Doc. Google

“Alhamdulillah saya mendapat hidayah” – Itulah kalimat yang belakangan ini sering saya dengar. Kalimat itu seakan menggelitik telinga saya, ketika ada seseorang yang baru seumur jagung berhijrah tetapi, langsung angkat bicara untuk update membuat pengumuman tentang kehijrahannya. Saya heran, kenapa seseorang yang ingin memperbaiki dirinya harus di-cover dengan istilah hijrah? Padahal arti sebenarnya dari kata hijrah yaitu, perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan juga pengikutnya dari Makkah ke Madinah. Namun pada saat ini, kata hijrah sudah berubah persepsi. Yaitu, kata hijrah digelarkan kepada orang yang sudah berpindah dari perbuatan yang buruk menjadi perbuatan yang lebih baik (kembali ke jalan yang benar).

Orang-orang berhijrah ada banyak tipenya. Tipe yang pertama, orang yang benar-benar berhijrah dari dalam hati karena Allah dan senantiasa memperbaiki tingkah lakunya. Tipe ini termasuk yang sungguh-sungguh, karena melakukannya dengan niat ingin merubah dirinya dan kembali ke jalan yang benar, serta beristiqomah dalam tindakannya. Kemudian tipe yang kedua, orang yang ingin berhijrah dari dalam hati tetapi masih ragu dalam tindakannya. Tipe ini merupakan orang yang masih labil, karena ada niatan untuk berhijrah, dan sudah melakukannya tetapi belum total dalam istiqomahnya, namun ia masih saja berusaha untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Dan tipe yang terkahir, adalah orang yang hijrah hanya karena mengikuti sesuatu yang lagi “up to date” dan karena disuruh.

Di zaman milenial ini, yang masyarakatnya lebih suka mengikuti tren dan sangat anti dibilang kuno, tentunya mayoritas berhijrahnya termasuk ke dalam tipe yang terakhir. Bukannya saya suudzon, tetapi sudah ada banyak bukti nyata belakangan ini. Sering saya jumpai dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang di sekitar saya baik orang yang tidak saya kenal, teman, atau bahkan sanak keluarga, yang berhijrah hanya karena mengikuti orang lain. Perlu saya tekankan ulang bahwa berhijrahnya orang yang saya bahas disini adalah berhijrahnya para ukhti bukan para akhi. Karena, masih lebih banyak para ukhti yang berhijrah saat ini.

Saya mengenal kata hijrah sudah berubah persepsi, pertama kali ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena pada waktu itu, banyak dari teman saya yang merubah penampilannya dan mereka mengatakan bahwa diri mereka ingin berhijrah. Kemudian, dengan polos saya bertanya pada salah seorang teman, “Kamu hijrah kemana?”. Dengan tatapan tajam teman saya menjawab, “Hijrah menjadi lebih baik lagi, karena saya menjadapat hidayah”. Saya terkejut, karena teman saya memiliki pemikiran seperti itu, tetapi dalam hati saya juga senang mendengarnya. Dari sanalah saya mengerti kalau hijrah dijadikan gelar bagi orang yang ingin berubah menjadi lebih baik.

Herannya dengan merubah total penampilannya seperti, memakai long dress (baju gamis) dan kerudung syar’i bahkan sampai ada yang membeli cadar untuk dipakainya. Namun, mereka masih saja tidak merubah perilakunya. Bertingkah laku yang sama sekali tidak sedap dilihat mata. Benar, saya tidak mungkin menceritakan detailnya. Tetapi intinya dengan berpakaian seperti itu, mereka tetap tidak menjaga jarak dengan lawan jenis, dan masih suka berpacaran lalu mesra-mesraan di depan umum. Perbuatan seperti itu, saya rasa urat malunya seperti sudah terputus. Mereka tidak sadar dan tidak bercermin bahwa diri mereka sudah merubah penampilannya. Seharunya lebih bisa menjaga diri, tingkah laku, serta perbuatannya.

Kemudian, mengenai cadar yang mereka beli, mereka menggunakannya pada saat-saat tertentu. Seperti pergi ke acara pengajian kelas, pergi bepergian, bahkan ada yang hanya menggunakannya untuk berfoto lalu update di akun-akun sossial media (sosmed) mereka. Pernah suatu ketika di tempat makan, spontan saya bertanya kepada teman saya, “Kamu pakek cadar, ribet gak sih kalo makan?”. Langsung dia menjawab, “Lebih baik merasa ribet dan sulit beraktivitas, tapi bisa mengikuti sunnah Nabi”. Mendengar kalimat itu saya terdiam dan tidak menanggapinya lagi. Namun, dalam hati saya berkata, “Iya.. disini pakek cadar, di sekolah di buka lagi dan begitu seterusnya. Gak ada gunanya tau..”. Cadar seakan menjadi aksesoris wajib dalam berpakaian syar’i. Dan sudah seperti puzzle yang selalu dibongkar pasang. Hahaha.. lucu tetapi miris. Sungguh perbuatan tersebut sangatlah mengganjal pikiran dan mengganggu penglihatan.

Suatu ketika di acara alumni SMA, saya bertemu dengan teman sekolah saya yang sudah berhijrah katanya, saya terkejut dengan penampilannya yang sekarang. Bagaimana tidak, dulu pakaiannya syar’i, bahkan kerudungnya melewati lututnya dan memakai cadar. Namun, sekarang dia sudah melepas semuanya dan memakai pakaian yang press body dan jilbab style zaman sekarang. Saya menanyakannya, apa yang terjadi? Dia pun menjawab, “Dulu aku begitu karena disuruh sama pacarku, sekarang aku udah putus jadi bebas dong terserah aku”. Astaghfirullah, beginilah kalau memperbaiki diri bukan niat dari hati karena Allah, melainkan karena disuruh oleh sesama makhluk-Nya.

Membahas masalah merubah penampilan menjadi syar’i dan bercadar. Saya sedikit resah dengan orang-orang yang suka update dan mengikuti hal yang lagi viral. Seperti bermain tik tok dan lain sebagainya. Bukankah tujuan menutupi badan dengan berpakaian seperti itu, karena mereka tidak ingin dilihat atau memperlihatkan auratnya dan keindahan tubuhnya, serta ingin melindungi diri mereka dari pandangan-pandangan syahwat para akhi. Lalu, apa bedanya dengan mereka yang memang sengaja ingin diperlihatkan? Saya berpikiran bahwa orang yang sudah syar’i penampilannya, kemudian berfoto dan di-upload ke sosmed, bukanlah hal yang pantas dilakukan. Karena dengan seperti itu, secara tidak langsung mereka ingin mengumumkan bahwa dirinya sudah berhijrah.

Orang-orang awam yang melihat dan mempunyai pikiran sempit akan berkomentar yang bisa mengakibatkan memukul rata semua wanita muslimah yang berpakaian syar’i dan berjilbab. Mereka di luar sana pasti akan berkata, “Haallahh.. pakek pakaian syar’i dan jilbab panjang, tapi kelakuannya sama saja”. Dengan penilaian orang-orang yang demikian, secara tidak lagsung nama baik wanita muslimah yang lain sudah tercemar, serta sudah membuat kemurnian dari makna pakaiannya menjadi terkontaminasi. Saya menjadi risih jika ada orang yang membawa-bawa penampilan terutama jilbab, ketika berkomentar tantang masalah tingkah laku yang buruk dari para ukhti yang berhijrah, katanya. Wahai pembaca sekalian, jangan pernah sekali-kali anda menyalahkan jilbabnya, karena jilbab memang sudah menjadi sebuah kewajiban untuk dipakai bagi setiap wanita muslimah. Salahkanlah orangnya, yang masih belum bisa menjaga kesucian dari makna jilbabnya.

Selanjutnya, saya akan mengulas tentang fenomena yang paling banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. Yaitu, tentang hijrahnya para aktris. Seperti, LCB, CF, IDP, FT, dan NM. Maaf, saya hanya menyebutkan inisial namanya untuk menjaga privasi. Dari bebarapa nama artis yang saya sebutkan di atas, banyak di antara mereka sudah jarang muncul di televisi (TV). Namun, NM masih saja sering muncul di acara talk show gosip dan masih suka nyinyir kepada orang lain. Namanya ghibah tetap ghibah, meskipun sudah dipercantik dengan acara-acara talk show tersebut. Tetapi, tidak sampai satu tahun, NM sudah kembali berpenampilan terbuka.

Melihat banyaknya fenomena hijrah belakangan ini tetapi, masih ada di antara mereka yang tetap bertingkah laku buruk dan tidak mencerminkan seorang ukhti yang sedang berhijrah. Bahkan ada yang sewaktu-waktu melepaskannya dan kembali menjadi dirinya yang dulu. Dengan begitu, boleh saya mengatakan bahwa hijrahnya disini hanyalah menjadi tren untuk mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, jangan pernah men-judge orang dari penampilannya. Karena tolok ukur orang yang dikatakan islami belum tentu bisa dilihat dari covernya. Kalau hijrah sudah menjadi yang lebih baik, bisa dilihat dengan penampilannya, maka hal tersebut sangatlah mudah dan spele. Sehingga, menurut saya sebaiknya hijrahkanlah akhlaknya terlebih dahulu, sedangkan pakaian dapat menyusul, yang penting sudah bisa menutupi aurat saja. Oleh karena itu, lakukanlah hijrah untuk memperbaiki diri dan memperdalam ilmu agama. Dan janganlah berhijrah karena ikut-ikutan atau disuruh saja. Karena hijrah bukanlah tren, tetapi suatu jalan untuk menjadi taubatan nasuha. Selain itu, hijrah yang sungguh-sungguh akan menjaga kemurnian dari makna pakaian syar’i dan tidak tercemar lagi.

 

Penulis: Sibghatin

Penyunting: Fadlilatul Laili Riza Rahmawati