Forma– Sabtu 06 April 2019. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat pada hari Rabu (03/04) telah menetapkan ketua dan wakil Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (Dema-F). Namun, hasil penetapan ini nyatanya disambut dengan berbagai pertanyaan dari kalangan mahasiswa. Hal ini dikarenakan jadwal pemilihan Dema yang seharusnya dilaksanakan pada 4 April ternyata sudah membuahkan hasil pada tanggal 3 April yang seharusnya merupakan tanggal dijadwalkannya kampanye. Hal ini menimbulkan spekulasi di kalangan warga fakultas bahwa penetapan Dema sangat “Mendadak Jadi”.

Hal inilah yang kemudian banyak dikeluhkan oleh para mahasiswa. Seperti ujar Afni, mahasiswa IAT semester 4 “Ya gak demokratis banget-lah, masak ada pemilihan Dema-F gak ada coblosan sama sekali? Nah terus juga gak sesuai jadwal, yang harusnya hari ini (04/02) itu jadwalnya penentuan calon Dema-F malah tiba-tiba udah ada pamflet selamat kepada dema-F terpilih.” Hal senada juga diungkapkan oleh Gitri mahasiswa SAA semester 4, “Politik fakultas buruk, yang namanya pemilihan itu alangkah baiknya ya melibatkan semua warga fakultas. Eh lah kok ini tanpa tahu menahu tiba-tiba langsung jadi. Selain itu, di jadwalnya kan jelas tanggal 4 baru pemilihan. Lah ini kok mendadak jadi gitu lo? Ini karena memang saya pribadi yang kurang update, atau memang sudah di update dan saya ndak tau atau kemungkinan memang politik fakultasnya yg miris? Tapi denger-denger sih aklamasi. Intinya saya sedikit kecewa, kenapa kok aklamasi? Kenapa tidak voting?” Begitu pula dengan Alavyn, mahasiswa SAA semester 4, ia memaparkan “Dema ini mendadak banget, sedangkan tanggal pemilihan harusnya dilakukan hari ini (4 April 2019) tetapi pengumuman dilantiknya sudah kemaren. Janggal? Jelas, kok gak ada transparansi pemilihan seperti yg dilakukan anak Hadis hari ini (04/02), coblosan Kahima. Ini ranah Dema loh padahal, lebih besar daripada Kahima tapi kenapa mainnya kayak gini? Lah kita sebagai warga fakultas ada loh yang menunggu kampanye dari calon Dema, lihat visi misinya dan latar belakang calonnya itu sendiri, tapi kenapa gak ada transparansi? Gak ada kampanye? Gak ada voting pemilihan? Kalau cuma aklamasi seperti ini malah kelihatan bahwa Dema itu Tahta yang diturunkan, bukan Jabatan. Oh ya, dari info yang saya dapat, aklamasi dilakukan karena calon satunya tidak memenuhi syarat KPU. Tapi ya tetep aja gak bisa kita lakukan aklamasi, harusnya tetap ada pemilihan antara calon tunggal dan kotak kosong, agar kita tahu bagaimana warga Ushuluddin memandang si calon, kalo semisal bagi warga dia gak compatible? Kenapa harus dipaksa jadi Dema?” ungkapnya.

Untuk mengonfirmasi berbagai macam keluhan ini, kami menemui M. Baharuddin selaku ketua KPU Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Saat ditanya mengenai pemilihan Dema yang mendadak dan tak sesuai jadwal, ia menjawab “Itu penetapan, bukan pemilihan. Karena gak ada lawannya apa mau lawan kotak kosong? Kalau yang menang kotak kosongnya terus siapa yang jadi?” ujarnya. “Kan hari Senin, itu verifikasi, gugatan 1×24 jam itu hari Selasa. Mau gak mau harus hari Rabu, kenapa hari Rabu? Karena rencana kita Kamis itu pemilihan. Tapi ternyata hari Rabu itu mereka tidak lolos verifikasi. Akhirnya ditetapkanlah itu. Kalau hari dipilihnya memang sengaja, tapi arahnya ke sana itu yang tidak sengaja.” Tambahnya. “Karena gini lo, kalau semisal kita lawan kotak kosong, kita punya lembaga Ad hoc? Gak punya kan? Kayak dema-U kemarin lo, dibekukan, terus akhirnya gak ada. La itu administrasi mahasiswa terus gimana?. Jadi gimana ya, ya itu saya anggap memang kekurangan sistem peraturan kita.” Tutupnya.

Terlepas dari segala keluhan yang ada, harapan-harapan baik juga dilontarkan oleh para mahasiswa kepada Ketua dan Wakil Ketua Dema yang baru. Mereka berharap dengan adanya Dema yang baru, regulasi semakin mudah dan transparan, lebih demokratis, lebih melibatkan mahasiswa dalam setiap pemilihan dan tak mengharap kata mayor-minor serta menjunjung tinggi persetaraan hak antar warga fakultas. (Riza, Bara)