Penulis: Abdullah Dzaky, Pimpinan Umum LPM Forma
Editor: Chintya Octavia SH
Kesal, perasaan yang dirasakan Toni ketika menonton waifu-nya mati disantap seekor paus di Laut Merah. Toni memang wibu akut yang sepanjang harinya hanya menonton anime dan mengoleksi bantal waifu. Berbeda dengan Tono yang kesal melihat kondisi Indonesia yang semakin amburadul. Mungkin bisa dibilang negara menjadi fetish Tono. Di Indonesia sendiri tidak bisa dinafikan sering terjadi pertikaian atau dinamika.
Melihat pemerintah atau para elit politik berebut posisi untuk mendapat kursi strategis, tak sedikit dari mereka menghancurkan harga diri lawannya demi kursi tersebut. Dengan menggelontorkan begitu banyak modal serta bertarung susah payah demi sebuah kursi strategis, tentu para pemenang akan berpikir bagaimana modal tersebut terbayarkan. Pada akhirnya, sistem atau konsep wakil rakyat yang awalnya untuk rakyat menjadi ladang bisnis bagi mereka. Tentu saja yang menjadi korban utama dari transaksi mereka adalah rakyat.
Ketika mereka melakukan sesuatu untuk masyarakat, pikirannya hanya satu, “saya melakukan ini dapat apa?”. Pikiran tersebut sudah tertanam sejak mereka menjabat di posisinya. Minimal, mereka mendapatkan nama dari apa yang mereka kerjakan. Semisal di masa pandemi ini, mereka memberikan bantuan berupa barang untuk kesehatan seperti hand sanitizer. Pada kemasan hand sanitizer tersebut akan dicantumkan nama atau foto mereka. Tujuannya untuk membranding diri mereka untuk perebutan kursi selanjutnya.
Baca juga: Ungkapan Rakyat Marginal
Tak luput, mereka juga memainkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengembalikan modal mereka. Yaitu dengan cara mempermainkan setiap kebijakan atau program yang memiliki APBN tersebut. Seperti merealisasikan program kerja mereka yang salah satunya ialah proyek trotoar untuk lintasan orang berjalan, mereka tentu sudah kongkalikong dengan para kontraktor yang memenangkan proyek trotoar tersebut. Dana atau anggaran proyek trotoar yang seharusnya menjadi sebuah trotoar berkualitas baik, kini menjadi trotoar yang asal-asalan. Kembali lagi, anggaran dari proyek tersebut sebagian besar masuk kantong pejabat maupun orang yang bermain di dalamnya.

Pemikiran para pejabat negara yang hanya sibuk fokus bagaimana mereka mendapatkan untung yang lebih saat menjabat diperkuat oleh data bersumber dari liputan6.com yang mengatakan bahwa 55% anggota DPR merupakan pengusaha. Jelas hal ini dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan di dalam DPR sendiri. Misalnya dengan membuat suatu kebijakan yang di mana hal itu menguntungkan pemilik modal, khususnya para anggota DPR yang memiliki modal ataupun usaha.
Belum lagi jika kita menelaah lebih dalam para calon pejabat negara yang didekeng atau dibantu oleh pengusaha. Sudah tentu jika calon pejabat negara tersebut terpilih atau memenangkan kontestasi pemilu di dalamnya pasti ada politik balas budi kepada pengusaha yang telah memberikan modal yang tak sedikit untuk mendorongnya menang. Minimal sang pengusaha mendapat kelonggaran izin untuk memperbanyak cabang atau memperluas usahanya. Bisa juga dengan memberikan sebuah proyek yang jelasnya menguntungkan pihak pengusaha. APBN maupun APBD yang seharusnya memajukan negara dan menyejahterahkan rakyat sayangnya sebagian dari anggaran negara tersebut masuk ke kantong pejabat dan sangat memperkaya mereka.
Jelas dari kesalahan sistem seperti ini berdampak terhadap negara dan masyarakat. Fasilitas-fasilitas yang seharusnya memberikan kenyamanan bagi masyarakat dan ekonomi negara yang seharusnya bisa stabil itu hanya sekedar angan-angan saja. Sampai saat ini bahkan mendekati kontestasi politik Pemilu 2024, para calon wakil rakyat maupun calon 01 Indonesia sudah mulai bergerak mengeluarkan modal mereka. Entah itu silaturahmi ke tokoh-tokoh masyarakat maupun membuat kampanye berkedok bantuan sosial. Di Ramadhan 2022 ini pun tak luput menjadi ladang mereka untuk membangun elektabilitas diri mereka.
Pada akhirnya, ketika mereka yang terpilih pun sibuk memikirkan bagaimana mengembalikan modal yang mereka keluarkan sebelum terpilih,. Bahkan apa yang mereka dapatkan lebih dari modal yang mereka keluarkan. Masyarkat yang tangannya memercayai mereka kini hanya dimanfaatkan oleh para pejabat-pejabat yang hanya mementingkan diri mereka. Dampak dari hal ini bahkan sampai seluruh lini di dalam masyarakat. Entah itu dari sisi ekonomi maupun pendidikan.
Baca juga: Panik, Pemerintah Panik
Keresahan ketika melihat Indonesia digerogoti oleh orang-orang yang hanya memikirkan keuntungkan pribadi sama halnya dirasakan Madara di serial Anime Naruto. Aktor antagonis ini merasakan bahwa dunia Shinobi (Ninja) hanya diisi peperangan dan kekacauan. Keresahan Madara tersebut mendorongnya untuk menghilangkan semua kekacauan di dunia Shinobi dengan cara Mugen Tsukoyomi. Yaitu dengan cara menidurkan seluruh umat manusia dengan kepompong yang dimiliki pohon iblis. Mereka yang terkena Mugen Tsukoyomi akan kehilangan kesadaran asli mereka dan mendapatkan mimpi yang berisikan apapun yang diinginkan (bahagia).
Oleh karena itu Indonesia sebenarnya patut di-Mugen Tsukoyomi. Bukan karena sistem pemerintahannya yang bobrok, tapi karena hanya keinginan penulis saja, gabut.