Suasana demonstrasi yang dilakukan di depan gedung Kejaksaan Negeri Surabaya pada Jum’at, 8 Maret 2023. Terlihat massa aksi membawa spanduk bertuliskan aspirasi mereka.

Reporter : Hengki Fernando, Faiqul Waffa

Editor : Muhammad Chaidar

Forma (08/03) Para demonstran yang terdiri dari berbagai Aliansi Buruh, Lembaga Hukum dan Mahasiswa melakukan Demonstrasi di Depan Gedung Kejaksaan Negeri Surabaya pada Jum’at, 8 Maret 2023. Mereka menuntut pembebasan Ibu Dwi yang Tengah di tahan oleh Kejaksaan.

“Jadi target kita hari ini adalah melakukan pembebasan terhadap ibu Dwi yang sudah ditahan sejak hari Selasa kemarin tanggal lima di Rumah Tahanan Porong,” kata asisten pengabdi Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Elsa saat diwawancarai di depan gedung Kejaksaan Negeri Surabaya.

Habibus Shalihin dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya menceritakan kronologi kejadian bahwa ibu Dwi mendapat laporan pidana setelah menuntut perusahaan tempatnya bekerja ke Polda Jatim terkait pemberian upah yang tidak sesuai dengan standar dan jaminan Kesehatan yang tidak diberikan. Akan tetapi laporan ibu Dwi diberhentikan dan selang beberapa lama kemudian ia mendapat surat laporan. Anehnya pelapor adalah seorang karyawan biasa di Perusahaan tersebut.

Hal itu yang melatarbelakangi aksi demonstrasi untuk bertemu dengan Kejaksanaan Negeri dalam rangka melakukan Restorative Justice karena proses hukum yang bias. Ditambah ibu Dwi sebagai seorang buruh yang tidak terikat oleh perserikatan manapun dan rentan kriminalisasi.

Pada pukul 15.00 WIB, setelah orasi dilakukan akhirnya pihak advokasi, perwakilan lembaga hukum serta mahasiswa, diizinkan masuk ke dalam gedung Kejaksaan Negeri Surabaya untuk melakukan mediasi. Namun tim kuasa hukum ibu Dwi dibuat kecewa karena Kepala Kejaksaan Negeri tidak menemui mereka secara langsung dan hanya mengirimkan perwakilan.

“Kami meminta Restorative Justice penuntut umum kepada mereka, akan tetapi mereka menilai bahwa perkara ini sudah tidak memenuhi peraturan kejaksaan dan berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan sehingga kami memilih keluar dan walk out karena ketidakpastian tuntutan serta tujuan utama kami sebenarnya ingin menemui ketua kejaksaan negeri,” ujar Elsa.

Ia mengatakan bahwa penyelesaian perkara di pengadilan adalah sesuatu hal yang tidak diinginkan karena kasus ini dipandang sebagai kasus SLAPP atau kasus kriminalisasi karena adanya pelaporan terhadap ibu Dwi yang sedang memperjuangkan haknya.

“Kita tetap ingin melobby dan negosiasi sampai bertemu dengan Kepala Kejaksaan Negeri untuk membebaskan ibu Dwi sekarang juga, apakah nanti akan bertahan sampai menginap ya, kami jika mengharuskan, akan menginap,” imbuhnya.