang sangat beragam ini, perbedaan pemahaman dan pendapat akan sangat sering ditemui. Namun yang menjadi point penting adalah bagaimana sikap kita terhadap perbedaan-perbedaan tersebut. Apakah mendukung, menghormati, atau justru menyalahkan. Sekali lagi perlu digaris bawahi bahwa tidak semua orang melakukan “Perendahan” atau menyebarkan ujaran kebencian secara tersirat dengan mengaitkannya dengan teks-teks keagamaan. Namun perlu diperhatikan bahwa golongan-golongan tersebut memang nyata adanya.
Manusia memang diwajibkan menyampaikan kebenaran, tapi MESKIPUN ANDA BENAR, APAKAH ORANG LAIN SALAH?
(Fadlilatul Laili Riza Rahmawati)
Like it