Penulis: Zamzam Qodri

 

Sumber: yukbanyuwangi.co.id

Di malam 9 April, tepatnya di warung kopi bernama Latanza, aku dan temanku sedang menikmati manisnya susu coklat dan Chocolatos. Di situlah kita mendapat materi perkuliahan oleh semesta. Entahlah apa materinya itu, namun yang bisa aku ambil hikmahnya adalah soal persamaan dukun dengan sales.

Semesta memberikan stimulus pikiran kepada temanku untuk bertanya tentang syirik. Ketika hal itu terjadi, kukira semesta kali ini akan kaku membahas soal agama. Namun, semesta membuat pembahasan kita mengalir sehingga kita tidak tahu apakah itu akan menjadi kaku atau tidak. Baiklah, aku akan menceritakan perkuliahan malam ini dengan semesta.

Ketika aku dan temanku sampai di kampus perkuliahan, yaitu warung kopi Latanza, aku memarkirkan sepeda motor di depan kampusku itu. Lalu, aku memesan segelas susu coklat dan Chocolatos untuk temanku. Setelah memesan, aku duduk di samping temanku.

Sembari menunggu pesanan datang, temanku memulai percakapan dengan menanyakan persoalan yang berkaitan dengan syirik. Ia bertanya padauk, “Bro, gimana ya orang yang ingin kaya dengan mengandalkan azimat atau amalan yang diberikan oleh orang pintar?” Aku pun menjawab, “Ya, nggak papa lah, Bro, asalkan tidak percaya dengan kekuatan azimat atau amalan itu. Kan ajimat atau amalan itu hanya perantara untuk merayu Allah. Ibarat kamu ingin minta sesuatu pada ayahmu supaya cepat terkabul, kan harus ada embel-embelnya. Tapi, bukan berarti Allah itu minta embel-embel. Tapi, kan kamu yang harus sadar bahwa kamu sebenarnya nggak pantes meminta sesuatu kepada Allah. Nah, biar kamu percaya diri, kamu melakukan lobbying melalui azimat dan amalan itu.”

Ya begitulah, semesta memberikan setan sebagai teman ghoib ngopiku, aku dibuat sombong seperti lagaknya seorang ustaz di hadapan temanku.

Aku akui ia berhasil membuatku makin sombong, hingga ia pun sampai tertegun dan terkagum dengan kesombonganku. Dan ia pun mengakui kepiawaianku dalam mengolah kata demi kata, kalimat demi kalimat. Ya mau bagaimana lagi, bahasaku kali ini juga menunjukkan kesombonganku. Wong sudah terlanjur sombong, apalah daya diri ini, hahahaha.

Oke, aku lanjut aja, ya. Setelah lama aku, temanku, dan teman setanku itu bercengkerama, ngomong ngalorngidul, akhirnya temanku menanyakan kembali. Dia heran mengapa dukun itu bisa membuat kaya seseorang dengan mantra dan amalan yang harus dilaksanakan oleh orang yang memohon kepadanya, sedangkan dia tidak sekaya orang tersebut. Lucunya lagi, katanya, dukun itu memberikan tarif kepada customer-nya. Padahal, ilmu pesugihan berada di luar kepalanya. Aku pun berpikir keras untuk menjawabnya. Namun, tak kunjung menemukan jawabannya. Hingga akhirnya teman setanku itu membisikkan kepadaku:

“DUKUN ITU SALES-NYA SETAN!”

Mendengar itu, aku juga berpikir lebih keras, apa sih yang dimaksud teman setanku ini? Akhirnya, dia meminjam ruh dan sukmaku untuk menjelaskan jawaban untuk temanku tadi. Ia berkata melalui ragaku:

“Bro, setan itu ibarat pemilik perusahaan ilmu pesugihan, misinya adalah menyesatkan manusia. Nah, dukun itu sales-nya, ia yang memberikan persuasi lewat tampilan dan aksi yang meyakinkan, sehingga manusia tergiur untuk membeli produknya. Tentu seorang sales membutuhkan keuntungan atas jasanya. Nah, si pemilik perusahaan itu pasti memberikannya, asalkan produknya laku. Yang namanya bisnis ya mesti ada perjanjian, dan yang dikorbankan mesti pembeli atau customer-nya, bukan sales-nya. Ya begitulah, akhirnya semua bisnis menguntungkan pemilik perusahaan.” Jawaban itu dapat memuaskan temanku.

Setelah itu, ia pun mengembalikan ruh dan sukmaku seperti sedia kala. Dan di saat itulah, aku berhipotesis bahwa ada setan yang fair dalam mengungkapkan biodata golongannya sendiri. Jadi, jika masih ada yang mengunggulkan golongannya sendiri dengan menutup-nutupi hakikat dari golongannya, ia lebih setan dari setan. Hahahaha.  Sekian.