Oleh: Bara*)
Feminisme, mungkin kita sudah tidak asing lagi ketika mendengar kata itu. Feminisme berasal dari kata feminis yang diambil dari bahasa latin yaitu Femina yang artinya perempuan, dan Feminis adalah orang yang menginginkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian diberi imbuhan “Isme” yang akhirnya menjadi sebuah pemikiran atau ideologi.
Feminisme pertama kali lahir dan dirumuskan oleh Mary Wollstonecraft pada Abad ke 18 (1759-1799) di Prancis, yang dicuatkan dalam karya tulisnya yang berjudul A Vindication Of the Right of Women.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1963 di Amerika Serikat, Batty Friedan menulis buku yang berjudul The Feminine Mystique, yang tak disangka setelah terbitnya buku itu berdampak sangat baik untuk revoliusioner para perempuan di Amerika. Oleh karena itu kemudian Batty Friedan mendirikan organisasi perempuan NOW (National for Woman) pada tahun 1966.
Sejak saat itu perempuan bisa mendapatkan hak-haknya dalam bermasyarakat dan bernegara. Kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji yang sama dengan laki-laki, serta dapat memiliki hak pilih secara penuh dalam segala bidang. Semua itu merupakan perubahan yang sangat revolusioner mengingat begitu kentalnya sistem patriarki yang dibentuk oleh konstruk sosial kepada perempuan.
Lambat laun, paham feminisme telah masuk ke Indonesia dengan misinya yakni kesetaraan. Paham ini kemudian menuai kontroversi oleh sebagian masyarakat Indonesia, terlebih golongan Islam Radikal. Mereka berpendapat bahwa tidak boleh seorang perempuan memiliki posisi di atas laki-laki, dan perempuan harus ada di bawah laki-laki, karena laki-laki adalah seorang imam.
Namun perlu digarisbawahi ketika kita memahami sesuatu kita tidak boleh begitu tekstual, karena bisa jadi apa yang kita tafsirkan itu salah. Ya, saya kira penolakan terhadap hak-hak perempuan dan menolak paham yang memerjuangkannya merupakan dampak dari pemahaman agama yang sangat tekstual.
Padahal paham Feminisme itu diadopsi karena selaras dengan apa yang dibawa atau diperjuangkan oleh RA Kartini yakni “Emansipasi”, kesetaraan untuk memeroleh pendidikan, pekerjaan, dan mendapat hak-hak lain para perempuan yang terdeskriminasi oleh laki-laki.
Kita tahu bahwa feminisme di Indonesia ini adalah terkait kesetaraan (layaknya Emansipasi) dan bukan untuk mendominasi laki-laki bahkan membombardir tatanan kehidupan. Ketika kita menengok lebih jauh terkait sejarah dan mengkorelasikannya dengan zaman sekarang, masih banyak kita jumpai para perempuan yang kesulitan untuk mendapatkan hak-haknya, entah itu dalam hal pendidikan, berkarir, pekerjaan, dan sebagainya.
Terlebih ketika ada hastag yang viral baru-baru “Indonesia tanpa Feminisme” atau “Uinstall Feminism” yang dipopulerkan di sosial media dan mengajak masyarakat terlebih anak muda untuk hijrah serta menolak paham Feminisme. Hal tersebut terasa sangat miris bagi saya karena, ketika kita menelisik lebih jauh dan lebih dalam apa itu feminisme di Indonesia. Terlebih terkait “Islam dan Feminisme” , dua hal ini bahkan tidak bertentangan sama sekali, karena Rasulullah sendiri diturunkan ke bumi ialah membawa hak-hak para perempuan, dimana Beliau datang membawa keadilan untuk perempuan, marwahnya diangkat, pembunuhan serta perbudakan pada perempuan pun dihentikan. Bahkan jika kita berpikir perempuan tidak boleh memiliki sepak terjang dalam kehidupan, kita juga salah karena dalam surat al-Baqarah ayat 30 Allah mengatakan “Inni Ja’ilun Fil Ardi Khalifah” yang artinya “Maka dijadikan oleh Allah SWT setiap manusia itu pemimpin di bumi.” dimana kata “Manusia” diperuntukkan untuk Laki-laki dan juga Perempuan. Ketika ada pergerakan atau paham jika perempuan tidak boleh menjadi pemimpin dan sebagainya itu sama halnya kita merampas hak-hak mereka. Ditambah lagi tidak ada yang namanya laki-laki di atas dan perempuan di bawah maupun sebaliknya. Karena semua makhluk Allah itu sama, dan yang membedakan adalah ketaqwaan. Dalam surat al Hujurat ayat 13 yang artinya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” ayat tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa orang yang paling bertakwalah yang akan mendapati posisi terbaik di hadapan-Nya dan bukan karena status gendernya.
Mirisnya lagi ketika Feminis di Indonesia dicap sebagai kafir bahkan penganut Bisex. Entah apa yang membuat perspektif tersebut menempel di benak masyarakat. Padahal tentunya seorang Muslim dapat menjadi Feminis karena peduli dengan kesetaraan hak.
Tak hanya itu, banyak kaum laki-laki yang juga salah kaprah menanggapi isu Feminisme. Banyak laki-laki yang akhirnya membenci para Feminis karena dianggap ancaman, para perempuan Feminis dianggap sebagai musuh yang hanya akan membumi hanguskan laki-laki. Padahal tentu tidak. Saya pribadi adalah seorang laki-laki dan menurut saya, seorang bisa menjadi Feminis ketika seorang peduli akan kesetaraan hak antar laki-laki dan perempuan.
Semoga ke depannya, masyarakat akan lebih selektif dalam menilai suatu hal.
*Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis
Penyunting: Fadlilatul Laili Riza Rahmawati