Doc: Google

FORMA (25/12) – Pandemi Covid-19 mengakibatkan seluruh kegiatan dilakukan secara jarak jauh dari rumah masing-masing. Imbauan ini bertujuan untuk meminimalisir skala penyebaran Covid-19. Termasuk juga dalam dunia pendidikan, maka selama pandemi mahasiswa harus menjalani sistem pembelajaran Dalam Jaringan (Daring). Di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, pelaksanaan kuliah Daring sudah dimulai sejak tanggal 19 Maret 2020 hingga saat ini. Untuk mengetahui kesan yang dirasakan mahasiswa UINSA selama kuliah Daring, kru magang LPM Forma melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa UINSA di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF), melalui via WhatsApp.

Abdul Mukit, selaku ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) di FUF memberikan komentarnya mengenai perkuliahan Daring. Menurutnya, setiap mahasiswa pasti tidak ada yang menginginkan perkuliahan Daring, karena hal yang pasti diinginkan adalah keadaan kembali ke semula. Akan tetapi, inilah kenyataannya, mahasiswa harus dapat menerimanya. Kuliah di rumah bukan berarti membiarkan kegiatan yang biasanya dilakukan di kampus untuk dihilangkan. Melainkan, mahasiswa harus tetap produktif sementara melaksanakan semua kegiatan secara virtual (Daring). Sehingga, secara tidak langsung mahasiswa juga dipaksa melek akan media sosial. Meskipun kegiatan yang terlaksana tidak seefeketif jika dilakukan melalui Luar Jaringan (Luring).

Selain itu, ia juga memberikan nasihat bahwa mahasiswa harus pandai dalam mengatur waktu, terutama yang mengikuti banyak organisasi. Yang mana setiap organisasi memiliki beberapa program kerja yang harus dilaksanakan selama kepengurusan tersebut. ”Kita harus pintar memenej waktu. Kegiatan mana yang harus didahulukan dan mana yang tidak. Lalu, komunikasi dalam organisasi itu perlu, sehingga segala kegiatan yang diagendakan akan menuai keberhasilan. Ya, kalau saya sendiri yang kerja, mana saya mampu. Maka dari itu, semua elemen dalam suatu organisasi harus menjaga komunikasi dan saling bahu-membahu,” ujarnya (24/12). Sebagai closing statement, ia menuturkan segala hal yang telah terjadi, jadikanlah sebagai pembelajaran. Jangan jadikan masalah pandemi menghalangi diri untuk terus berproses menuju masa yang akan datang.

Dari mahasiswa semester 3, M. Fais Fawazuddin Prodi Aqidah Filsafat Islam juga memberikan pendapatnya. Perkuliahan Daring terkadang masih dipertanyaan bagi beberapa orang tua mahasiswa yang tidak paham tentang sistem ini, sehingga menyebabkan tidak terlaksananya proses belajar-mengajar. Selain itu, perkuliahan Daring berjalan tidak efektif, karena di suatu wilayah tertentu sering mengakibatkan susahnya sinyal atau bahkan sinyal tidak ada.

Begitu pula dari kalangan mahasiswa baru yang juga menyuarakan pendapatnya selama kuliah Daring. Pertama, Abdullah Dzaky dari Prodi Studi Agama-agama. Ia menuturkan bahwa perkuliahan Daring memiliki dampak positif juga negatif. Dari dampak positifnya, mahasiswa bisa melakukan lebih banyak aktivitas, mendapatkan waktu yang efisien, dan lebih santai karena ketika ada kelas hanya perlu menyalakan laptop. “Untuk dampak negatifnya, tentu saja saya tidak bisa bertemu dengan teman-teman dan dosen secara langsung,” tuturnya (23/12).

Selanjutnya, Fathur Rozi dari Prodi Aqidah dan Filsafat Islam mengeluhkan, “Pembelajaran Daring ini tidak enak sama sekali, karena tidak bisa melakukan kuliah secara normal dan tidak bisa berjumpa dengan teman-teman baru, akhirnya saya merasa jenuh. Ditambah lagi kalau terkendala sinyal dan semacamnya,” ujar mahasiswa baru tersebut (23/12). Namun, keadaan yang memaksa tidak bisa menghalanginya untuk terus belajar. “Untuk menambah wawasan tentunya harus belajar. Dan, mau tidak mau kita harus mengikuti alurnya, meskipun kita tidak menikmati prosesnya. Biasanya saya melakukan diskusi sama teman-teman di hari Sabtu atau Minggu, dan terkadang di hari Sabtu dan Minggu sekaligus,” tambahnya.

(Sekar/Rohman/Jihan/Ayatullah)