
Reporter : Baharudin Chabib Hakim
Editor : Muhammad Chaidar
(Forma 24/4) – Acara Bedah Buku Himpunan Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam yang dilaksanakan pada hari Rabu, 25 April 2024 dinilai memeras dan memaksa mahasiswa, karena dikenakan biaya dan diwajibkan.
Acara tersebut merupakan kerja sama Himaprodi Aqidah dan Filsafat Islam dengan Gramedia. Untuk mengikuti acara tersebut mahasiswa dipatok harga 10.000 hingga 15.000 per kepala.
M. Feri Selaku Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam mengatakan, ia merasa dipaksa dan diperas, karena HMP AFI mewajibkan untuk mengikuti kegiatan dan berbayar meski terdapat nota dinas peralihan perkuliahan.
“Untuk peralihannya saya setuju aja mas, tapi yang membuat saya tidak setuju karena perkuliahan dialihkan ke seminar tapi malah disuruh bayar. Sedangkan kita kuliah bayar Uang Kuliah Tunggal, otomatis untuk seminar yang menjadi peralihan kuliah gratis, selain itu Seminar ini bersifat memaksa mahasiswa yang tidak suka berkecimpung kedalam dunia organisasi secara massif” ujarnya
Sependapat dengan Feri, Mudhia Muadza selaku Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam mengatakan bahwa: Seminar tersebut menghambat proses perkuliahan, yang seharusnya pada hari itu dikelas bisa presentasi dua sampai tiga kelompok malah tertunda karena acara bedah buku. Selain itu berbayarnya acara ini menurut beberapa pihak bersifat pungli, karena yang bersifat wajib didalam konteks pembayaran hanyalah UKT saja, diluar itu jika wajib membayar, maka akan menjadi pungli.
“Awamnya aku, bukannya kewajiban yang berbayar itu hanya boleh diperuntukkan UKT saja, sedangkan selain itu ga diwajibkan mengeluarkan biaya apapun, soalnya terlihat seperti pungli, dalam kata lain pihak prodi sengaja mencari keuntungan dari uang saku mahasiswa diluar UKT, jika alasannya agar mahasiswa bertambah ilmunya, itu kan hak masing-masing, mau bertambah atau tidak, tidak ada kewajiban apapun dari kampus untuk memaksakan diluar kewajiban mahasiswa seperti mengikuti kelas, mengerjakan tugas, ujian, dan lain-lain” Jelas Mudhia.
Menanggapi hal tersebut, Syafrial Arrasyid selaku Penanggung jawab Acara Bedah Buku angkat suara. Menurutnya Nota Dinas yang dikeluarkan tersebut merupakan penguat agar mahasiswa mau mengikuti acara, dan itu diperbolehkan oleh Kepala Program Studi, dan kuliah bukan hanya tentang presentasi saja.
“Karena Nodin merupakan penguat agar mahasiswa mau mengikuti acara, seharusnya Kaprodi yang paling tau karena jika seandainya Kaprodi tidak menyetujui berbayar maka akan kami gratiskan, namun pada kenyataannya Kaprodi menyetujui dan tentu kami mengambil keuntungan disitu, dan tentu itu semua sesuai dengan perhitungan konsumsi, dan acara ini merupakan acara dari Gramedia, dan HMP tidak ada dana, maka dari itu kita mengenakan biaya untuk menghormati tamu.” Ujar mahasiswa semester empat itu.
Ia juga mengatakan bahwa kuliah bukan tentang presentasi saja, salah satunya mengikuti acara bedah buku ini, ia juga menekankan bahwa pertukaran pikiran melalui acara semacam ini perlu dilakukan agar mahasiswa tidak hanya membaca ketika melakukan presentasi, namun juga aktif dalam sesi tanya jawab.
Sependapat dengan Rasyid, Wahyu Maulana selaku Ketua Pelaksana juga angkat suara mengenai hal ini, menurutnya hal ini merupakan suatu usaha kita dalam menghadapi permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia.
“Jika kita melihat dari riset, Indonesia merupakan negara yang memiliki IQ terendah yaitu 78%, sedangkan rata-rata IQ dunia 90%, sementara AI sendiri memiliki IQ 80%, bayangkan Manusia dikalahkan oleh ciptaannya sendiri, salah satu dari diakibatkan tersebut adalah turunnya minat baca mahasiswa,” ujar Wahyu.
Terkait biaya yang ditarik dari acara ini, ia menjelaskan bahwa pencairan dana tidak semudah membalikkan tangan. Acara yang digagas oleh Himaprodi Aqidah dan Filsafat islamI tersebut terkendala kekosongan struktural Himaprodi sehingga tidak ada yang mengurus untuk pencairan dana.