Penulis & Editor: Sabitha Ayu Nuryani
Di sore yang mendung itu, kepulangan seorang wanita ditemani oleh kelabu. Nampak di sekitarnya orang-orang banyak menangis. Kecuali seorang gadis yang rambutnya dikucir kuda, menjadi yang paling berbeda dari yang lain. Gadis itu justru tersenyum lebar di hari kematian ibunya, menatap jenazah di hadapan dengan wajah lega. Lima belas menit senyum itu masih tak kunjung lepas. Hadirin yang berbela sungkawa tak ada yang berani bertanya.
Namun, senyuman itu sungguh tulus. Menutup lembaran-lembaran kemarin yang penuh sobekan dan guratan kasar. Teriakan yang menggema. Air mata mulai membanjiri pelupuk matanya. Lantas ia bergumam di sela-sela isak, dengan tetap memasang senyum, “Bu… Sekarang Ibu sudah tenang. Tidak akan kudengar lagi suara tangismu di setiap harinya.”
Semua kini terdiam. Berpindah pusat tatap ke arah lelaki tua yang ketakutan di samping kanan jenazah ibu.
Gadis itu berpaling pergi. Tas berisi puluhan pakaian dan perlengkapan yang telah ia siapkan jauh-jauh hari kini akhirnya bisa ia rangkul sembari melangkah ringan ke arah pekarangan. Sesaat langkahnya terhenti. Diliriknya sebuah bercak merah yang masih tertinggal tak jauh dari vas bunga yang berdebu. Lantas ia merogoh selembar sapu tangan dari dalam tasnya. Menggosokkannya hingga bercak itu tak lagi terlihat.
“Nah, sekarang sudah bersih.” Ia lipat sapu tangan itu dan dimasukkan kembali ke tempat semula. Matanya kemudian melirik ke arah boneka beruang lusuh yang hanya menyimak segala dalam diam. “Ya, ‘kan?”
Lelaki tua di samping jenazah ibu mulai geram. “Aria…!”
Terdengar tawa pelan dari gadis bernama Aria itu, yang kini menatapnya sambil tersenyum. “Yah, di sini banyak yang lihat, lho.”
Hening. Kepalan tangan tadi seolah semakin penuh dengan gemuruh. Namun, lelaki itu tak berkutik.
Aria membalik badan ke arah pintu. Rumah ini kini membebaskannya. Tak lagi membelenggu dengan pilu penuh ketakutan. Tak ada lagi tangan yang menahannya pergi dari rumah sederhana yang sering bocor saat hujan. Tak ada lagi rasa bimbang. Tak ada lagi rasa berat.
Pergi. Menjemput mendung.