RA. Kartini

 

Banyak pahlawan wanita yang dulu berjuang untuk Indonesia, Seperti Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, dll. Namun pada kenyataannya yang hanya diperingati hanyalah hari lahir dari R.A Kartini itu sendiri. Ada banyak ide dari RA Kartini yang sangat menarik sehingga beliau diakui sebagai pahlawan nasional yang hari lahirnya kerap diperingati setiap tahun pada tanggal 21 April. Diantaranya adalah menentang diskriminasi terhadap perempuan yang pada zaman dahulu hanya boleh berada di dapur, dan tidak patut mengenyam bangku pendidikan. Seperti yang kita tahu, beliau juga memperjuangkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan dalam banyak hal, yang perjuangan beliau sering dikenal dengan istilah “Emansipasi.”

Melalui serentetan perjuangan RA Kartini, perempuan di Indonesia kini bisa merasakan hasilnya. Perempuan Indonesia bisa lebih untuk menunjukkan eksistensinya di berbagai bidang kehidupan, perempuan Indonesia juga mampu untuk lebih mengeksplorasi diri menjadi sosok yang membawa pengaruh positif. Selain itu, perempuan Indonesia tidak jarang mampu menempati posisi yang jauh lebih tinggi dibanding laki-laki dalam suatu pekerjaan. Tak hanya itu, perempuan Indonesia bahkan bisa mendapat kesuksesan baik dari karir maupun peran rangkapnya sebagai ibu dan istri di rumah. Di era ini, tauladan tersebut dapat kita ambil dari Ibu Sri Mulyani yang baru saja mendapatkan penghargaan sebagai menteri terbaik.

Namun apakah benar kita dapat meneladani sikap Kartini dengan sebaik-baiknya? dalam hal ini, penulis beranggapan bahwa dalam era saat ini, Emansipasi cenderung dimanfaatkan untuk hal yang berbau liberalism dan feminism yang menunjukkan bahwa wanita adalah otoritas tertinggi yang selalu benar. Hal tersebut juga bertentangan dengan ajaran Islam yang dijelaskan dalam Alquran yang artinya “Kaum Pria adalah pemimpin bagi kaum wanita disebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka (Kaum Pria) di atas sebagian yang lain (Kaum Wanita) dan disebabkan kaum pria telah membelanjakan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa:34). Apakah menjadikan wanita sebagai otoritas tertinggi adalah maksud dari RA Kartini? Dalam “Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902” beliau menuliskan “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” Inilah gagasan beliau yang sayangnya sering diartikan sempit oleh banyak orang.

Saat ini adalah saatnya diri kita untuk merefleksikan diri menjadi perempuan yang lebih baik dengan menghargai perjuangan besar RA Kartini untuk emansipasi wanita dengan ikut serta mewujudkan kemajuan wanita untuk bangsa dan Negara, namun tetap tidak melupakan kodrat, posisi, dan kehormatan sebagai seorang wanita.

 

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama,” RA. Kartini

 

Oleh: Riza, Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya