FORMA (26/05) Kongkow Sufi dengan tema Paradox Science vs Tasawuf dalam terapi SEFT yang diselenggarakan oleh Matan UINSA (24/05) kemarin dan di-support beberapa organisasi seperti Himaprodi TAPSITERA & MATAN PC Surabaya. Acara ini diisi oleh Dani Harmoko, seorang ahli terapi yang telah melancong hingga Mancanegara.
Komisariat Matan UINSA mengatakan bahwa acara ini sebenarnya terjadwal pada 21 Mei, akan tetapi karena beberapa kendala tanggal yang ditetapkan harus diganti, “ akhirnya dari tanggal 21 Mei kita pindah tanggal ke 24 Mei. Selain itu kami berharap dapat bekerjasama lebih baik lagi dengan pihak Himaprodi Tasitera,” terang Khoiruddin, Ketua Matan UINSA.
Acara yang dihadiri juga dari mahasiswa Universitas Negeri Surabaya dan mahasiswa Universitas Airlangga berjalan khidmat. Salah satu materi yang disampaikan Harmoko adalah tentang praktek terapi yang biasanya menggunakan terapi SEFT. Sebenarnya, menurut Harmoko, cara kerja terapi tersebut sangatah mudah. Cukup mengetukkan beberapa bagian tubuh seperti ubun-ubun, bagian bawah mata, pinggir alis dan beberapa bagian lainnya. “belajar terapi ini mudah, peserta hanya butuh dua hari untuk bisa. Bahkan peraktek terapi ini bisa diakukan dari usia anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai lansia,” jelas Dani Harmoko dalam forum.
Narasumber yang telah mengisi seminar hingga Jepang itu mulai menggeluti dunia terapi sejak tahun 2007 lalu. Berbagai kasus pernah ditangani, dari hal kecanduan rokok, sampai tingkat phobia. Harmoko merasa senang dapat berbagi dengan teman-teman Matan UINSA, “senang bisa berbagi seperti ini. Sebenarnya kalau pelatihan seperti ini saya sekisar tiga juta ima ratus ribu. Tapi karena ini bulan Ramadhan kami gratiskan,”lanjutnya.
“Sebenarnya, mengenai terapi SEFT dengan temaParadox Science Tasawuf VS Tasawuf dalam terapi SEFT ini sebenarnya SEFT sangat ilmiah sekali. Sisi ilmiahnya dimana ketika kita merasa sedih ada sel darah yang bisa seperti gumpalan air mata dan sedangkan orang yang sedang emosional /mempunyai masalah dalam dirinya otaknya kan berubah menjadi merah sedangkan biru menunjukkan emosional yang bagus. Dalam sisi tasawufnya beliau mengatakan bahwa dalam setiap pengobatannya dia menekankan keikhlasan dan rasa syukur terhadap apa yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa dan menerima penyakitnya, bukan malah menolaknya,” tutup Harmoko denga ulasan singkat SEFT. (Fik)