Oleh: Izzatun Najibah*)

Sumber: Google

Ibu kita Kartini, Putri Sejati, Putri Indonesia Harum namanya…
Ibu Ita Kartini, Pendekar Bangsa, Pendekar Kaum Ibu se-Indonesia

Pada era sekarang ini, siapa yang tak mengenal sosok R.A Kartini. Pemilik nama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat ini lahir di Jepara pada hari Senin tanggal 21 April 1879. Lahir dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat dan M.A Ngasirah.

Kartini dibesarkan dari keluarga bangsawan hal itu pula yang membuat R.A Kartini berkesempatan mengenyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School) bersama teman-teman dari kalangan bangsa Belanda. Di sana, R.A Kartini belajar bahasa Belanda dan keilmuan lain dengan baik. Hal itulah yang membuat ia mulai berkembang dengan pemikiran yang luas dan modern.

Seperti yang kita tahu, R.A Kartini memperjuangkan kesetaraan gender. Pada masa ketika ia muda, perempuan hanya dianggap rendah. Perempuan hanya boleh duduk di rumah, dan tak boleh bersekolah. Berkat perjuangan R.A Kartini, akhirnya perempuan bisa memeroleh haknya, perempuan juga bisa mengenyam pendidikan dan perempuan mendapat pengakuan.

Pada tanggal 2 Mei 1964, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, Ir Soekarno menetapkan R.A Kartini sebagai Pahlawan Nasional. Dalam keputusan tersebut, Ir Soekarno menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.

Sebenarnya banyak perempuan hebat yang juga harus dikenal masyarakat luas atas perjuangannya. Mereka juga pantas menyandang gelar sebagai Pahlawan Nasional. Salah diantaranya ialah SK Trimurti dan Ny. Auw Tjoei Lan.

SK Trimurti atau Soerastri Karma Trimurti, lahir di Boyolali pada tanggal 11 Mei 1912. Istri dari sang pengetik naskah Proklamasi, Sayuti Melik ini juga dikenal sebagai seorang Jurnaslis perempuan yang handal.

Atas dorongan dan semangat dari Soekarno, SK Trimurti yang dulunya seorang Guru di salah satu Sekolah Dasar, berhasil menjadi seorang penulis yang dihormati dalam dunia Jurnalistik Indonesia.

SK Trimurti Juga dikenal dengan sebutan “Wartawan Tiga Jaman”. Pertama kali ia mendirikan sebuah media massa, yang diberi nama “Bedug.” Majalah ini terdapat kekurangan, yaitu menggunakan Bahasa Jawa sehingga susah untuk dikenal dan dibaca oleh seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian ia medirikan kembali media massa, yaitu “Terompet.” Saat mendirikan media massa yang kedua kalinya, ia tidak setujui oleh orang tuanya. Hal itu membuat ia hijrah ke Yogyakarta. Di sana, ia mendirikan kembali media massa yang bernama “Suara Marheni”. “Suara Marheni” merupakan media massa yang ditujukan untuk kaum perempuan.

Banyak tulisan SK Trimurti yang mendapat pertentangan dari Kolonial Belanda karena dianggap berbahaya. Ia juga ditangkap oleh Belanda karena menyebarkan pamflet “Anti Penjajah.”

Bentuk pertentangan atas ketidakadilan dari kaum penjajah ini selalu ia tuangkan dalam bentuk tulisan dengan kritikan-kritikan yang tajam. Oleh karena itu, ia selalu menjadi incaran bak makanan lezat yang harus ditelan cepat-cepat. Ia sering tinggal dibalik jeruji besi, bahkan melahirkan anak kedua dalam penajara.

Atas jerih payahnya, SK Trimurti mendapat anugerah Bintang Mahaputra Tingkat V dari Ir Soekarno.

Sosok perempuan selanjutnya ialah Ny. Auw Tjoei Lan. Lahir di Majalengka tahun 1889. Wanita Tionghoa, yang juga merupakan pendiri “Yayasan Hati Suci.” Ia sangat peduli dengan para gelandangan dan orang tuna netra. Tak tanggung-tanggung, ia menampung para gelandangan dan tuna netra dalam sebuah rumah sederhana dan merawatnya dengan layak.

Ny. Auw Tjoei Lan juga patut disebut sebagai pahlawan atas perjuangannya sebagai pemberantas perdagangan perempuan. Bahkan ia bisa dikatakan sebagai musuh para muncikari. Ia bahkan melawan langsung siapa saja yang berani melakukan perdagangan perempuan. Tak ayal jika ia juga sering mendapat ancaman dari muncikari.

Pada Konferensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada tahun 1937, ia menyuarakan pentingnya perlindungan bagi perempuan. Atas keberaniannya, ia dianugerahi bintang Ridder in de Orce van Oranje Nassau (bintang kesatriaan untuk orang istimewa atas jasanya) dari pemerintah Belanda.

Sejatinya, banyak perempuan hebat yang ada di dunia maupun Indonesia. Mereka sudah mendapat gelar pahlawan tersendiri dari orang-orang yang dipejuangkannya. Tak ada sebutan “Wanita Lemah” untuk kaum perempuan. Jika mereka lemah, siapa lagi yang melahirkan sosok-sosok hebat dan membimbingnya hingga menjadi manusia hebat?

Terima kasih untuk seluruh perempuan-perempuan yang ada di dunia.

 

(*Mahasiswa Program Studi Studi Agama-Agama