“Pada Akhirnya dibutuhkan keberanian yang lebih besar untuk hidup dibandingkan untuk bunuh diri” –Albert Camus, A Happy Death
Pernahkah kita mendengar ada salah satu teman kita yang ingin bunuh diri? Atau bahkan kita sendiri pernah menginginkan hidup kita berakhir dengan cara bunuh diri?. Bunuh diri adalah hal yang seringkali terdengar dan mungkin seringkali kita rasakan ketika dalam keadaan depresi. Dalam bukunya yang berjudul Kajian Bunuh diri, Muhammad Adam Hussein menjelaskan bahwa Bunuh diri adalah tindakan mengakhiri hidupnya sendiri tanpa bantuan aktif orang lain, dan kebanyakan orang yang melakukan tindakan bunuh diri disebabkan karena mereka mengalami depresi tingkat tinggi dan tidak melihat lagi harapan untuk hidup.
Pada data yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) dan International Association of Suicide Prevention(IASP) bahwa lebih dari 1.000.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun. Dan naasnya, ditahun 2020 diprediksi setiap 20 detik, 1 orang meninggal karena bunuh diri. Di Indonesia sendiri data tentang angka bunuh diri belum komprehensif, namun dalam catatan WHO pada tahun 2010 terdapat 5000 kasus bunuh diri per tahun, sementara pada tahun 2012 angkanya melesat menjadi 10.000 kasus per tahun.
Kasus bunuh diri ini menurut penulis sendiri harus segera dicegah karena bunuh diri bukan cara yang ampuh untuk menyelesaikan masalah, tapi malah menambah masalah. Seperti dikutip dari sebuah brosur bunuh diri yang disebar oleh Universitas Airlangga bahwa sudah tergambar jelas bahwa bunuh diri bukan jalan terbaik untuk menyelesaikan sebuah masalah.
Pertanyaannya, apakah kasus bunuh diri dapat dicegah? Jawabanya adalah BISA. Menurut informasi yang penulis dapatkan saat mengikuti Kelas Psikologi di Fakultas Psikologi dan Kesehatan UINSA, ada 5 langkah untuk mencegah bunuh diri,yakni.
Pertama, kenali tandanya. Seperti yang sudah tertulis diatas bahwa orang yang ingin mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri biasanya disebabkan karena depresi. Seseorang yang sedang mengalami depresi, terkadang ke-depresian mereka sangat sulit dipahami. Seperti yang dikisahkan Matt Haig dalam bukunya Reasons to Stay Alive bahwa depresi tidak selalu memiliki sifat yang jelas. Bisa saja orang yang nampak baik-baik saja ternyata dalam dirinya terpendam depresi yang sangat mendalam. Merasa tidak ada lagi jalan untuk menyelesaikan masalahnya,dan bunuh diri adalah pilihan terakhir agar bisa lepas dari masalah. Dan biasanya, orang yang sudah mengalami seperti ini menjadi lebih pendiam dan tertutup bahkan bisa saja menarik diri dari orang lain.
Kedua , lakukan sesuatu. Apabila kita menemui hal seperti itu, yang harus kita lakukan adalah Jangan tinggalkan mereka. Karena terkadang mereka hanya butuh ruang untuk berbagi cerita dan mengungkapkan segala isi hatinya. Seperti yang dikemukakan oleh pemateri dalam Kelas Psikologi tersebut bahwa seseorang yang mengalami depresi pada intinya hanya butuh didengar dan sebagai masyarakat biasa, kita menduduki posisi paling depan dalam hal mencegah bunuh diri. Hal inilah yang dapat penulis garis bawahi bahwa tanpa kita sadari, ternyata peran orang sekitar seperti kita jauh lebih penting untuk mengurangi angka bunuh diri dibanding seorang psikolog atau Instalasi seperti Rumah Sakit Jiwa.
Ketiga, sayangi diri sendiri. Menyanyangi diri sendiri adalah hal terpenting untuk mencegah bunuh diri. Karena disaat kita mengalami depresi hebat yang akhirnya bunuh diri menjadi jalan satu-satunya, rasa sayang inilah yang akan mengurungkan niat kita untuk melakukan bunuh diri, sebab kita merasa diri kita sangat berharga yang akan kita jaga baik-baik.
Keempat, Cari bantuan. Kunci utama mencegah bunuh diri adalah dengan stay connected atau tetap terhubung dengan orang lain.
Kelima, sebarkan pada minimal 5 orang tentang “5 langkah mencegah bunuh diri”. Dengan menyebarkan 5 langkah ini diharapkan masyarakat dapat ikut berperan dalam upaya mengurangi kasus bunuh diri di Indonesia, hingga dunia.
(Fatimah)