Sumber : google
Mulutmu harimaumu! itulah pepatah yang ditujukan pada orang yang terlanjur mengelurkan perkataan tanpa dipikirkan terlebih dahulu apa akibatnya, dan pastinya dapat merugikan diri sendiri. Saya sering menjumpai di lingkungan sekitar, terjadinya persengeketaaan disebabkan hanya karena adanya hal spele. Sebuah kata “kasar” yang dilontarkan, menyebabkan banyak kontrovensi yang meluap, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Tak heran jika ada yang bilang “ mulut lebih tajam daripada pedang”.
Status kasar yang sering saya baca dan perkataan kasar yang sering saya dengar, semakin menunjukkan bahwa zaman sekarang sudah terkontamidasi dengan turunnya akhlak dan moral. Statisktik penurunan akhlak dan moral, dari zaman dulu sampai zaman sekarang tak ada bedanya. Yang katanya sudah bukan zaman Jahiliyah, yang katanya sudah MERDEKA, yang katanya suka kedamaian, tapi faktaya? Tak jauh berbeda. Ya, Sekarang hanya tercover dari kata “katanya”.
Lidah memang tak sebesar otak. Tapi meskipun ukurannya kecil, lidah memiliki kekuatan yang tak terbatas. Bisa jadi, dosa yang ditimbulkanpun merupakan dosa besar. Lidah sangat berbahaya jika berbicara yang tidak ada gunanya, seperti bertengkar, konflik, adu mulut, menjudge orang, berdusta, dan sebagainya. Sehingga Rasulullah menganjurkan kepada kita untuk selalu menjaga ucapan. Lebih baik diam ketimbang salah berbicara.
Terkadang lucu juga kalau ada orang yang membanggakan dirinya sendiri dengan berbagai ucapan yang dikeluarkan tanpa adanya action yang membuntutinya. Terlebih lagi para politikus jaman now yang menggunakan berbagai rayuan manis untuk kepentingannya. Dengan bermodalkan pakaian rapi dan sehelai kain di lehernya sudah mampu mempengaruhi halayak umum dengan sekejap mata. Dan ujung-ujungnya hanya hoax belaka (hahaha).
Tak bisa dipungkiri lagi, sudah banyak kejadian yang meresahkan di dalam kehidupan. Seperti halnya kasus yang belakangan ini diperbincangkan, yaitu tentang ratu hoax Ratna Sarumpaet yang menebarkan kebohongan, sampai-sampai Prabowo mempercayainya. Sungguh lucu tapi miris. Terus apa yang terjadi setelahnya? Ya.. sekarang hanya beralaskan lantai dibalik jeruji besi, karena ucapannya.
Contoh lain yang terjadi pada mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pasti sudah tak asing lagi tentang kasus yang menimpanya. Benar, Kontroversi perihal penodaan agama islam. Mendangar kata agama saja pastinya sudah sangat sensitif untuk diperbincangkan. Karena, dengan pengetahuan minim yang dimiliki tentang agama orang lain, bisa-bisa akan menimbulkan kesalahan apabila mengutarakan argumrnnya tanpa pikir panjang apa akibatnya. Alhasil nasib buruk menimpa kehidupannya.
Tak hanya di lingkup politik saja, kasus serupa juga sering terjadi dalam kalangan para penceramah. Misalnya, yang terjadi pada Ustad Evi Effendi. Dalam ceramahnya beliau menyinggung tentang Muhammad SAW. sesat. Karena perkataannya itu, Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama’ (IPNU) melaporkannya kepada pihak MUI. Untungnya Ustad Evi segera sadar dan mengakui kesalahannya, sehingga dia tidak ditindak lanjuti. Tetapi, reputasi dan image dari Ustad Evi menjadi turun dan dapat berpengaruh terhadap ceramah berikutnya.
Di dunia mayapun, banyak yang berujung pidana akibat ulahnya sendiri. Mulai dari marah-marah gak jelas, curhat, bahkan menyebarkan berita hoax. Untungnya dengan adanya UU ITE, orang yang seperti itu bisa segera diatasi dan dibasmi. Dilansir dari Liputan6, tentang kisah Yhunie Rhasta pada tahun lalu, dia menulis status di facebook dan berkata “ Polisi kmpng gilo kmpret pling mlz brusan dngn polisi”. Kekesalan karena dirazia polisi, ia lampiaskan di media sosial tanpa memikirkan akibatnya. Karena perbuatannya, dia ditangkap oleh Polres Bungo dan ditindak lanjuti.
Terkadang, hal yang dianggap spele, malah mendatangkan problem yang menentukan nasib seseorang. Tentunya, kejadian seperti diatas jangan hanya ditonton dan diviralkan. Melainkan dijadikan pelajaran untuk menghindari nasib buruk dan dosa yang menjadi dampaknya. Memang, banyak yang bilang “lidah tak bertulang”. Tapi, jangan dijadikan selogan untuk memaklumi setiap perkataan kasar. Karena akhlak dan moral akan terjaga apabila, menjaga dan berhati-hati dalam mengucapkan sesuatu.
Oleh : Sibghatin Desi Maulida/ Tapsitera’18