Hari-hari ini kita diributkan oleh bangunnya DPR dalam melakukan kinerjanya setelah beberapa dekade tertidur. DPR bisa bangun sebagai lembaga Legislatif negara yang merumuskan perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski sudah melakukan tugasnya, kinerja DPR yang akan purna ini mendapatkan sorotan yang sangat tajam oleh khalayak umum. Hal ini lantaran DPR sebagai lembaga Legislatif membuat sebuah undang-undang untuk KPK, dan ironinya lagi banyak khalayak umum menganggap Undang-undang ini sebagai tindakan memperlemah KPK.
Melansir laman Kompas.com Mulusnya Pengesahan Revisi Abai Kritik Hingga Tak Libatkan KPK (18/9/19), penetapan Revisi Undang-Undang KPK No 30 Tahun 2000, Banyak sekali muatan-muatan Undang-undang yang dianggap oleh public sebagai bentuk pelemahan terhadap KPK. Hal ini lantaran status fungsi KPK sebagai lembaga independen ditarik menjadi bagian dari lembaga Eksekutif. Tidak hanya itu untuk melakukan kontroling terhadap KPK dalam UU KPK yang baru, DPR menambahkan perlunya badan pengawasan. Dua poin itulah yang menarik rentetan pro dan kontra dalam lanjutan kisah perseteruan DPR dan KPK.
Unik memang bila kita membaca dari cara pandang yang berbeda. Terlepas maraknya seruan demontrasi yang sedang berlangsung di jalanan hari ini oleh mahasiswa-mahasiswa yang notabene hanya termakan isu domino yang sedang melanda negara ini. Penulis hanya ingin melakukan refleksi kembali terhadap permasalahan yang sedang panas-panasnya mencekik marwah keadilan. Didalam polemik ini ternyata ada sebuah kisah yang hampir sama dengan film garapan Marvel pada tahun 2016 yang lalu
Film tersebut yakni Captain Amerika Civil War. Dalam adegan film tersebut, dikisahkan para anggota Avengers diliputi oleh kegundahan. Setelah aksi-aksi heronya menyelamatkan dunia dari ancaman-ancaman penjahat, ternyata memberikan efek yang cukup parah terhadap kejadian setelahnya. Didalam adegan film ini, kita menemukan bagian saat para Avengers bertemu dengan sekretaris negara dan melakukan diskusi perihal dampak yang dilakukan akibat tindakan Avengers. Sekretaris negara yang saat itu menjadi penghubung antara dunia internasional dan Avengers meminta Avengers untuk menandatangani sebuah perjanjian pengawasan dibawah PBB. Sontak hal itu membuat para Avengers bersitegang, lantaran selama ini mereka berada lepas dari intervensi lembaga-lembaga dunia. Disinilah percakapan yang dipenuhi dengan muatan-muatan yang mungkin memberikan pencerahan bagi polemiki DPR dan KPK. Dalam adegan ini Avengers pecah menjadi kubu pro dan kontra. Rogers sebagai Captain America bersikukuh untuk Avengers tidak menjadian dalam Dewan Panel PBB. Hal ini berlainan dengan kubu Pro, yang diikuti oleh Vincent, Tony Stark dan Rhodes. Mereka berpendapat bahwasannya Avengers harus menandatangani perjanjian tersebut, dan ikut bagian dari PBB.
“ Saat Tn. Stark mendeklarasikan dirinya sebagai manusia super, jumlah manusia super bertambah dan disaat yang sama jumlah potensi kiamat pun bertambah. Maksudku mungkin ada sebab dan akibat. Kekuatan kita mengundang tantangan, tantangan mendorong konflik dan konflik mendatangkan petaka dan pengawasan adalah solusinya”. Kutipan tersebut adalah kata-kata Vincent yang menengai perdebatan antara Sam Wilson dan Rhodes dalam adegan Civil War. Dalam hal ini mungkin dalih yang digunakan DPR dalam memberikan badan pengawas tidak lepas dari over fungsional KPK. Mungkin kita bisa melihat sepak terjang KPK dalam melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), namun apakah itu fungsi dari KPK?. Tidak hanya itu, dibalik sanjungan masyarakat atas OTT yang berhasil dilakukan oleh KPK, apakah KPK benar-benar melakukan fungsinya sebagai lembaga yang memberantas korupsi, atau KPK tak ayalnya sebagai jagoan jalanan yang mengahantam bandit-bandit kecil dalam melakukan pencurian permen di toko klontong.
Melansir laman Kompas.com 18 Kasus Korupsi Besar Mangkrak, Pimpinan KPK Tega Skan Terus Bekerja,(15/05/19). Jika kita melihat berita tersebut, kita akan mengetahui bagaimana performa KPK yang tak ayalnya mencari kasus-kasus remeh lalu ditonjolkan ke permukaan. Hal ini untuk menutupi keterpurukannya dalam meladeni kasus-kasus mega korupsi. Jika seperti ini tak salah memang, bilamana DPR yang notabene bandit-bandit jalanan yang sering grusa-grusu dalam melakukan pencurian, dijadikan bahan empuk dalam mengangkat citra KPK sebagai dewa anti korupsi. Meskipun seperti itu, bandit-bandit jalanan ini tidak bodoh. Lantas DPR sebagai Legeslatif Sector menggunakan kewenangannya dalam melindungi dirinya sendiri. Akhirnya disahkanlah RUU KPK dengan poin-poin yang ada sekarang ini
Jika sudah seperti ini lantas bagaimana solusinya? apakah Pimpinan Umum KPK yang sekarang Firli Bahuri atau bahkan Laode Syarief sebagai wakil ketua KPK yang mendampingi ketua KPK yang mengundurkan diri Agus Rahardjobersa, akan meniru gaya Captain Amerika dengan mengatakan “Pekerjaan ini kita sudah menyelamatkan orang semampu kita, terkadang itu tak bisa semua orang. Jika kita tak terbiasa dengan ini, mungkin nanti tak akan ada yang terselematkan”. Terlalu naïf memang, jika lembaga-lembaga negara bersitegang dan menggunakan masyarakat sebagai pion-pion perseteruan. Seharusnya, polemik-polemik yang demikian ini selesai di dapur rumah tangga pemerintahan RI, bukan malah mencari kongsi dan menggalang opini untuk melegitimasi siapa yang dikebiri.
Bila kita sudah mencapai taraf polemik-polemik ini, maka saya akan mengutip kalimat Natasha Roman of “ Hanya karena itu jalan yang berlawanan maka itu bukan jalan yang salah, tetap bersatu lebih penting dari pada mencari cara untuk bersatu”. Akankah kisah DPR dan KPK berakhir seperti halnya adegan Civil War ? kita nantikan saja babak selanjutnya.
(Akary)