Penulis: Nadia Amelia

Editor: Sabitha Ayu Nuryani

Sumber: Google.com.

Islamofobia merupakan istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap agama Islam. Tidak dipungkiri bahwa islamofobia banyak terjadi pada wilayah Barat, terutama pada wilayah Amerika Serikat. Biasanya ciri sikap yang dimiliki golongan islamofobia antara lain mereka tidak senang kalau agama Islam ini gemilang, serta mereka tidak suka dengan kelompok-kelompok Islam yang berusaha menjalankan agama sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunah.

Sebenarnya islamofobia sudah ada jauh sejak zaman Rasulullah SAW, hanya saja baru populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat yang mengatasnamakan identitas muslim. Padahal jika dilihat dari kacamata sejarah, semua itu hanyalah rekaan pihak lain dalam membabibuta masyarakat untuk menghancurkan kelompok muslim. Sehingga, hampir semua nonmuslim menganggap bahwa Islam merupakan agama yang radikal.

Menurut beberapa sejarah yang tertulis, ada beberapa alasan mengapa Barat sangat membenci Islam, salah satunya yaitu  Barat merasa trauma dengan agama Islam karena pernah menjadi pemenang peradaban. Dalam persentuhan Islam dan Barat, sejarah mencatat Islam pernah mengalahkan Barat sebanyak empat kali, di antaranya: Islam pernah berkuasa di Spanyol lebih dari 800 tahun, penaklukan Kota Konstantinopel, pengepungan Kota Vienna sebanyak dua kali, dan yang paling dramatis adalah Perang Salib yang berlangsung lebih dari 100 tahun.

Selain itu, Barat membenci Islam karena melihat perkembangan jumlah umat Islam sangat cepat, perpindahan pemeluk agama Kristen ke Islam lebih banyak jumlahnya daripada pindah ke agama lain. Bahkan secara statistik, jumlah umat Islam di negara-negara Barat menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Kemudian, penguasaan teknologi di beberapa negara Islam menunjukkan perkembangan yang signifikan. Dan yang terakhir, yaitu semakin mereka memojokkan dan menjelek-jelekkan Islam di mata dunia, justru orang-orang Barat semakin penasaran dan ingin mempelajari agama Islam. Dari situlah banyak pihak yang merasa iri atas kemenangan umat Islam.

Jika mendengar tentang peristiwa 11 September 2001, pasti sudah tidak asing lagi. Apalagi untuk kita yang suka membaca tentang sejarah peradaban, terutama wilayah bagian Barat. Ya, peristiwa penyerangan gedung World Trade Centre (WTC) oleh teroris yang diketahui merupakan golongan al-Qaeda telah menewaskan kurang lebih 2.900 nyawa. Al-Qaeda merupakan sekelompok teroris/radikalis yang mengatasnamakan Islam dan dipimpin oleh salah satu tokoh, yakni Osama bin Laden. Peristiwa ini terjadi pada pukul 08.45 waktu setempat tanggal 11 September tahun 2001, sebuah pesawat American Airlines jenis Boeing 767 menabrak menara utara World Trade Center (WTC) di New York. Pesawat itu membawa 20 ribu galon bahan bakar. Serangan pertama ini menyebabkan lantai 80 sampai 110 gedung WTC terbakar dan orang-orang di dalamnya tewas. Kemudian 18 menit setelah insiden pertama, sebuah pesawat United Airlines jenis Boeing 767 muncul dan menabrak menara selatan WTC. Ledakan besar terjadi di atas lantai 60 dan puing-puing bangunan berjatuhan. Peristiwa ini berawal dari keinginan balas dendam kelompok radikalis Timur Tengah karena Amerika Serikat terlibat dalam aksi militer di Timur Tengah. Peristiwa ini meninggalkan trauma yang sangat mendalam bagi penduduk Amerika Serikat. Dan pada saat itu pula mereka mulai mengklaim bahwa Islam memiliki kebencian terhadap mereka karena ingin merebut kekuasaan pada kemajuan teknologi di Amerika Serikat. Sejak peristiwa itu, Amerika sangat berhati-hati terhadap pengetahuan dan dunia intelegensia. Amerika benar-benar menganggap serangan luar secara serius, dan itu semua melibatkan pengetahuan: tentang politik, situasi dunia, intelegensia teknologi, komunikasi, media, strategi, dan masih banyak lagi. Maka Amerika melindungi dirinya dengan mengembangkan ilmu pengetahuan karena sempat merasa dijatuhkan.

Tidak hanya meninggalkan trauma yang mendalam, kejadian WTC juga menjadikan Amerika Serikat memberlakukan aturan yang tidak wajar terhadap negara mayoritas beragama Islam. Salah satunya pada tahun 2017, Trump pernah menutup akses masuk ke Amerika Serikat bagi warga yang berasal dari Negara Islam, di antaranya Suriah, Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Aturan itu ditetapkan karena Trump berfikir bahwa muslim menjadi liar setelah peristiwa 9 September beberapa tahun lalu.

Meski sempat ditentang berbagai pihak, hingga akhir pemerintahannya, Trump tetap pada pendiriannya untuk melarang warga dari 7 negara itu masuk.  Setahun kemudian, tepatnya pada 26 Juni 2018, melalui putusan Mahkamah Agung (MA) larangan masuk ini diperkuat untuk 4 negara mayoritas muslim yakni Iran, Libya, Suriah, dan Yaman; serta satu negara lainnya yaitu Korea Utara, walaupun akhirnya pada pemerintahan Joe Biden (Presiden Amerika Serikat saat ini) akan mencabut larangan masuk untuk warga dari sejumlah negara mayoritas muslim.

Sebenarnya wajar jika Amerika Serikat membatasi akses masuk dari warga mayoritas negara Islam, jika dilihat dari kacamata sejarah mengenai kelompok radikalis yang mengatasnamakan Islam atas aksi terlarangnya. Tetapi, hal itu tidak hanya merugikan kita sebagai umat Islam, melainkan juga beberapa negara yang memiliki mayoritas warga beragama Islam.

 

Referensi:

  1. Kiki Farika, Islamophobia: Istilah yang Marak Diperbincangkan, diakses dari http://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id/index.php/2021/01/07/islamophobia-istilah-yang-marak-diperbincangkan/ pada tgl 28 Juli 2021.
  2. Republika, 4 Kali Barat Dikalahkan Islam dan 4 Alasan Mereka Benci, diakses pada https://republika.co.id/berita/qh7jye320/4-kali-Barat-dikalahkan-islam-dan-4-alasan-mereka-benci pada tgl 28 Juli 2021.
  3. Amin Abdullah, Antara Barat dan Timur: Batasan, Dominasi, Relasi, dan Globalisasi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta), hal. 13.