FORMA)_ Sekelompok Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Uinsa (AMPUN) menggelar aksi damai di depan Jatim Expo (JX) sekitar jam 14:30 WIB 6 September 2018.
Peserta aksi memulai aksinya dari dalam kampus, kemudian berjalan memenuhi jalan raya Ahmad Yani Surabaya menuju jatim expo (JX) untuk menemui presiden, sambil bernyanyi lagu-lagu kemahasiswaan dengan sepanduk bertulisakan “UKT naik, Mahasiswa sengsara, Presiden harus bertanggung jawab”.
sesampai di depan JX para peserta aksi dihadang oleh aparat keamanan, yang menanyakan kepada peserta aksi mengenai legalitas aksi tersebut, sehingga terjadi percekcokan antara Massa dan aparat.
Ghozali selaku korlap aksi, menjelaskan bahwa ia sah dalam melakukan aksi demonstrasi, mengingat undang-undang No 9 tahun 1998 tentang kebesan berpendapat. “Kita sudah di perbolehkan oleh undang-undang pak, jadi ngapain dilarang” teriaknya terhadap aparat.
Percekcokan semakin alot, sampai kemudian terjadi bentrok antara aparat dan massa aksi yang kemudian berakhir chaos . Nampak bahwa para peserta aksi ada yg di tendang oleh aparat dan di pukul. Karena kericuhan tidak bisa dibendung lagi, akhirnya ada enam peserta aksi yang kemudian di amankan dan di bawa ke Polsek Wonocolo.
Ghozali (selaku korlap), Nawir (fak. Syariah dan Hukum), Hamdan Mu’afi (fak. UShuluiddin dan Filsafat), Muntahe (fak. fisip), Zainal Abidin (fak. Ushuluddin dan Filsafat), dan Basyir Abbas (fak. Dakwah dan Komunikasi) adalah enam peserta aksi yang di amankan dan di bawa ke Polsek Wonocolo.
Nawwir selaku peserta sangat menyayangkan tindakan aparat dalam memperlakukan peserta aksi , karena menurutnya aksi tersebut adalah aksi damai untuk menyampaikan keluh kesah yang sifatnya aspiratif terkait masalah tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di UINSA.
“Aksi ini adalah aksi damai, dimaksudkan untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada bapak presiden yang terhormat selaku pimpinan kita semua bahwa UKT di UINSA jauh dari kapasitas kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa” tuturnya.
hal senada juga disampaikan oleh hamdan muafi, ia mengatakan bahwa aparat nampaknya tidak mampu membedakan antara pemberitahuan dan perizinan.
“Pemberitahuan dan perizinan itu sangat berbeda mas, aksi kami dilindungi oleh konstitusi, artinya tidak dilarang, lantas kenapa kami dihalangi? ” ucapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa kenapa harus memberitahukan, karena sebagai bentuk konfirmasi agar aparat mampu menjaga berlangsungnya aksi.
“Yakni bukan membubarkan, karena kita sudah di izini oleh konstitusi“, pungkasnya.
(MUKID)